Kamis, 20 November 2008

Surat Anggun



“Kya eik so pachas Bhaijan? Me amuman eik so bees de taho..” ujarku kepada supir taxi menawar harga borongan yang ditawarkan kepadaku,sudah jadi kebiasaan supir taxi di sini menaikkan tarif khususnya kepada orang-orang foreign.
Pfuhh… Pengap, ini bukan kali pertama aku menginjakkan kaki di antara asap-asap polusi, ributnya kendaraan memekakkan telinga, kotor dan kumuhnya jalanan di salah satu kota negeri Ali Jinnah ini. Tempatnya terletak tak jauh dari Islamabad. Namanya kota Rawalpindi, di sini tersedia kitab-kitab berbahasa arab dengan kualitas kertas yang tentunya tidak mengecewakan. Ya, sesekali dalam sebulan aku menyempatkan diriku untuk hunting book ke toko kitab di Rawalpindi. Kalo dihitung-hitung, rasa capek menempuh perjalanan selama kurang lebih sejam setengah naik wagon tidak ada apa-apanya bila dibayar dengan rasa puas bisa memborong buku dengan harga yang jauh lebih murah dibanding dengan yang ada di toko-toko buku di Islamabad dan tentunya dengan kualitas yang lebih baik pula, bayangkan saja dengan modal 1500 rupes aku bisa mendapatkan setidaknya 4 kitab dengan kualitas kertas beirut. Tapi kali ini aku tidak lagi berdesak-desakan diatas wagon, karena aku, Roni dan Muslih sepakat patungan naik taxi dari kampus.

Kamis, 23 Oktober 2008

Menelusuri Fenomena Pendidikan Di Tanah Air

Menelusuri Fenomena Pendidikan Di Tanah Air
oleh : Firman Arifandi

Bila kembali berbincang tentang pendidikan di Indonesia, serasa sangat mengiris hati rasanya dikala saudara-saudara kita di daerah pingiran,dan pedalaman tidak dapat mengenyam bangku sekolahan dengan sistem wajib belajar 9 tahunnya. Ironisnya, daerah yang belum tersentuh oleh pendidikan adalah daerah yang mempunyai kekayaan alam melimpah yang bisa menjadi aset tertinggi untuk devisa negara, akhirnya kekayaan tersebut jatuh ke tangan investor asing, mungkin salah satunya dikarenakan sumber daya manusia yang tidak memadai. Karena sebenarnya penyeimbang sumber daya manusia yang mumpuni adalah kualitas pendidikan yang bermutu pula.
Setidaknya ada banyak hal yang menjadi faktor mengapa pendidikan begitu langka di beberapa tempat di tanah air, dalam kata lain pelaksanaan pendidikan di Indonesia kurang merata bahkan terkesan tidak diperdulikan. Pertama, adanya diskriminasi dan pengklasifikasian dalam pendidikan. Saat beberapa sekolah membenahi kualitasnya, dengan meningkatkan mutu pengajar , fasilitas dan lain sebagainya, seperti sekolah-sekolah berbasis kompetensi misalnya, maka Beriring itu juga ternyata sekolah-sekolah tersebut akan menaikkan biaya sekolah dengan harga yang tidak dapat dirogoh oleh kantong orang-orang tak punya. Dari sini seakan timbul satu justifikasi bahwa yang berada di bawah garis kemiskinan tak bisa mengenyam bangku pendidikan berkualitas. Kedua, pandangan masyarakat awam umumnya yang menganggap sekolah tidak berguna dan tidak menghasilkan uang. Setitik realita saat mayoritas orang-orang berpendidikan tidak mempunyai pekerjaan alias pengangguran, sehingga citra sekolah di mata orang awam semakin negatif. Ketiga, tradisi kolot atau tradisi kuno yang masih saja dikonsumsi sampai saat ini terutama oleh masyarakat pedalaman. Sejenak mari kembali kita mengingat film Denias yang menggambarkan hukum adat dan tradisi di Papua, daerah pedalaman dengan peradaban yang tertinggal yang kadang tradisi tersebut diterima mentah-mentah begitu saja oleh para generasi-generasinya tanpa adanya pertimbangan mengenai baik dan buruknya warisan adat tersebut. Saat ketidakadilan hukum adat yang hanya memperbolehkan anak-anak kepala suku untuk bersekolah,sehingga menimbulkan ketidaksadaran di antara orang-orang itu akan pentingnya pendidikan. Keempat, subsidi pendidikan yang mungkin kurang tepat sasaran. Saat ini pemerintah telah melakukan banyak hal menyangkut program-program pendidikan. Sekalipun subsidi pemerintah untuk pendidikan dianggarkan 20% dari APBN, namun semuanya serasa tidak terealisasikan secara maksimal saat ternyata daerah-daerah pelosok masih saja terbelakang dengan fasilitas sekolah yang tidak memadai bahkan bangunan gedung sekolahpun yang mengenaskan tak layak pakai. Kita tidak perlu mengkambing hitamkan siapa dan pihak mana yang belum mendistribusikan anggaran itu kini, tidak perlu jauh memperbincangkan fasilitas, komputerisasi dan lain-lain, cukup satu pertanyaan saja menyinggung itu semua ”kapan sekolah-sekolah itu direhab?”. Satu contoh lain menyangkut program pemerintah dalam menindaklanjuti masalah keterbelakangan untuk masyarakat pinggiran dan mereka yang ada di bawah garis kemiskinan adalah diadakannya BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang membebaskan anak-anak mereka dari biaya SPP. Kerap ini cukup untuk sekedar meringankan orang-orang tak punya dalam menyekolahkan anak-anak mereka. Tapi kini, lagi-lagi timbul permasalahan saat biaya hidup melonjak naik , BBM langka dan kemudian mahal, maka harga kebutuhan sekolah anak-anakpun ikut mahal, kembali timbul pertanyaan di benak mereka ” memangnya biaya sekolah hanya SPP saja?”
Empat permasalahan di atas setidaknya adalah miniatur atau sekedar contoh kecil dari sekian banyak realita permasalahan yang menyebabkan minimnya kualitas pendidikan di daerah terpencil, khususnya. Namun, jika kita fokus dengan keempat faktor tersebut, setidaknya ada pula beberapa tindakan yang bisa ditawarkan sekalipun hanya untuk sekedar meminimalisir ketidakseimbangan tersebut.
A. Membentuk pandangan positif mengenai pentingnya pendidikan
Realita warisan tradisi nenek moyang yang ada seperti di Papua tersebut, sekiranya bisa diminimalisisir bila pemerintah daerah setempat, tokoh-tokoh masyarakat, dinas-dinas swasta dan lain sebagainya mau perduli akan pendidikan anak-anak dan masa depan daerah mereka. Sebenarnya itulah kewajiban bagi mereka untuk meluruskan pandangan masyarakat, bahwa pendidikan adalah sebuah proses untuk membentuk sikap, prilaku, serta mengasah kemampuan kita. Dengan mendirikan sekolah di daerah-daerah pedalaman, adalah suatu hal yang mungkin sekali dilakukan pemerintah dalam upaya meratakan pendidikan di tanah air, karena kendala yang juga ada adalah bukan hanya tradisi yang membatasi mereka untuk bisa menyentuh bangku sekolah, tapi juga letak sekolah yang jauh di kota sana.
Menyikapi pandangan orang awam yang terkesan pesimis dengan sekolah yang menurut mereka tidak mampu menghidangkan lapangan pekerjaan, adalah dengan kembali merefresh pandangan mereka menjadi positif. Apabila SDM kita sudah mumpuni, walaupun lapangan pekerjaan di instansi-instansi tertutup rapat maka kita akan mampu membuka atau mencari bahkan menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Peran tokoh masyarakat dalam hal ini sangat dibutuhkan.
B. Subsidi yang tepat sasaran
Lagi-lagi pemerintah diharapkan untuk bisa lebih konsentrasi akan hal ini. Subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk program pendidikan sekiranya sudah banyak dan cukup untuk bisa direalisasikan. Hanya saja, mungkin dalam prakteknya dilapangan mereka kurang bisa tepat sasaran. Contoh kecil yang kongkrit, dalam program kebijakan pembangunan lima tahun (2005-2009). DEPDIKNAS memprogramkan banyak hal seperti rehabilitasi gedung sekolah, BOS (Biaya Operasional Sekolah), dan program pemanfaatan teknologi dan informasi . Yang nampak selama ini di lapangan adalah pesatnya komputerisasi di beberapa sekolah, sementara sekolah-sekolah yang lain bangunannya hampir rubuh dan bahkan belum ada tindakan rehabilitasi sedikitpun. Bukan bermaksud mengkambing hitamkan pemerintah, namun sekedar harapan agar bisa bertindak lebih objektif lagi sehingga sasaran yang dituju bisa benar-benar tepat.
C. Sosok Pendidik yang all out
Mungkin gagasan kalimat di atas cukup akan dipandang sebelah mata oleh sebagian besar orang. Namun bagaimana lagi? memang demikian kenyataanya. Sosok Pendidik atau guru adalah sebagai figur dan ibarat sebuah pondasi dalam dunia pendidikan. Proses pendidikan yang maksimal akan terbentuk pula bila sosok yang dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa ini juga maksimal dalam melaksanakan tugasnya. Maka dari itu, perlu kembali diingat bahwa pendidik itu adalah profesi bukan pekerjaan. Dalam artian, adalah salah bila yang menjadi target utama dalam mendidik adalah mengejar keuntungan berupa materi bukannya pelayanan terhadap masyarakat. Apalagi tenaga pengajar yang ada di daerah terpencil, sangat mustahil bagi mereka akan mendapatkan keuntungan finansial ketika memutuskan untuk menjadi pendidik di daerah terebut, lebih-lebih jika hanya menjadi guru honorer. Lantas, apakah guru tidak butuh duit?
Layaknya manusia bermasyarakat pada umumnya, seorang guru juga tentunya membutuhkan sumber penghasilan yang cukup untuk hidupnya. Siapa lagi yang perduli pada kehidupan mereka kalau bukan pemerintah. Maka dari sini pemerintah juga selayaknya memperhatikan kesejahteraan mereka, sang pendidik. Sehingga mereka bisa all out dalam profesinya. Kenyataan yang ada di tanah air adalah kebanyakan para guru disibukkan dengan pekerjaan sampingan sepulang aktivitas sekolah. Kapan mereka istirahat? Bagaimana persiapan mengajar untuk esok harinya? Kekhawatiran inilah yang kerap muncul ketika kesejahteraan guru sedikit kurang diperhatikan, karena sebenarnya pada pundak merekalah masa depan bangsa dibebankan.

