Oleh : Firman
Arifandi, LLB
Sebulan lamanya umat Islam
melakukan karantina nafsu serta akademi
ibadah yang dalam kesehariannya terdapat banyak keberkahan. Keberkahan dalam
melakukan amal soleh sepanjang tiga puluh hari ini selain bermakna untuk mengembalikan manusia kepada kesucian,
yang dalam istilah Islam dinamakan Idul Fitri atau bermakna kembali suci, juga
mengandung unsur-unsur edukasi pembiasaan diri selama sebulan, sehingga
diharapkan dari edukasi pembiasaan ini, segala ibadah dan amal soleh menjadi
bagian dari rutinitas keseharian masing-masing individu. Momentum Ramadhan merupakan bulan suci yang mana di dalamnya
dihiasi ganjaran ekstra dan keberkahan yang menjanjikan, tentunya sangat
menggiurkan bagi para muslimin sehingga
mereka berlomba-lomba mengejar jatah keberkahan tersebut. Yang memang mungkin
tak terasa di dunia namun menjadi bekal simpanan di akherat kelak. Momentum ini
kemudian memiliki korelasi dengan hari raya Idul Fitri yang merupakan simbol
hari kemenangan. Kemenangan yang dimaksud berupa kemenangan spiritual dari
penjagaan diri melawan hawa nafsu, serta meraih medali-medali ibadah ekstra
dengan memperbanyak amal soleh sebulan sebelumnya.
Berpacu pada sebuah analogi,
yaitu konsep pencapaian sebuah kemenangan. Ingatan penulis sempat terbesit pada
sebuah wise word dalam satu film menarik hollywood yang isinya “No sacrifice No
Victory”. Tak ada pengorbanan tak ada kemenangan, kalimat yang benar-benar
sarat konsekuensi dan nilai. Konsekuensi untuk mencapai sebuah makna kemenangan
yaitu pengorbanan, sehingga tanpa konsekuensi ini, prestasi berupa sebuah
kemenangan akan nihil untuk dicapai. Maka dari analogi tersebut, Ramadhan yang
dalam al-qur’an telah dijanjikan oleh Allah kepada setiap hamba-Nya yang
menjalani dengan maksimal dan sesuai pada aturan mainnya, baginya tak lain
adalah predikat sebagai hamba yang
bertaqwa, inilah yang dalam hemat penulis merupakan esensi dari makna
kemenangan di Idul Fitri. Analogi lain yang lebih nyata adalah perjuangan
bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Prosesnya memakan korban,
membutuhkan perjuangan baik fisik maupun intelektualitas, sehingga akhirnya
kemenangan tersebut dapat diraih pada enam puluh delapan tahun silam.
Ramadhan dan Idul Fitri merupakan
dua unsur event yang mempunyai korelasi erat satu sama lain, dimana keduanya
bermakna konsistensi dan perjuangan, kemenangan, dan komitmen dari sebuah
kemenangan itu sendiri.
Ramadhan : Pelatihan Konsistensi dan Perjuangan.
Melalui puasa ramadhan, manusia
diajak melakukan usaha-usaha konsolidativ kepada tuhan dengan banyak ibadah
guna menata kembali ruang hatinya agar kembali suci. Di dalamnya terdapat
disiplin-dispilin yang mana bila dilanggar, konsekuensinya adalah : hilangnya
pahala puasa, batal puasanya, dan wajibnya membayar fidyah. Inilah sekolah
dispilin yang pada intinya mengajarkan manusia untuk selalu konsisten beramal
soleh sehingga mampu diimplementasikan dalam kehidupan keseharian di luar
ramadhan. Maka dengan puasa ramadhan serta menjalankan disiplinnya ditambah
pula dengan ibadah extra, keangkuhan dan ego hewani mampu dileburkan. Perjuangan
inilah yang akan membawa manusia kepada kemenangan spiritual, disimbolkan
dengan perayaan Idul Fitri. Dan lagi-lagi, tentunya perayaan Idul Fitri adalah
bagi mereka yang telah lulus dari sekolah konsistensi dan perjuangan ini, hanya
Allah yang tau.
Idul Fitri : Simbol Predikat Taqwa dan Kemenangan
Spiritual
Event
ini adalah isi dari janji Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 183 : Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah
diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
Iming-iming taqwa ini tentu saja
tidak hanya dengan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh saja, tapi juga
dengan mematuhi disiplin-disiplin
ramadhan, memperbanyak amal soleh, membayar zakat, dan menghindari kemungkaran.
Karena dalam hadist rasul juga dikatakan berapa banyak orang yang berpuasa yang
tak dapat apa-apa dari puasanya kecuali hanya rasa lapar dan dahaga. Hadist
tersebut berindikasi, banyak orang yang rajin berpuasa tapi lalai akan
kewajiban-kewajibannya sehingga puasanya tak bermakna dan pahalanya tak
didapat. Maka penyematan predikat taqwa ini dilaksanakan dengan Idul Fitri,
yang merupakan simbol kesyukuran atas keberhasilan manusia dari akademi
spiritualnya dan konsolidasi ibadah bersama tuhannya.
Pasca Ramadhan Dan Idul Fitri : Komitmen dari Sebuah
Prestasi
Memaknai kesuksesan seseorang
tidaklah cukup hanya dengan melihat sisi perjuangannya, serta simbolik
kelulusannya. Analoginya, seorang mahasiswa yang bertahun-tahun berjuang dan
lulus dengan predikat sangat baik, adalah orang yang sukses dari lembaga
akademiknya. Namun idealnya, kesuksesan yang nyata adalah kiprah dan
implementasi intelektualitasnya pasca kelulusan tersebut. Begitupula ramadhan
dan Idul fitri, keluar dari bulan suci
dan hari yang mulia ini, bukan berarti kemudian manusia telah bebas sebebas
mungkin. Tetap ada komitmen dari prestasi yang diraih, berupa : rasa syukur
yang besar kepada Allah dan permohonan ampun atas segala dosa sebagai buah dari
kerja keras dan perjuangan selama sebulan lamanya, melakukan evaluasi diri
terhadap ramadhan yang telah dilalui, dan yang terakhir adalah mempertahankan
nilai kesucian yang telah diraih dari ramadhan. Serta tidak kehilangan semangat
beribadah dikarenakan ramadhan telah lewat. Predikat taqwa akan senantiasa
menjadi titel bagi manusia sepanjang komitmen tersebut terus dilakukan secara konsisten
seumur hidupnya. Sesuai Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 102 : Hai orang
yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa
kepada-Nya, dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaann Islam.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar