Minggu, 21 September 2008

MERAMADHANKAN DIRI DALAM KESEHARIAN

Meramadhankan Diri Dalam Keseharian
Firman Arifandi

Durasi usia manusia tak lepas dari kumpulan detik demi detik, selanjutnya bagaimana dalam kumpulan detik-detik tersebut, manusia dalam kesehariannya dapat meraih suatu hal yang berguna bagi dirinya di dunia ataupun di akhirat kelak, sehingga durasi usia yang dimilikinya tidak hanya sebatas beraktivitas makan, minum dan tidur saja. Karena manusia adalah makhluk berakal ciptaan Allah yang tak sama derajatnya dengan binatang yang hanya mampu melakukan aktivitas seperti yang disebutkan di atas. Maka, manusia yang beruntung adalah mereka yang mampu menggunakan kesempatan dalam setiap saat sepanjang hidupnya dengan kebaikan.
Seperti halnya bulan Ramadhan, adalah bulan dimana Allah memberikan kesempatan pada manusia untuk bisa belajar beramal soleh. Karena itulah, bulan ini dikenal pula sebagai syahrut tarbiyah atau bulan pendidikan yang mana disini umat Islam dididik untuk bisa menahan diri dari hawa nafsu, lapar, dan dahaga dengan berpuasa satu hari penuh. Sebab hawa nafsu inilah yang menjadi pangkal dari malapetaka. Hawa nafsulah yang menyebabkan manusia lupa daratan, terlena dengan kenikmatan dunia dan maksiat. Kurang bersyukur dan tidak pernah merasa puas terhadap rezeki yang diperolehnya. Oleh karena itu, kita harus percaya bahwa Allah telah memberikan jaminan-Nya, dalam al – qur'an dikatakan :
وما من دابة فى الأرض إلا على الله رزقها ويعلم مستقرها ومستودعها كل في كتاب مبين ( هود: 6)
''Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).'' (QS Hud [11]: 6).
Tapi kalau hawa nafsu sudah terkendali, maka kebahagiaan akan terwujud, ketenangan jiwa dan kedamaian hati akan tercapai, pikiran akan jadi jernih. Tidak akan ada lagi resah dan gelisah dalam menghadapi musibah. Dan mungkin tidak akan ada lagi kata korupsi dan manipulasi. Semua akan berjalan lancar sesuai dengan jalur yang sudah ditentukan. Sebab jiwa akan semakin dewasa dan akan semakin bertambah matang. Disinilah sebenarnya kita mulai dilatih untuk meraih sifat tawakkal.
Dengan puasa pula manusia dididik untuk bisa saling berbagi dan memahami, merasakan penderitaan saudara-saudara yang tak mampu, yang mungkin dalam sehari dapurnya hanya mampu mengepul sekali saja. Dengannya, diharapkan akan lahir jiwa yang tulus dan sifat kebersamaan. Yaitu rasa senasib sepenanggungan, yang dipupuk oleh tali akidah dan ukhuwah. Di mana orang kaya dapat merasakan penderitaan orang miskin. Disini solidaritas antar umat muslim terbentuk, keperdulian dan kesatuan antar umat akan terjaga, karena di dalamnya pula terdapat kewajiban mengeluarkan zakat sebagai penyuci harta bagi mereka yang mampu. Keistimewaan bulan Ramadhan tidak hanya cukup sampai di sini saja, banyak kelebihan dan keistimewaan yang terpendam di dalamnya. Bahkan dikatakan bahwa hari-harinya adalah hari yang utama, malam-malamnya adalah malam yang utama, detik-detiknyapun demikian, bahkan tidurpun dianggap ibadah. Bayangkan saja, kalau tidurnya saja dianggap ibadah, bagaimana dengan membaca qur’an, bersadaqoh, zikir, dan lebih giat lagi beramal soleh?
Bulan Ramadhan membawa kita untuk bisa berbuat bijak, tidak ceroboh dan senantiasa bersabar, karena didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan didikan nilai-nilai kedisiplinan, yang apabila semua disiplin tersebut dilanggar maka otomatis puasapun batal. Secara global, bulan ramadhan akan memahamkan kita makna takwa yang tak lain secara definisi umumnya adalah mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sekian banyak referensi yang menyebutkan tentang keutamaan, hikmah dan manfaat bulan suci Ramadhan ini, dari segi kesehatan rohani maupaun jasmani , dari segi spiritualitas, dan lain-lain. Namun lagi-lagi kita sendiri tidak sadar akan kedatangan bulan Ramadhan ini yang dianggap hanya sebagai ritual dan rutinitas tahunan belaka, sehingga sedikit sekali hikmah dan manfaat ramadhan yang bisa diraih karena kelalaian dan ketidak sadaran kita. Bahkan terkesan bulan Ramadhan adalah bulan di mana orang-orang sibuk membuat masakan-masakan istimewa, belanja, bermewah diri dengan pakaian baru, bahkan sampai yang miskinpun ikut dipusingkan dengan hal tersebut. Ingat, sebelas bulan lamanya kita terlalu banyak memanjakan diri kita dengan kenikmatan duniawi, mudah terjebak denga hawa nafsu. Selanjutnya, kalau demikian halnya dengan hari-hari di bulan ramadhan, itu artinya setahun penuh kita disibukkan dengan keseharian yang sama tanpa ada waktu dimana kita berevaluasi dan melatih diri untuk bisa lebih baik. Sehingga sama saja derajat bulan Ramadhan dengan bulan-bulan sebelumnya. Maka tiada berartilah puasa yang dikerjakannya selain hanya rasa lapar dan dahaga, dalam suatu hadist Nabi dikatakan:

كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطس ( الحديث)

yang artinya:
“ berapa banyak dari sekian orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”
Seperti halnya ibadah yang lain, bulan suci ini tidak datang dengan ganjaran dan pahala begitu saja tanpa ada usaha secuilpun dari masing-masing kita. Inilah Ramadhan, bulan yang bila kita bisa menyikapi dan memanfaatkannya secara maksimal tentunya kualitas keimanan dan ketaqwaan kita akan meningkat, bahkan hikmah dan manfaat yang seringkali disebutkan bisa sesempurna mungkin kita raih. Kalau kita kembali mengingat bahwa bulan suci ini juga dinamakan sebagai syahrut tarbiyah, maka sebenarnya tujuan utamanya adalah melatih kita untuk selanjutnya mengamalkan dan membiasakan apa yang kita dapat dari pelatihan diri tersebut, sehingga hari-hari dan kepribadian kita lebih meningkat dan selanjutnya lebih berkualitas. Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits Rasul yang kurang lebih bunyinya : “Barang siapa yang hari-harinya lebih baik dari harinya kemarin maka beruntunglah dia, dan barang siapa yang hari-harinya sama seperti hari kemarinnya maka merugilah dia, dan barang siapa yang hari-harinya lebih buruk dari hari sebelumnya maka terlaknatlah dia.”
Sekarang semuanya kembali kepada individu kita masing-masing, dimanakah kita akan memposisikan diri kita setelah Ramadhan berakhir. Apakah kita akan menjadi orang yang beruntung dengan keseharian, akhlaq, dan ibadah yang lebih meningkat setelah sebulan penuh kita berpuasa dan dikarantina dengan pelatihan rohani, atau kita akan menjadi orang merugi dengan keseharian serta kepribadian yang sama tanpa ada perubahan sedikitpun dan kehidupan kita berjalan begitu-begitu saja. Atau jangan-jangan kita akan menjadi orang merugi karena kualitas kita semakin merosot bahkan setelah Ramadhanpun, Na’udzubillah min dzalik. Sekali lagi, Ramadhan adalah momentum yang tiada duanya untuk bisa meningkatkan kualitas diri di hari-hari setelahnya dengan membiasakan diri beraktivitas seperti halnya aktivitas, dan anjuran-anjuran ibadah pada bulan ramadhan. Dengan kata lain kita meramdhankan diri kita dalam keseharian di luar bulan bulan suci ini. Karena kita tidak akan pernah tau, apakah kita masih bisa bertemu dengan bulan Ramadhan selanjutnya untuk bisa lebih mengevaluasi diri, sebab lagi-lagi menyinggung durasi usia manusia yang tak lepas dari kumpulan detik-detik yang terbatas yang hanya Allahlah yang tau kapan detik detik demi detik itu akan sampai pada batasnya. Wallahu A’lam