Referensi :
www.depdiknas.go.id

Minggu, 21 September 2008

MERAMADHANKAN DIRI DALAM KESEHARIAN

Meramadhankan Diri Dalam Keseharian
Firman Arifandi

Durasi usia manusia tak lepas dari kumpulan detik demi detik, selanjutnya bagaimana dalam kumpulan detik-detik tersebut, manusia dalam kesehariannya dapat meraih suatu hal yang berguna bagi dirinya di dunia ataupun di akhirat kelak, sehingga durasi usia yang dimilikinya tidak hanya sebatas beraktivitas makan, minum dan tidur saja. Karena manusia adalah makhluk berakal ciptaan Allah yang tak sama derajatnya dengan binatang yang hanya mampu melakukan aktivitas seperti yang disebutkan di atas. Maka, manusia yang beruntung adalah mereka yang mampu menggunakan kesempatan dalam setiap saat sepanjang hidupnya dengan kebaikan.
Seperti halnya bulan Ramadhan, adalah bulan dimana Allah memberikan kesempatan pada manusia untuk bisa belajar beramal soleh. Karena itulah, bulan ini dikenal pula sebagai syahrut tarbiyah atau bulan pendidikan yang mana disini umat Islam dididik untuk bisa menahan diri dari hawa nafsu, lapar, dan dahaga dengan berpuasa satu hari penuh. Sebab hawa nafsu inilah yang menjadi pangkal dari malapetaka. Hawa nafsulah yang menyebabkan manusia lupa daratan, terlena dengan kenikmatan dunia dan maksiat. Kurang bersyukur dan tidak pernah merasa puas terhadap rezeki yang diperolehnya. Oleh karena itu, kita harus percaya bahwa Allah telah memberikan jaminan-Nya, dalam al – qur'an dikatakan :
وما من دابة فى الأرض إلا على الله رزقها ويعلم مستقرها ومستودعها كل في كتاب مبين ( هود: 6)
''Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).'' (QS Hud [11]: 6).
Tapi kalau hawa nafsu sudah terkendali, maka kebahagiaan akan terwujud, ketenangan jiwa dan kedamaian hati akan tercapai, pikiran akan jadi jernih. Tidak akan ada lagi resah dan gelisah dalam menghadapi musibah. Dan mungkin tidak akan ada lagi kata korupsi dan manipulasi. Semua akan berjalan lancar sesuai dengan jalur yang sudah ditentukan. Sebab jiwa akan semakin dewasa dan akan semakin bertambah matang. Disinilah sebenarnya kita mulai dilatih untuk meraih sifat tawakkal.
Dengan puasa pula manusia dididik untuk bisa saling berbagi dan memahami, merasakan penderitaan saudara-saudara yang tak mampu, yang mungkin dalam sehari dapurnya hanya mampu mengepul sekali saja. Dengannya, diharapkan akan lahir jiwa yang tulus dan sifat kebersamaan. Yaitu rasa senasib sepenanggungan, yang dipupuk oleh tali akidah dan ukhuwah. Di mana orang kaya dapat merasakan penderitaan orang miskin. Disini solidaritas antar umat muslim terbentuk, keperdulian dan kesatuan antar umat akan terjaga, karena di dalamnya pula terdapat kewajiban mengeluarkan zakat sebagai penyuci harta bagi mereka yang mampu. Keistimewaan bulan Ramadhan tidak hanya cukup sampai di sini saja, banyak kelebihan dan keistimewaan yang terpendam di dalamnya. Bahkan dikatakan bahwa hari-harinya adalah hari yang utama, malam-malamnya adalah malam yang utama, detik-detiknyapun demikian, bahkan tidurpun dianggap ibadah. Bayangkan saja, kalau tidurnya saja dianggap ibadah, bagaimana dengan membaca qur’an, bersadaqoh, zikir, dan lebih giat lagi beramal soleh?
Bulan Ramadhan membawa kita untuk bisa berbuat bijak, tidak ceroboh dan senantiasa bersabar, karena didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan didikan nilai-nilai kedisiplinan, yang apabila semua disiplin tersebut dilanggar maka otomatis puasapun batal. Secara global, bulan ramadhan akan memahamkan kita makna takwa yang tak lain secara definisi umumnya adalah mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sekian banyak referensi yang menyebutkan tentang keutamaan, hikmah dan manfaat bulan suci Ramadhan ini, dari segi kesehatan rohani maupaun jasmani , dari segi spiritualitas, dan lain-lain. Namun lagi-lagi kita sendiri tidak sadar akan kedatangan bulan Ramadhan ini yang dianggap hanya sebagai ritual dan rutinitas tahunan belaka, sehingga sedikit sekali hikmah dan manfaat ramadhan yang bisa diraih karena kelalaian dan ketidak sadaran kita. Bahkan terkesan bulan Ramadhan adalah bulan di mana orang-orang sibuk membuat masakan-masakan istimewa, belanja, bermewah diri dengan pakaian baru, bahkan sampai yang miskinpun ikut dipusingkan dengan hal tersebut. Ingat, sebelas bulan lamanya kita terlalu banyak memanjakan diri kita dengan kenikmatan duniawi, mudah terjebak denga hawa nafsu. Selanjutnya, kalau demikian halnya dengan hari-hari di bulan ramadhan, itu artinya setahun penuh kita disibukkan dengan keseharian yang sama tanpa ada waktu dimana kita berevaluasi dan melatih diri untuk bisa lebih baik. Sehingga sama saja derajat bulan Ramadhan dengan bulan-bulan sebelumnya. Maka tiada berartilah puasa yang dikerjakannya selain hanya rasa lapar dan dahaga, dalam suatu hadist Nabi dikatakan:

كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطس ( الحديث)

yang artinya:
“ berapa banyak dari sekian orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”
Seperti halnya ibadah yang lain, bulan suci ini tidak datang dengan ganjaran dan pahala begitu saja tanpa ada usaha secuilpun dari masing-masing kita. Inilah Ramadhan, bulan yang bila kita bisa menyikapi dan memanfaatkannya secara maksimal tentunya kualitas keimanan dan ketaqwaan kita akan meningkat, bahkan hikmah dan manfaat yang seringkali disebutkan bisa sesempurna mungkin kita raih. Kalau kita kembali mengingat bahwa bulan suci ini juga dinamakan sebagai syahrut tarbiyah, maka sebenarnya tujuan utamanya adalah melatih kita untuk selanjutnya mengamalkan dan membiasakan apa yang kita dapat dari pelatihan diri tersebut, sehingga hari-hari dan kepribadian kita lebih meningkat dan selanjutnya lebih berkualitas. Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits Rasul yang kurang lebih bunyinya : “Barang siapa yang hari-harinya lebih baik dari harinya kemarin maka beruntunglah dia, dan barang siapa yang hari-harinya sama seperti hari kemarinnya maka merugilah dia, dan barang siapa yang hari-harinya lebih buruk dari hari sebelumnya maka terlaknatlah dia.”
Sekarang semuanya kembali kepada individu kita masing-masing, dimanakah kita akan memposisikan diri kita setelah Ramadhan berakhir. Apakah kita akan menjadi orang yang beruntung dengan keseharian, akhlaq, dan ibadah yang lebih meningkat setelah sebulan penuh kita berpuasa dan dikarantina dengan pelatihan rohani, atau kita akan menjadi orang merugi dengan keseharian serta kepribadian yang sama tanpa ada perubahan sedikitpun dan kehidupan kita berjalan begitu-begitu saja. Atau jangan-jangan kita akan menjadi orang merugi karena kualitas kita semakin merosot bahkan setelah Ramadhanpun, Na’udzubillah min dzalik. Sekali lagi, Ramadhan adalah momentum yang tiada duanya untuk bisa meningkatkan kualitas diri di hari-hari setelahnya dengan membiasakan diri beraktivitas seperti halnya aktivitas, dan anjuran-anjuran ibadah pada bulan ramadhan. Dengan kata lain kita meramdhankan diri kita dalam keseharian di luar bulan bulan suci ini. Karena kita tidak akan pernah tau, apakah kita masih bisa bertemu dengan bulan Ramadhan selanjutnya untuk bisa lebih mengevaluasi diri, sebab lagi-lagi menyinggung durasi usia manusia yang tak lepas dari kumpulan detik-detik yang terbatas yang hanya Allahlah yang tau kapan detik detik demi detik itu akan sampai pada batasnya. Wallahu A’lam

Kamis, 28 Agustus 2008

KISAH GURU HONORER

Kisah Guru Honorer

Hmmmh….
Melas hidupku ini
Sutil wajan dan panci
Di malam ini jadi saksi
Entah bagaimana nasib keluargaku
minggu ini
Makan nasi, roti,
Atau hanya sekedar ubi
Belasan tahun aku mengabdi
Untuk negeri ini
Tapi...
Mana ada yang peduli
Aku tak juga diangkat
Sebagai pegawai negeri
Terik mentari membuat kulitku hitam kelam
Sepanjang perjalanan
Meski demikian
Aku tetap ingin kokoh dan bertahan
Hanya demi satu niat dan tujuan
Mengabdi kepada negara
Dan berharap ridho Tuhan
Tak apalah seratus ribu sebulan
Kuanggap ini adalah resiko sebuah ketulusan
Asalkan aku bisa mencetak calon-calon ilmuwan
Hmmmh....
Memang sih..isi dompetku tak penuh
Namun walau demikian
Aku bercita-cita kelak
Anak didikku
Bisa memperbaiki negeri ini lebih jauh
Laksana pasir
Sebuah bangunan tak akan kokoh tanpanya
Sekalipun dia tak nampak
Namun perannya dalam sebuah bangunan
Adalah unsur terpenting
Aku ingin di masa depan kelak
Kala anak didikku sudah menjadi orang layak
Mereka tidak lupa dengan jasa orang-orang
Yang pernah berbuat banyak
Yang kedudukan serta keberadaanya
Tidak pernah diperhatikan khalayak..

Firman
Islamabad, 2 Juni 200

MENGHITUNG PURNAMA

MENGHITUNG PURNAMA

Baskoro diam terpaku di monument Pakistan senja itu, nyaris sama seperti patung pahlawan revolusi. Seraya menikmati matahari yang perlahan tenggelam ke ufuk barat mempersilahkan sang rembulan menempati ruang singgasana malamnya. Indahnya kemerahan mentari tampak dari monument, beriring bisingnya kendaraan yang melintasi sepanjang kota Islamabad yang indah. Seiring lalu-lalang kendaraan, desahan hati Baskoro menambah ramai keadaan, “ hmmh..” Desahnya. “ bosan aku lama – lama di sini… Itung–itung umur, dulu aku telat masuk jami’ah ini, jadi ketuwe’en aku di Pakistan…ckk... hmmh..” desahnya lagi. Sebenarnya bukan hanya faktor usia yang membuatnya bosan dan ingin cepat – cepat pulang. Ada banyak hal yang kini menyadarkannya betapa dia telah terlena dibawa waktu, sehingga dia tidak sadar kalau sudah seharusnya dia pulang mengabdikan diri di masyarakat. Belum lagi inbox yang masuk ke emailnya minggu lalu, kiriman email dari temannya, Slamet yang mengabarkan kalau dia sudah menikah 12 Januari lalu, itu artinya sudah lewat satu bulan sampai sekarang kabar pernikahannya. Slamet Budiyono, satu-satunya teman dekatnya yang hobinya nyetrum ikan tiap sore di sungai samping surau Pak Manan. Seorang Slamet yang setiap pulang sekolah suka mampir di perkebunan coklat, lalu nyolong buahnya dari balik pagar beton dan memakannya besama teman-teman lainnya, kini sudah jadi PNS di kecamatan, “ wah, kacau...telat aku” pikir Baskoro.
SECARA PRIBADI SAYA MENGUCAPKAN

"SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA RAMADHAN 1429 H"

الإيمان بالقضاء والقدر

بسم الله الرحمن الرحيم

الإيمان بالقضاء والقدر


1- معنى القضاء والقدر
2- مراتب القضاء والقدر
3- أنواع أقدار الله باعتباره قدرة الإنسان على التعامل معها.
4- كيف يؤمن المؤمن بالقضاء والقدر.
5- أثر الإيمان بالقضاء والقدر.

1.معنى القضاء والقدر
يؤمن المسلم بالقضاء و القدر وهوالركن السادس من أركان الإيمان كما في جواب رسول الله حين سأله جبريل " ان تؤمن بالله و ملائكته و كتبه ورسله واليوم الأخر و ان تؤمن بالقدر خيره و شره (رواه الشيخان).
فما الإيمان بالقضاء والقدر؟ وما هي أنواع القدر؟ وما أثر الإيمان بالقضاء والقدر؟

أما القضاء لغة فهو: الحكم، والقدر: هو التقدير.
والقضاء اصطلاحا: هو ما حكم به الله سبحانه من أمور خلقه وأوجده في الواقع.
فالقدر اصطلاحا: تقدير الله عز و جل للكا ئنات حسب ما سبق به علمه و اقتضت حكمته.
فلمراد بالإيمان بالقضاء والقدر وهو : التصديق الجازم بأن كل ما يقع من الخير والشر فهو بقضاء الله و قدرته. كما قال تعالى :
ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن نبرأها إن ذلك على الله يسير (الحديد:22)
و عن أبى هريرة رضي الله عنه، قال رسول الله ص.م :
المؤمن القوي خير و احب إلي الله من المؤمن الضعيف و في كل خير، احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز ، إن اصابك شيء فلا تقل لو إنى فعلت كذا لكان كذا و كذا ولاكن قل قدر الله ما شاء فعل فإنّ لو تفتح عمل شيطان (رواه مسلم)

