Rabu, 07 Agustus 2013

Idul Fitri : kemenangan spiritual dan komitmennya

Oleh : Firman Arifandi, LLB

Sebulan lamanya umat Islam melakukan karantina nafsu serta  akademi ibadah yang dalam kesehariannya terdapat banyak keberkahan. Keberkahan dalam melakukan amal soleh sepanjang tiga puluh hari ini selain bermakna  untuk mengembalikan manusia kepada kesucian, yang dalam istilah Islam dinamakan Idul Fitri atau bermakna kembali suci, juga mengandung unsur-unsur edukasi pembiasaan diri selama sebulan, sehingga diharapkan dari edukasi pembiasaan ini, segala ibadah dan amal soleh menjadi bagian dari rutinitas keseharian masing-masing individu. Momentum Ramadhan  merupakan bulan suci yang mana di dalamnya dihiasi ganjaran ekstra dan keberkahan yang menjanjikan, tentunya sangat menggiurkan bagi  para muslimin sehingga mereka berlomba-lomba mengejar jatah keberkahan tersebut. Yang memang mungkin tak terasa di dunia namun menjadi bekal simpanan di akherat kelak. Momentum ini kemudian memiliki korelasi dengan hari raya Idul Fitri yang merupakan simbol hari kemenangan. Kemenangan yang dimaksud berupa kemenangan spiritual dari penjagaan diri melawan hawa nafsu, serta meraih medali-medali ibadah ekstra dengan memperbanyak amal soleh sebulan sebelumnya.

Berpacu pada sebuah analogi, yaitu konsep pencapaian sebuah kemenangan. Ingatan penulis sempat terbesit pada sebuah wise word dalam satu film menarik hollywood yang isinya “No sacrifice No Victory”. Tak ada pengorbanan tak ada kemenangan, kalimat yang benar-benar sarat konsekuensi dan nilai. Konsekuensi untuk mencapai sebuah makna kemenangan yaitu pengorbanan, sehingga tanpa konsekuensi ini, prestasi berupa sebuah kemenangan akan nihil untuk dicapai. Maka dari analogi tersebut, Ramadhan yang dalam al-qur’an telah dijanjikan oleh Allah kepada setiap hamba-Nya yang menjalani dengan maksimal dan sesuai pada aturan mainnya, baginya tak lain adalah predikat sebagai hamba yang  bertaqwa, inilah yang dalam hemat penulis merupakan esensi dari makna kemenangan di Idul Fitri. Analogi lain yang lebih nyata adalah perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Prosesnya memakan korban, membutuhkan perjuangan baik fisik maupun intelektualitas, sehingga akhirnya kemenangan tersebut dapat diraih pada enam puluh delapan tahun silam.
Ramadhan dan Idul Fitri merupakan dua unsur event yang mempunyai korelasi erat satu sama lain, dimana keduanya bermakna konsistensi dan perjuangan, kemenangan, dan komitmen dari sebuah kemenangan itu sendiri.  

Ramadhan : Pelatihan Konsistensi dan Perjuangan.
Melalui puasa ramadhan, manusia diajak melakukan usaha-usaha konsolidativ kepada tuhan dengan banyak ibadah guna menata kembali ruang hatinya agar kembali suci. Di dalamnya terdapat disiplin-dispilin yang mana bila dilanggar, konsekuensinya adalah : hilangnya pahala puasa, batal puasanya, dan wajibnya membayar fidyah. Inilah sekolah dispilin yang pada intinya mengajarkan manusia untuk selalu konsisten beramal soleh sehingga mampu diimplementasikan dalam kehidupan keseharian di luar ramadhan. Maka dengan puasa ramadhan serta menjalankan disiplinnya ditambah pula dengan ibadah extra, keangkuhan dan ego hewani mampu dileburkan. Perjuangan inilah yang akan membawa manusia kepada kemenangan spiritual, disimbolkan dengan perayaan Idul Fitri. Dan lagi-lagi, tentunya perayaan Idul Fitri adalah bagi mereka yang telah lulus dari sekolah konsistensi dan perjuangan ini, hanya Allah yang tau.

Idul Fitri : Simbol Predikat Taqwa dan Kemenangan Spiritual
                Event ini adalah isi dari janji Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 183 : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
Iming-iming taqwa ini tentu saja tidak hanya dengan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh saja, tapi juga dengan mematuhi  disiplin-disiplin ramadhan, memperbanyak amal soleh, membayar zakat, dan menghindari kemungkaran. Karena dalam hadist rasul juga dikatakan berapa banyak orang yang berpuasa yang tak dapat apa-apa dari puasanya kecuali hanya rasa lapar dan dahaga. Hadist tersebut berindikasi, banyak orang yang rajin berpuasa tapi lalai akan kewajiban-kewajibannya sehingga puasanya tak bermakna dan pahalanya tak didapat. Maka penyematan predikat taqwa ini dilaksanakan dengan Idul Fitri, yang merupakan simbol kesyukuran atas keberhasilan manusia dari akademi spiritualnya dan konsolidasi ibadah bersama tuhannya.

Pasca Ramadhan Dan Idul Fitri : Komitmen dari Sebuah Prestasi
Memaknai kesuksesan seseorang tidaklah cukup hanya dengan melihat sisi perjuangannya, serta simbolik kelulusannya. Analoginya, seorang mahasiswa yang bertahun-tahun berjuang dan lulus dengan predikat sangat baik, adalah orang yang sukses dari lembaga akademiknya. Namun idealnya, kesuksesan yang nyata adalah kiprah dan implementasi intelektualitasnya pasca kelulusan tersebut. Begitupula ramadhan dan Idul fitri, keluar dari bulan suci  dan hari yang mulia ini, bukan berarti kemudian manusia telah bebas sebebas mungkin. Tetap ada komitmen dari prestasi yang diraih, berupa : rasa syukur yang besar kepada Allah dan permohonan ampun atas segala dosa sebagai buah dari kerja keras dan perjuangan selama sebulan lamanya, melakukan evaluasi diri terhadap ramadhan yang telah dilalui, dan yang terakhir adalah mempertahankan nilai kesucian yang telah diraih dari ramadhan. Serta tidak kehilangan semangat beribadah dikarenakan ramadhan telah lewat. Predikat taqwa akan senantiasa menjadi titel bagi manusia sepanjang komitmen tersebut terus dilakukan secara konsisten seumur hidupnya. Sesuai Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 102 : Hai orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaann Islam.

Wallahu a’lam 

Tidak ada komentar: