Bunuh Kamran
Mungkin jam 12 siang ini, atau mungkin kutunda saja dua tiga jam lagi. Ah, entahlah. Keinginanku ini selalu saja menghantuiku dan akan terus menghantui jika tidak benar-benar kulakukan. Aku ingin sekali membunuhnya. Ya, menghentikan denyut nadinya, menghentikan detak jantungnya. Jengkelku sudah kepalang meradang.
Mumpung kelas sudah kosong, semuanya sudah bubar dan biasanya dia suka berjam-jam menyendiri di ruang kelas berukuran 8x8 yang lumayan luas ini. Tembok dengan cat putih memudar, satu pintu di samping kanan yang masih kuat dan 4 kipas angin di langit-langit ruangan masing-masing di samping kanan dan kiri kelas. Semua itu akan menjadi saksi tragedi berdarah ini. Memang seusai kuliah dia tak pernah langsung keluar, biasanya suka berjam-jam hingga bus jemputan tiba pukul 17.00 nanti. Jengkelku padanya sudah merambat ke sekujur jiwa mengalir bersama darah menyatu menjadi dendam dan benci.