2. مراتب الإيمان بالقضاء والقدر

وينبغي أن تعلم : أن مراتب الإيمان بالقضاء والقدر أربع: العلم، والكتابة، والمشيئة، والإيجاد او الخلق.
المرتبة الأولى : العلم
الإيمان بعلم الله، فهو عالم بكل شيء. فيعلم جميع خلقه قبل خلقهم و يعلم ما تكون عليه احوالهم كلها قبل كونها سرها و علانيتها. فالأدلة منه كثير :
قال تعالي : و أن الله قد أحاط بكل شيء علما (الطلاق : 12)
قال تعالي : هو الذي لا إله إلاّ هو عالم الغيب والشهادة (الحسر : 22)
قال تعالى: وما يعزب عن ربك من مثقال ذرة( يونس:61)
المرتبة الثانية : الكتا بة
الإيمان بأنّ الله تعالى كتب مقادير خلقه فى اللوح المحفوظ يفرِّط في ذلك من شيء و على هذا عدلة كثيرة منها:
قال تعالى: ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن نبرأها إن ذلك على الله يسير (الحديد:22)
قال تعالى: ألم تعلم أن الله يعلم ما في السماء و الأرض إن ذلك فى كتاب إن ذلك على الله يسير (الحج :70)
قال تعالى : و ما من دابة فى الأرض و لا طائر يطير إلا أمم امثالكم ما فرطنا فى الكتاب (الأنعام : 38)
المرتبة الثالثة : المشيئة
مرتبة الإيمان بمشيئة الله النافذة و قدرته الشاملة فما شاء الله تعالى كونه فهو كائن ولا بدّ وما لم يشأ لم يكن ، والأدلة منها :
قال تعالى: وما تشاءون إلا أن يشاء الله [الإنسان:30]
وقال رسول الله ص.م : من يرد الله به خيراً يفقه في الدين (رواه البخاري)
فنعلم إذن، أنّ هذا الإيمان لا ينفك من توحيد الربوبية لأنه يتعلق بمشيئة الله و أمر الكون.
المرتبة الرابعة : الإيجاد او الخلق
الإيمان بأنّ الله تعالى خالق كل شيء ولا خالق غيره ولا ربّ سواه فيدل على هذا :
قال تعالى: الله خالق كل شيء (الرعد:16)
و قال تعالى : وخلق كل شيء فقدره تقديرا (الفرقان : 2)

3.أنواع أقدار الله باعتبار قدرة الإنسان على التعامل معها.

فلقد قسم العلماء الأقدار التي تحيط بالعبد إلى ثلاثة أنواع :

الأول: نوع لا قدرة على دفعه أو رده،
ويدخل في ذلك نواميس الكون وقوانين الوجود، وما يجري على العبد من مصائب وما يتعلق بالرزق والأجل والصورة التي عليها وأن يولد لفلان دون فلان.

قال تعالى : كل نفس ذائقة الموت [آل عمران:185].
فالموت شيء لا يعلمه الناس متى اتيانه ولا يقدر ان يردّه ولا يفِرُّون منه،لأن الموت من مجرد إرادة الله .
قال تعالى : إن ربك يبسط الرزق لمن يشاء ويقدر (الرعد:26)
ومن ثم فهذا النوع من الأقدار لا يحاسب عليه العبد لأنه خارج عن إرادته وقدرته في دفعه أو رده.
الثاني: نوع لا قدرة للعبد على إلغائه ولكن في إمكانه تخفيف حدته، وتوجيهه ويدخل في ذلك الغرائز والصحبة، والبيئة.
والصحبة لا بد منها فالإنسان مدني بطبعه، وإنما جاء الأمر بتوجيه هذا الطبع إلى ما ينفع: يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وكونوا مع الصادقين [التوبة:119].
الثالث: نوع للعبد القدرة على دفعها وردها، فهي أقدار متصلة بالأعمال الاختيارية والتكاليف الشرعية فهذه يتعلق بها ثواب وعقاب وتستطيع ويدخل في قدرتك الفعل وعدم الفعل معا، وتجد أنك مخير ابتداءً وانتهاءً. فالصلاة والصيام باستطاعتك فعلها وعدم فعلها، فإذا أقمتها أثابك الله وإذا تركتها عاقبك، والبر بالوالدين باستطاعتك فعله بإكرامهما وباستطاعتك عدم فعله بإيذائهما.
4.صفات المؤمن بقضاء الله وقدره
أ- الإيمان بالله وأسمائه وصفاته وذلك بأن الله سبحانه لا شيء مثله، قال تعالى:
ليس كمثله شيء (الشورى:11).
لا في ذاته ولا في أفعاله ولا في صفاته مثله وقد قال العلماء: ما خطر ببالك فهو على خلاف ذلك فلا تشبيه ولا تعطيل، أي لا نشبه الله بأحد من خلقه ولا ننفي صفات الله تعالى.

ب- الإيمان بأن الله تعالى موصوف بالكمال في أسمائه وصفاته. وفسر ابن عباس قوله تعالى: إنما يخشى الله من عباده العلماء (فاطر:28). حيث قال: الذين يقولون: أن الله على كل شيء قدير.

ج- الحرص: وهو بذل الجهد واستفراغ الوسع وعدم الكسل والتواني في عمله.

د- على ما ينفع: حرص المؤمن يكون على ما ينفعه فإنه عبادة لله سبحانه.

هـ- الاستعانة بالله: لأن الحرص على ما ينفع لا يتم إلا بمعونته وتوفيقه وتسديده سبحانه.

و- عدم العجز: لأن العجز ينافي الحرص والاستعانة.

ز- فإن غلبه أمر فعليه أن يعلق نظره بالله وقدره والاطمئنان إلى مشيئة الله النافذة وقدرته الغالبة وأن الله سبحانه أعلم بما يصلحه، أحكم بما ينفعه، أرحم به من نفسه، وأن الله لا يقدر لعبده المؤمن إلا الخير.

وذلك مصداق قول النبي :المؤمن القوي أحب إلى الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير احرص على ما ينفعك، واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا لكان كذا ولكن قل: قدّر الله وما شاء فعل فإن لو تفتح عمل الشيطان(رواه مسلم)
5. أثر الإيمان بالقضاء والقدر
الأول: القوة: وذلك سر انتصار المسلمين في معاركهم مع أعداء الله، ومعظمها كانوا فيها قلة ولكنهم أقوياء بعقيدة الإيمان بالقضاء والقدر حيث تربوا على قوله تعالى: قل لن يصيبنا إلا ما كتب الله لنا (التوبة:51)
ثانيا: العزة: فالمؤمن عزيز بإيمانه بالله وقدره فلا يذل لأحد إلا لله سبحانه لأنه علم وتيقن أن النافع الضار هو الله، وأن الذي بيده ملكوت كل شيء هو الله.

وأنه لا شيء يحدث إلا بأمر الله: ألا له الخلق والأمر (الأعراف:54)
ثالثا: الرضى والاطمئنان: فنفس المؤمنة راضية مطمئنة لعدل الله وحكمته ورحمته.
رابعا: التماسك وعدم الانهيار للمصيبة أو الحدث الجلل، قال تعالى: ما أصاب من مصيبة إلا بإذن الله ومن يؤمن بالله يهد قلبه والله بكل شيء عليم (التغابن:11)
خامسا: اليقين بأن العاقبة للمتقين: وهذا ما يجزم به قلب المؤمن بالله وقدره أن العاقبة للمتقين، وأن النصر مع الصبر وأن مع العسر يسرا، وأن دوام الحال من المحال، وأن المصائب لا تعد إلا أن تكون سحابة صيف لابد أن تنقشع وأن ليل الظالم لابد أن يولي، وأن الحق لابد أن يظهر، لذا جاء النهي عن اليأس والقنوط: ولا تيأسوا من روح الله إنه لا ييأس من روح إلا القوم الكافرون (يوسف:87).

فمن السؤال هل يمكن ان نغير شيئا من المصيبة التى كلفنا الله ؟ نعم، ذلك لقول الله تعالى : لايكلف الله نفسا إلا وسعها لها ما كسبت و عليها ماكتسبت.
فإذا لك سعي يسّرك الله .
والله اعلم بالصواب











Selasa, 22 April 2008

GLOBALISASI UNTUK UMAT

Globalisasi Untuk Umat
Fasilitas Masa Depan Ataukah Racun Peradaban ?
oleh : Firman Arifandi

 Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.( al – anbiya’ :107 )

Cukup jelas dari ayat Al – qur’an di atas bahwasanya ajaran Islam datang dari Allah diserukan untuk sekalian umat manusia di muka bumi dengan perdamaian tentunya. Dalam artian, Islam adalah agama yang mengglobal dan universal, yang ajarannya tidak melampaui batas apapun, tidak membedakan ras, suku , etnis, negara, dan bahasa.
Dalam ensiklopedi inggris kata globalisasi berarti “the fact that different cultures and economic systems around the world are becoming connected and similar to each other because of the influence of large multinational companies and of improved communication”. Dalam hal ini, berarti bahwa revolusi teknologi transportasi dan informatika serta komunikasi dan jaringan kerja internasional sangat berperan besar dalam mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di era sekarang ini. Globalisasi adalah konsekuensi dari timbulnya kemudahan komunikasi dan jaringan kerja. Dia juga memberikan dampak pada perkembangan perekonomian, informasi, kebudayaan dan lain – lain.
Bila ditelusuri sejarahnya, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negara sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain, baik melalui jalan darat maupun jalan laut untuk berdagang. Dalam referensi lain, disebutkan beberapa fase tentang nampaknya globalisasi ini seperti terbentuknya jaringan dagang oleh muslim arab di Asia dan Afrika. Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap pertukaran kebudayaan di dunia. selanjutnya terus berjalan dan mendapat puncaknya ketika perang dingin.
Ada beberapa hal yang membuktikan bahwa fenomena globalisasi telah berkembang dengan pesat. Pertama, semakin cepatnya akses ruang dan waktu. Dengan adanya barang – barang seperti faximili, hand phone, internet, dan televisi menunjukkan komunikasi global universal berkembang begitu cepat. Kedua, dengan adanya ekspor dan impor membuat saling ketergantungan perekonomian global antar Negara begitu kuat. Ketiga, kehadiran turis dan wisatawan asing ke suatu negara membuktikan bahwa telah terjadi interaksi globalisasi kultur.
Namun, disisi lain tidak sedikit umat yang memandangnya sebagai sebuah zaman yang membawa keluar hidup manusia jauh dari konsep keislaman. Yang kemudian, dari sana pula berkembang beberapa ideologi yang malah bertentangan dengan ajaran Diinullah. Disamping itu, globalisasi adalah benih kecil dari pluralisme keagamaan, dalam hal ini adalah globalisasi kultur kebudayaan yang banyak merubah lifestyle masyarakat. Setitik realita yang ada adalah semakin mudah berkembangnya budaya kehidupan barat di tanah air yang identik dengan pergaulan bebasnya. Karena pada kenyataannya, gerakan globalisasi merupakan misi barat yang bertujuan agar semua unsur kehidupan yang berkaitan dengan agama menjadi terbuka bebas tanpa batas menerima ideologi dan nilai – nilai kebudayaan barat seperti hak asasi manusia, persamaan gender / feminisme, liberalisme, dan sekularisme. Sehingga, saat ini dunia barat dipandang sebagai pusat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, serta gaya hidupnya dipandang sebagai standar pola hidup yang relevan untuk diterapkan.
Jika kita perdalami lagi, setelah berakhirnya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, perhatian Barat terhadap Islam kelihatan semakin meningkat, baik dalam kontrol positif maupun negatif. Yang pasti, adanya kebangkitan dunia Islam dan kekhawatiran Barat terhadap dunia Islam merupakan kenyataan yang sulit di ingkari. Selanjutnya, kehadiran globalisasi yang membawa ribuan racun bagi kehidupan Islam khususnya merupakan sebuah tantangan yang membutuhkan jawaban. Maka, diperlukan pemahaman islam yang lebih mendalam guna meminimalisir kerugian yang akan dihadapi umat Islam sendiri. Jika dilihat dari segi poisitifnya, era globalisasi ini sesungguhnya merupakan peluang bagi Islam untuk kembali berperan aktif dalam persaingan dunia, terutama untuk ikut serta menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Islam memiliki doktrin, bukan sekedar gagasan, yang jelas dan secara realita siap diuji mengenai segala hal yang ada kaitannya dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip keadilan, etika politik, bisnis, dan lain sebagainya.
Ironisnya, isu terorisme yang mendunia saat ini menjadikan image islam di mata dunia semakin terkesan hina, keras, dan tanpa ampun. Di sinilah peran barat yang dengan lihainya menggunakan beragam media visual menghipnotis dunia memutar balikkan fakta dalam menilai jalan hidup Islam. Berawal dari paska insiden 11 September 2001 lalu saat WTC dan Pentagon dibom oleh para teroris yang kemudian diakui provokatornya adalah kelompok Islam garis keras “Al – qaeda”. Entah benar atau salah tuduhan itu, akhirnya islam secara keseluruhan dipandang sebagai agama yang tidak mengenal toleransi. Inilah tantangan ke dua yang dihadapi agama kita setelah hantaman dari luar berupa globalisasi dan embel – embelnya menyerang, dari perkara internalpun kita mendapat serangan dengan munculnya beberapa gerakan – gerakan garis keras. Timbulnya radikalisme dalam islam, mungkin karena misunderstanding dalam memaknai kata jihad. Berjuang di jalan Allah dalam menghentikan gerakan kafirin bukan berarti membinasakan mereka dengan teror atau pembunuhan yang tanpa alasan keterpaksaan untuk mempertahankan diri. Namun, ada step, waktu, tempat, dan aturan kapan kita harus melakukannya. Sesuai hadist nabi, berjihad dalam menghadapi kemungkaran melawan kuffar dan munafikin hendaknya melalui empat tahap : yaitu berjihad dengan qolbu atau hati, selanjutnya dengan lisan atau peringatan, kemudian dengan harta, dan terakhir dengan tangan atau kekuasaan. Bukan asal memusnahkan mereka saja, malah membinasakan kaum muslim di sekitarnya. Dalam hal ini berkaitan pula dengan etika berdakwah dalam Islam yang tidak membenarkan kekerasan dalam penerapannya, karena sebagai agama rahmatan lil alamin, Islam sebenarnya hadir dengan cara yang amat simpatik, ramah, santun serta tidak menyebarkan fitnah yang dapat mengakibatkan kerusuhan dan membakar amarah. Dalam penyebarannya, Islam tidak membenarkan adanya paksaan. Sebab, paksaan terhadap suatu agama hanya akan menimbulkan problem baru yang lebih berbahaya dengan etika dan sopan santun, setiap orang akan tersentuh hatinya begitupula sebaliknya, dalam al – qur’an dikatakan :

YANG Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya ( Ali – Imron :159 )
Indonesia yang merupakan populasi muslim terbesar di dunia ternyata mendapat sorotan khusus dari pihak barat. Menganggap komunitas yang banyak adalah tantangan yang dahsyat, akhirnya ideologi barat dipasarkannya di tanah air. Dengan munculnya gerakan feminisme yang ingin memperjuangkan persamaan gender adalah cikal bakal dari awal liberalisme yang lebih mengutamakan kebenaran rasio dan akal. Selanjutnya mengalir pula paham pluralisme agama yang jelas diadopsi oleh sekelompok oknum dari barat. Maka, terjadilah peleburan nilai-nilai dan doktrin-doktrin keagamaan Islam kedalam pemikiran modernisasi dan globalisasi.
terlepas dari itu semua , marilah kita sama – sama menengok realita yang ada di seputar tanah air mengingat moral bangsa yang kini melenceng jauh dari realita budaya asli timur. Bangsa Indonesia yang mayoritas adalah muslim kini lebih identik dengan pergaulan bebas yang pada dasarnya mereka mengkonsumsi mentah – mentah beragam sajian dari beberapa media seperti tv, internet, majalah, dan lain – lain, yang ternyata itu adalah racun bagi masa depan mereka sendiri. Saat ini seolah – olah kebebasan dipertuhankan, rasa malu dianggap sebagai symbol kemunafikan, lebih lagi saat pornoaksi dan pornografi dianggap sebagai wujud dari seni kehidupan. Mengamati semua realita yang ada, paling tidak ada beberapa faktor penyebab mengapa begitu mudah masyarakat mengkonsumsi budaya barat. Pertama, umat islam Indonesia tidak memiliki latar belakang keislaman yang kuat, sehingga dengan mudahnya mereka mengkonsumsi gaya hidup yang dianggap lebih nyaman. Tak adanya ruang pemisah antara lelaki dan perempuan contohnya, bisa menyulut terjadinya pergaulan bebas dan krisis moral. Menjaga dan memperhatikan masalah kesucian di lingkungan masyarakat, termasuk di lingkungan belajar dan kerja, merupakan langkah untuk menciptakan masyarakat yang berpikiran positif. Meskipun kenyataanya ini tidak mungkin terjadi di Indonesia. Kedua, masyarakat kurang bisa melakukan filter terhadap pengaruh – pengaruh yang datang dari berbagai media, meskipun pemerintah telah melakukan tindakan seperti mengadakan lembaga sensor perfilman, namun masih ada saja jalan pintas yang bisa dilakukan untuk mengelabui semua itu. Ketiga, target utama dari pergaulan bebas adalah remaja yang identik dengan masa puberitas. Maka peran orang tua dan lingkungan pendidikan sangat berpengaruh pada mereka. Keempat, Hukum/aturan perundang-undangan belum sepenuhnya ditegakkan. Satu contoh adalah RUU anti – pornografi dan pornoaksi yang konsepnya sudah disepakati, namun sampai saat ini masih belum juga disahkan. Akibatnya, pemerkosaan dan tidakan kekerasan terhadap perempuan makin merajalela, sex bebas dan prostitusi seolah – olah adalah kewajaran. Hal ini disebabkan karena masyarakat telah menjadi korban imajinasi dengan bebasnya tayangan – tayangan yang jelas keluar dari standar kewajaran norma susila.
Seabrek permasalahan yang ada saat ini adalah tantangan ril yang benar – benar harus dihadapi dan disiasati. Meskipun tidak bisa dihilangkan, setidaknya diminimalisir pengaruh negatifnya. Karena globalisasi adalah sebuah kenyataan yang datang dengan suguhan fasilitas modern serba praktis dan menguntungkan. kehadirannya membutuhkan kecerdasan dan kerja keras, bukan dengan sikap pasrah, dan tidak kreatif yang nantinya malah menjadi racun karena keterlenaan kita. Apalagi di zaman serba modern ini, dunia Barat dipandang sebagai kiblat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terlebih kebudayaanya. Sementara itu, ajaran Islam seolah – olah sudah tidak layak pakai lagi dan out of date. Karena itu dalam era globalisasi, umat Islam harus mampu menunjukkan bahwa Islam tidak tertinggal oleh kemodernan bahkan membawa kebaikan bagi umat lainnya. Institusi pendidikan Islam seperti pesantren sudah sewajarnya mengembangkan keilmuan yang sesuai dengan tuntutan zaman, sebagai tameng menghadapi pesatnya serangan pendangkalan moral. Karena dengan pengetahuan keislaman, masyarakat akan mampu mengikuti perkembangan zaman, namun tetap berdasarkan syariat Islam.
Di samping menghadapi globalisasi, umat Islam secara pribadi juga harus mampu menjaga diri dan memerangi hawa nafsu yang jika tidak terkendali akan merusak tatanan sosial kemasyarakatan. Di sini kita dituntut untuk Mengikuti kata hati berdasarkan rasa tanggung jawab terhadap agama serta rasa cinta pada Allah dan Rasulnya berikut memasyarakatkan kebaikan dan menepis kehinaan dan kerendahan moral . Di sinilah sebenarnya peran ilmu pengetahuan dan kesadaran beragama sangat berkesinambungan. Karena ilmu pengetahuan jika dikuasai oleh orang-orang yang amanah pastinya umatpun akan merasakan ketentraman, sebaliknya jika berada pada mereka yang tidak bertanggung jawab atas kehidupan beragama niscaya realita negativ dari dampak globalisasi kultur dan segala rentetan ideologinya akan mudah berkembang dan terus meracuni umat. Sehinga paling tidak dengan dua hal tersebut di atas, proses globalisasi dapat dimanfaatkan layaknya fasilitas yang menjanjikan keuntungan untuk semua pihak. Ibarat memegang pisau, bila kita gunakan semaximal mungkin untuk hal yang bermanfaat tentunya akan menguntungkan, namun jika sebaliknya yang dilakukan malah akan mendatangkan kerugaian dan kemadhorotan.


Referensi :

1. Jameelah, Maryam, “ Islam and Modernism ”, Yusuf Khan publisher,
Lahore, 1977
2. http://www.insistnet.com
3. http://www.republika.co.id
4. http://www.waspada.co.id

SAAT TELEVISI MENJADI KIBLAT BARU


Oleh : Firman Arifandi

"Dan di sini, bukan untuk berdamai dengan hukummu. Kami ( yahudi ) di sini untuk mengubahmu, dari luar dan dari dalam jiwamu. Ini bukan sebuah protes, tapi inilah kebangkitan untuk mengubah dan kemudian memerangimu" ( Robert Arthur Lewis ). Kalimat di atas merupakan kutipan dari pidato salah seorang tokoh yahudi yang bertekad memerangi islam dengan pendangkalan moral melalui media kehidupan modern seiring pesatnya tekhnologi.

S
atu dari ribuan bumbu – bumbu racun peradaban yang sangat berpengaruh dan berperan penting dalam pendangkalan aqidah dan moral bangsa saat ini adalah televisi. Gayanya dalam menghipnotis otak dan kepribadian kita khususnya umat islam Indonesia begitu rapi terbungkus. Sehingga tak dapat dipungkiri lagi, saat ini budaya dan moral bangsa kita sudah bisa dikatakan punah, laksana sampah yang terhempas dari tengah lautan. Dan inilah salah satu senjata yang digunakan kaum Lan - Tardho untuk memerangi kita saat ini.
Budaya kehidupan barat yang identik dengan pergaulan bebasnya, kini bukan hal yang aneh lagi di kalangan anak – anak remaja Indonesia. Kata " nge – date " atau kencan sudah merupakan perkara yang tidak asing lagi bagi mereka. Lifestyle atau gaya hidup merekapun tak jauh beda layaknya orang barat yang terkesan hura – hura, berpakaian serba minim sehingga auratnya tanpa malu dipertontonkan di hadapan orang banyak. Dari sanalah muncul dan berkembang lagi gaya hidup yang lebih hina yaitu "sex bebas". Sehingga bisa diprediksikan sejak awal tahun 2000, 80 % gadis - gadis dari kalangan pelajar dan mahasisiwi di Jogja sudah tidak perawan lagi. Sehingga berapa banyak sampai detik ini kejadian anak hamil di luar nikah ? apa lagi penyebabnya kalau bukan karena pacaran yang identik dengan "ZINA".
Ÿwur (#qç/tø)s? #’oTÌh“9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$y™ur Wx‹Î6y™ ÇÌËÈ
Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. ( al – isra' : 32 )
Demikian televisi mengajari anak-anak remaja agar berani melanggar batas-batas agama, mengajari mereka agar melakukan hubungan cinta yang diharamkan, bagaimana seorang pemuda menggaet seorang gadis dan bagaimana seorang gadis menjaring para pemuda, bagaimana caranya mengirim surat cinta, bagaimana mengatur janjian dengan ‘aman’, yang ini semua diajarkan oleh sinetron-sinetron remaja yang menjamur di setiap stasiun televisi. Saat itulah berbagai sajian di tv yang berbau pergaulan bebas diam – diam menghipnotis jiwa mereka. Bahkan,saat ini ada stasiun televisi yang hampir dalam setiap schedul acaranya berisi film – film cinta remaja, pencomblangan, dan lain – lain. Tersaji pula film cinta yang menceritakan percintaan anak SMP dan SD yang masih bau kencur , yang belum saatnya bagi mereka mengkonsumsi acara tersebut. Terlebih lagi dengan bebas beredarnya kaset cd porno yang kini tersedia sampai kalangan pedagang kaki lima.
Tindakan – tindakan kekerasan yang selama ini kerap terjadi di Indonesia mulai dari kalangan anak muda sampai orang tua, kasus – kasus pemerkosaan,pembunuhan, mutilasi, perampokan, pencurian, korupsi, penipuan, minuman keras, narkoba dan lain – lain, tidak diragukan lagi kalau salah satu faktor pendukung terjadinya hal tersebut di atas adalah karena warga Indonesia terlalu sering mengkonsumsi sajian – sajian televisi yang bernuansa serupa. Sesaat kita terlena serta terhanyut olehnya, kemudian tanpa disadari kita sendiri telah menjadi "korban imajinasi" dalam adegan televisi. Saat ini kita tidak sadar kalau dampak dari film – film super hero yang lebih mengandalkan kekerasan akan memberikan nilai negative bagi jiwa dan kepribadian anak – anak kita kelak. Begitu banyak macam ragam prilaku sosial yang disebabkan atau dipengaruhi oleh tontonan dan bacaan, sebut saja misalnya menjamurnya perbuatan asusila, pelacuran, lesbian, homoseks, pelecehan seksual, kemudian tindak kriminal seperti disebutkan di atas,. Semua itu menjadi fakta bagaimana TV sangat dominan mempengaruhi prilaku masyarakat dalam kehidupan sosial. Bahkan fenomena itu dipertontonkan oleh hampir semua media visual (TV), seperti acara “derap hukum” dan “patroli” yang tersaji dalam salah satu stasiun televise Indonesia. Tayangan tersebut di atas terkait dengan aspek moral, sehingga kualitas dan kuantitas kriminalitas meningkat karena para pelaku kriminal mendapatkan ‘kursus gratis’ tentang trik-trik kejahatan dari tayangan-tayangan televisi tersebut. Dan kini sedang trend pula dengan aspek budaya dan ideology, sebut saja misalnya tayangan-tayangan reality show, serta ada pula yang mengajarkan kita untuk berbuat ghibah seperti acara talk show di berbagai stasiun TV pula tentunya.
Apakah kita yang pada hakekatnya adalah khalifah di bumi akan menghilangkan jiwa sosial dan membawa diri kita sendiri pada kedzholiman hanya karena kita diperbudak oleh satu benda mati bernama televisi ?

Artinya : Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. ( al – baqoroh : 195 )
Kata jilbab tempo dulu identik dengan kerapihan, kesopanan, keanggunan, dan keramahan, saat ini semua itu berbalik. Akibat "fashion sok islami " yang ditampilkan para artis kita, dalam segmen yang begitu ganas menyelewengkan para wanita dari jalur yang lurus, membuat mereka jauh terhadap hijab syar’i, menyemangati mereka agar tabarruj (berhias yang tidak syar’i) dan buka-bukaan, berusaha menggeser kesucian dan kehormatan para wanita dengan acara-acara wawancara, seminar, dan pertemuan-pertemuan yang membahas tentang emansipasi dan kebebasan wanita.
Bagaimana bisa seseorang dikatakan berjilbab saat hanya mengenakan kerudung ketat yang hanya melingkar sampai di leher saja , busana baju atau kaos yang dipakaipun juga ketat sehingga nampaklah bentuk lekuk tubuh nan seksi serta bentuk buah dada. Belum lagi rok dan celana yang hanya terkesan menempel dan membungkus saja , sedangkan kainnya ketat dan bentuk pahapun terlihat jelas. Belum lagi model celana jeans cewek zaman sekarang yang batas lingkar pinggangnya hanya sampai di bawah pinggang, sampai – sampai apabila sang pemakai celana dalam keadaan duduk agak risih baginya untuk duduk tenang, karena takut bagian belakangnya terlihat. Saudari – saudariku kalau hal demikian sudah membuatmu tak nyaman, lantas kenapa kau masih memakainya ? janganlah hanya karena kau takut ketinggalan zaman, takut dibilang " gak gaul" lantas kau tinggalkan syariat islam.
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, ( an – nur : 31 )
Maka, jelaslah sudah kutipan ayat di atas bagi para muslimah, bahwa pemakaian jilbab yang sebenarnya adalah bukan hanya menutup aurat belaka, tapi juga agar bentuk lekuk tubuh dan perhiasan badan tidak telihat. Sehingga tidak menimbulkan fitnah serta membangkitkan hawa nafsu bagi orang lain. Karena kejahatan bukan timbul hanya karena adanya niat pelaku, tapi juga karena adanya kesempatan, waspadalah !
Sajian lain dari televisi yang mendangkalkan moral bangsa adalah kisah mitos dan mistik berbungkus tema islami seperti tayangan film yang ada di Indosiar. Dimana di situ ditayangkan misteri seekor siluman yang kerap dekat dengan perdukunan kemudian semuanya dilenyapkan oleh seorang ustadz sakti yang punya segala macam ilmu ajaib, itulah kebohongan nyata yang mengajak kita menjadi syirik.
Televisi memiliki andil yang besar dalam kasus-kasus perceraian dan keretakan rumah tangga dengan banyaknya tayangan-tayangan sinetron ‘keluarga’ yang mengajari seorang istri membangkang kepada suaminya, meminta kepada suaminya hal-hal yang di luar kesanggupan suaminya, membantah suaminya dengan ‘gaya-gaya artis sinetron’, mengajari suami dan istri selingkuh, mengajari anak-anak berani kepada orang tua, mengajari ‘anak tiri’ agar membenci kepada ‘ibu tirinya’, yang semuanya itu membuat keluarga-keluarga porak poranda dan menelantarkan anak-anak mereka.
Begitu mempesonanya ragam acara yang tersaji dalam televisi sehingga membuat kita lalai untuk melaksanakan sholat 5 waktu tepat pada waktunya, bahkan sampai rela meninggalkannya. Padahal Allah SWT sangat membenci mereka yang lalai akan sholatnya. Kita lalai karena sering mengakhirkan shalat demi mengikuti acara tv dan kita lalai pula karena melakukan shalat tergesa – gesa agar tidak ketinggalan acara tv yang diidolakan.
×@÷ƒuqsù šú,Íj#ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx¹ tbqèd$y™ ÇÎÈ
Artinya : Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
(al – maun 4-5 )
Lengkap sudah hipnotis monster yang satu ini, dengan acara – acara yang ternyata di balik itu semua bertujuan mendangkalakan moral bangsa ini. Sementara dapat disimpulkan pula menonton tv secara pribadi ada tiga hal :
Menyaksikan tontonan yang berguna tentang informasi terkini demi kepentingan agama dan dunianya, hal ini tidak masalah kecuali dapat menyeretnya dalam hal yang haram.
Menonton tayangan yang berbahaya bagi kepribadian , agama , dan dunianya, ini haram karena pada intinya setiap muslim bertanggung jawab memelihara dirinya dunia dan akhirat apalagi sampai melalaikan diri dengan memuaskan pribadi dan waktu untuk berlama – lama di depan layar tv sehingga lupa akan kewajiban kepada Allah, ini haram karena semuanya akan memberi dampak yang negative kepada pikiran dan perilaku kita untuk menirukan tayangan tv.
Menonton acara yang tidak bermanfaat juga tida berbahaya, ini laghwun ( sia – sia ) dan tidak selayaknya seorang muslim menyia – nyiakan waktu
Demikian pula untuk orang yang membelinya untuk dirinya dan keluarganya yang tidak bisa menghindari dari perkara haram, sekalipun ia tidak ikut menyaksikannya, maka ia tetap berdosa karena telah memfasilitasi orang lain untuk berniat haram.
Karena realita yang ada menunjukkan bahwa mayoritas tayangan-tayangan televisi saat ini adalah acara-acara yang di haramkan oleh syari’at islam, walaupun diselingi dengan program-program yang bermanfaa’at dalam bidang agama, pendidikan, dan pengetahuan, hanya saja program-program hiburannya lebih banyak berlawanan dengan norma-norma agama.
Maka televisi sebagai salah satu produk kemajuan peradaban adalah ibarat sebuah pisau yang bisa digunakan untuk hal yang bermanfaat dan bisa digunakan untuk hal yang membuat madhorot atau kerugian bagimanusia


REFERENSI :
Al – qur'anul karim
Kitab Fathurrahman
Fatawa Ath-thiflul Muslim










BANGSAKU BERSELIMUT LARA

Sendiri…
Kukemas rasa gundah di hati
Kala sang surya tak lagi berseri
Di seluruh pelosok negeri ini

Ada lara yang membengkak
Perlahan menggunung dan kini kian membengkak
Saat negeri ini kehilangan jejak
Manjauh dari nilai – nilai dan corak
Oleh tangan orang – orang yang congkak

Entah kemana larinya etika..
Saat tangan - tangan yang penuh dengan nista
Diam - diam meremas, merusak, memporak - porandakan budaya
Oleh jiwa busuk tikus - tikus Negara

Ke mana larinya tanggung jawab
Saat Negara ini diselimuti jiwa – jiwa biadab
Perlahan memanas, mengepul
Lalu hancur seolah – olah tanpa sebab
Meninggalkan kebinasaan yang nyaris merambat

Ketika kebebasan dituhankan
Keagamaan dan nilai moral dilecehkan
Rasa malu dianggap kemunafikan
Yang telanjang dijadikan seni kehidupan

Awalnya pornografi
Alasannya jiwa seni
Dampaknya pergaulan bebas sana sini
Akibatnya dihalalkan aborsi

Kudengar..
Rintihan burung cenderawasih
Menggelepak kesakitan di pelosok Irian jaya sana..
Hatinya pilu bercampur sedih
Bertanya – Tanya kepada alam yang kini sudah tak punya belas kasih
Kenapa jiwa manusia kini tak lagi bersih..
Kenapa mereka yang menjadi khalifah di bumi
Jiwanya lebih rakus daripada bangsa kami…

Aku malu...aku malu… aku malu…
Aku bertanya kepada pohon - pohon yang tak lagi menyapa tersipu
Ada apa… dengan bangsaku…

Seakan dunia ini semakin kejam
Hidup ini semakin remuk redam
Ya gusti…ya gusti…
Rasanya ingin aku berlari
Lepas dari semua kenyataan yang kau murkai ini..

Bangun pemuda…
Saatnya kita bangkit dari tidur panjang
Di dirimu ada harapan
Di tanganmu ada masa depan
Dan pastinya tuhan tidak akan tinggal diam
Dia yang Maha segalanya
Masih limpahkan kaum – kaum bijaksana
Demi kokohnya kedaulatan bangsa kita

Patutnya kau jadi orang yang bersyukur
Dianugrahi kesempatan berbaur
Bersama orang – orang berpekerti luhur
Di negeri yang kini sudah tak lagi makmur
Bila susah ada yang menghibur
Bila sedih ada yang mengatur
Bila salah masih ada yang menegur

Kami tahu ada perasaanmu yang mengganjal
Mengapa dulu kami tidak maximal
Mengapa dulu kami tidak optimal
Mengapa dulu kami tidak membangun negeri ini secara total

Kini tanggung jawab ada di tanganmu
Bukan saatnya lagi kau menyalahkan orang – orang terdahulu..
Yang hanya diam membisu
Saat ketidakadilan terus memburu

Pemuda..
Jadilah orang yang menyatakan kebenaran
Bukan membenarkan kenyataan
Jadilah orang yang bermanfaat bagi umat
jadilah kau orang besar dan bertanggung jawab
jangan lari dari kenyataan…
tapi hadapilah dan tuntaskan…

HILANGNYA JIWA PATRIOTISME

Mencetak Jiwa Nasionalisme Dan Patriotisme

Lucu, romantis, dan kocak, itulah kesan yang terdetik saat kita mengamati film “Naga Bonar Jadi 2”. Namun, sejak awal hingga akhir film ini terkemas satu pesan penting yang menjadi daya tarik bahkan perlu dijadikan contoh bagi para masyarakat Indonesia pada umumnya, dan pada para pemuda khususnya. Yaitu kepedulian sang sutradara, yang dengan lihainya menampakkan jiwa patriotisme atau hubbul wathan-nya yang betul – betul jarang bisa kita temukan pada kepribadian orang – orang Indonesia saat ini. Dalam film ini diceritakan seorang Naga Bonar yang mempunyai anak bernama Bonaga, seorang pengusaha yang ingin menjual tanah leluhurnya kepada investor jepang untuk dijadikan resort dan tempat wisata. Dengan tegas sang ayah, Naga Bonar menolak menjual meski hanya sejengkal tanah kepada bekas penjajah Indonesia itu " apa kata dunia " katanya.
Bila kita kembali pada fenomena yang ada di tanah air kita saat ini, fakta yang nyata bukannya jiwa mempertahankan kehormatan bangsa, malah menjual murah budayanya. Adalah suatu kehormatan dalam kehidupan bernegara yaitu jiwa mempertahankan kedaulatan dengan harga mati. Serta mendahulukan kepentingan berbangsa dibandingkan kepentingan individu yang tidak dapat ditawar lagi. Satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep kebersamaan. Dan menurut ensiklopedia Inggris, Patriotisme adalah Semangat cinta tanah air dan sikap bersedia mengorbankan apa saja untuk kejayaan dan kemakmuran negara. Namun, semuanya itu saat ini hanya terkesan bagai sebuah slogan saja yang dalam penerapannya adalah nihil. Padahal, hampir di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan di fakultas atau jurusan apapun itu terdapat satu mata kuliah yaitu “kewarnegaraan” atau apapun itu namanya saat ini , yang tujuannya agar para mahasiswa sebagai penerus bangsa terpatri dirinya untuk memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme tersebut. Tapi kenyataannya para pejabat negara yang notabene adalah sebagian contoh 'orang terpelajar', malah bisa dikatakan sebagai orang yg paling jauh dari arti nasionalisme dan patriotisme itu sendiri. Ironisnya, di saat bangsa ini diterpa dengan kemiskinan dan keterbelakangan, dana otonomi malah diselewengkan untuk kepentingan individu, Wallahu a’lam.
62 tahun yang lalu bangsa kita sudah terbebas dari pemerintahan kolonial serta penjajahan. Mungkinkah perjuangan para pahlawan yang melelahkan, yang saat itu benar - benar berprinsip bahwa NKRI adalah harga mati bisa ditebus dengan memelihara negeri ini dengan baik? Sungguh menyedihkan nasib bangsa saat ini. Sekian tahun lamanya kita terlepas dari penjajahan eksternal, kini serangan internal lebih dahsyat. Dalam artian, kita sekarang dihadapkan pada kondisi global yang dikelilingi serentet problem baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, pendidikan, dan kesehatan. Bahkan kondisi murkanya alam yang terus mengiringi bangsa kita akibat dari kerakusan manusia. Contoh hal kecil dalam permasalahan ekonomi yang paling terlihat sekarang adalah langkanya bahan bakar minyak, sulitnya mencari kerja dan mahalnya harga bahan pokok. Dampaknya, tidak tercukupinya sandang, pangan dan papan bagi rakyat. Dalam hal ini, dapat dikatakan mungkin pemerintah kurang bisa memberi solusi positif untuk kemakmuran rakyatnya. Berdasar fenomena itu, muncul dalam pikiran sebuah pertanyaan sederhana. Untuk apa kegiatan lomba, atau dipasangnya lampu hias di kampung yang sebenarnya pemborosan listrik yang ujung-ujungnya membebani rakyat. Mampukah dari situ menciptakan rasa patriotisme pada generasi muda kita, atau sekadar hura-hura? Belum lagi saat salah satu lagu daerah kita “rasa sayange” dan kerajinan “batik” diklaim milik penuh oleh Negara tetangga Malaysia. Semua orang rame mempermasalahkannya, sebenarnya ini salah siapa? Memang di satu sisi Negara itu bisa dikatakan salah dia mengklaim apa yang buakan miliknya adalah miliknya. Tapi lebih salah lagi saat kita yang memiliki berjuta kebudayaan malah tidak menjaganya bahkan terkesan meninggalkannya. Beramai – ramai masyarakat Indonesia mempermasalahkan hal ini, padahal jauh hari sebelumnya kita tidak tahu menahu bahkan terkesan tidak perduli dengan satu kepemilikan kita yang sangat berharga itu.
Adalah hal yang sangat hina di saat Negara kita tertimpa konflik di Ambon, Poso, dan Maluku, seorang anak bangsa meminta campur tangan dari pasukan Negara lain untuk menyelesaikannya. Setidaknya itu memberi kesan kepada dunia bahwa betapa rendahnya jiwa nasionalisme dan patriotisme warga Negara Indonesia, sampai - sampai tidak mampu menyelesaikan permasalahan dalam negerinya sendiri. Lebih buruk lagi bila ada pernyataan kalau bangsa Indonesia hanya bisa lari dari permasalahan dan tidak mau perduli dengan kepentingan negaranya.
Lantas, bagaimanakah seharusnya para generasi muda dalam memahami dan merealasikan makna dari kata patriotisme itu sendiri? Apakah sekedar mengingat kehebatan dan keberanian pejuang masa lalu dalam merebut kemerdekaan, menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya , atau mengadakan lomba serta pertunjukan karaoke dan begadang main kartu semalaman? Makna sebenarnya, membuktikan kepada dunia atas apa yang kita kuasai demi cinta negeri ini.
Maka perlu ada upaya nyata dalam penanaman jiwa ini, sesuai realita yang ada
Negeri ini kehilangan uswatun hasanah yang memiliki jiwa tanggung jawab penuh dengan jiwa totalitas yang prima. Intinya, krisis moral yang melanda kita saat ini punya andil besar dalam mempengaruhi hilangnya semangat cinta bela Negara. Semuanya kini kembali pada individual kita masing – masing untuk bisa belajar bertanggung jawab. Bukan hanya untuk maslahat bangsa semata namun juga untuk masa depan para pemuda.

Jumat, 28 Maret 2008

assalamaualaikum

selamat datang di blognya mas leadercompass