Selasa, 22 April 2008

GLOBALISASI UNTUK UMAT

Globalisasi Untuk Umat
Fasilitas Masa Depan Ataukah Racun Peradaban ?
oleh : Firman Arifandi

 Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.( al – anbiya’ :107 )

Cukup jelas dari ayat Al – qur’an di atas bahwasanya ajaran Islam datang dari Allah diserukan untuk sekalian umat manusia di muka bumi dengan perdamaian tentunya. Dalam artian, Islam adalah agama yang mengglobal dan universal, yang ajarannya tidak melampaui batas apapun, tidak membedakan ras, suku , etnis, negara, dan bahasa.
Dalam ensiklopedi inggris kata globalisasi berarti “the fact that different cultures and economic systems around the world are becoming connected and similar to each other because of the influence of large multinational companies and of improved communication”. Dalam hal ini, berarti bahwa revolusi teknologi transportasi dan informatika serta komunikasi dan jaringan kerja internasional sangat berperan besar dalam mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di era sekarang ini. Globalisasi adalah konsekuensi dari timbulnya kemudahan komunikasi dan jaringan kerja. Dia juga memberikan dampak pada perkembangan perekonomian, informasi, kebudayaan dan lain – lain.
Bila ditelusuri sejarahnya, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negara sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain, baik melalui jalan darat maupun jalan laut untuk berdagang. Dalam referensi lain, disebutkan beberapa fase tentang nampaknya globalisasi ini seperti terbentuknya jaringan dagang oleh muslim arab di Asia dan Afrika. Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap pertukaran kebudayaan di dunia. selanjutnya terus berjalan dan mendapat puncaknya ketika perang dingin.
Ada beberapa hal yang membuktikan bahwa fenomena globalisasi telah berkembang dengan pesat. Pertama, semakin cepatnya akses ruang dan waktu. Dengan adanya barang – barang seperti faximili, hand phone, internet, dan televisi menunjukkan komunikasi global universal berkembang begitu cepat. Kedua, dengan adanya ekspor dan impor membuat saling ketergantungan perekonomian global antar Negara begitu kuat. Ketiga, kehadiran turis dan wisatawan asing ke suatu negara membuktikan bahwa telah terjadi interaksi globalisasi kultur.
Namun, disisi lain tidak sedikit umat yang memandangnya sebagai sebuah zaman yang membawa keluar hidup manusia jauh dari konsep keislaman. Yang kemudian, dari sana pula berkembang beberapa ideologi yang malah bertentangan dengan ajaran Diinullah. Disamping itu, globalisasi adalah benih kecil dari pluralisme keagamaan, dalam hal ini adalah globalisasi kultur kebudayaan yang banyak merubah lifestyle masyarakat. Setitik realita yang ada adalah semakin mudah berkembangnya budaya kehidupan barat di tanah air yang identik dengan pergaulan bebasnya. Karena pada kenyataannya, gerakan globalisasi merupakan misi barat yang bertujuan agar semua unsur kehidupan yang berkaitan dengan agama menjadi terbuka bebas tanpa batas menerima ideologi dan nilai – nilai kebudayaan barat seperti hak asasi manusia, persamaan gender / feminisme, liberalisme, dan sekularisme. Sehingga, saat ini dunia barat dipandang sebagai pusat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, serta gaya hidupnya dipandang sebagai standar pola hidup yang relevan untuk diterapkan.
Jika kita perdalami lagi, setelah berakhirnya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, perhatian Barat terhadap Islam kelihatan semakin meningkat, baik dalam kontrol positif maupun negatif. Yang pasti, adanya kebangkitan dunia Islam dan kekhawatiran Barat terhadap dunia Islam merupakan kenyataan yang sulit di ingkari. Selanjutnya, kehadiran globalisasi yang membawa ribuan racun bagi kehidupan Islam khususnya merupakan sebuah tantangan yang membutuhkan jawaban. Maka, diperlukan pemahaman islam yang lebih mendalam guna meminimalisir kerugian yang akan dihadapi umat Islam sendiri. Jika dilihat dari segi poisitifnya, era globalisasi ini sesungguhnya merupakan peluang bagi Islam untuk kembali berperan aktif dalam persaingan dunia, terutama untuk ikut serta menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Islam memiliki doktrin, bukan sekedar gagasan, yang jelas dan secara realita siap diuji mengenai segala hal yang ada kaitannya dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip keadilan, etika politik, bisnis, dan lain sebagainya.
Ironisnya, isu terorisme yang mendunia saat ini menjadikan image islam di mata dunia semakin terkesan hina, keras, dan tanpa ampun. Di sinilah peran barat yang dengan lihainya menggunakan beragam media visual menghipnotis dunia memutar balikkan fakta dalam menilai jalan hidup Islam. Berawal dari paska insiden 11 September 2001 lalu saat WTC dan Pentagon dibom oleh para teroris yang kemudian diakui provokatornya adalah kelompok Islam garis keras “Al – qaeda”. Entah benar atau salah tuduhan itu, akhirnya islam secara keseluruhan dipandang sebagai agama yang tidak mengenal toleransi. Inilah tantangan ke dua yang dihadapi agama kita setelah hantaman dari luar berupa globalisasi dan embel – embelnya menyerang, dari perkara internalpun kita mendapat serangan dengan munculnya beberapa gerakan – gerakan garis keras. Timbulnya radikalisme dalam islam, mungkin karena misunderstanding dalam memaknai kata jihad. Berjuang di jalan Allah dalam menghentikan gerakan kafirin bukan berarti membinasakan mereka dengan teror atau pembunuhan yang tanpa alasan keterpaksaan untuk mempertahankan diri. Namun, ada step, waktu, tempat, dan aturan kapan kita harus melakukannya. Sesuai hadist nabi, berjihad dalam menghadapi kemungkaran melawan kuffar dan munafikin hendaknya melalui empat tahap : yaitu berjihad dengan qolbu atau hati, selanjutnya dengan lisan atau peringatan, kemudian dengan harta, dan terakhir dengan tangan atau kekuasaan. Bukan asal memusnahkan mereka saja, malah membinasakan kaum muslim di sekitarnya. Dalam hal ini berkaitan pula dengan etika berdakwah dalam Islam yang tidak membenarkan kekerasan dalam penerapannya, karena sebagai agama rahmatan lil alamin, Islam sebenarnya hadir dengan cara yang amat simpatik, ramah, santun serta tidak menyebarkan fitnah yang dapat mengakibatkan kerusuhan dan membakar amarah. Dalam penyebarannya, Islam tidak membenarkan adanya paksaan. Sebab, paksaan terhadap suatu agama hanya akan menimbulkan problem baru yang lebih berbahaya dengan etika dan sopan santun, setiap orang akan tersentuh hatinya begitupula sebaliknya, dalam al – qur’an dikatakan :

YANG Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya ( Ali – Imron :159 )
Indonesia yang merupakan populasi muslim terbesar di dunia ternyata mendapat sorotan khusus dari pihak barat. Menganggap komunitas yang banyak adalah tantangan yang dahsyat, akhirnya ideologi barat dipasarkannya di tanah air. Dengan munculnya gerakan feminisme yang ingin memperjuangkan persamaan gender adalah cikal bakal dari awal liberalisme yang lebih mengutamakan kebenaran rasio dan akal. Selanjutnya mengalir pula paham pluralisme agama yang jelas diadopsi oleh sekelompok oknum dari barat. Maka, terjadilah peleburan nilai-nilai dan doktrin-doktrin keagamaan Islam kedalam pemikiran modernisasi dan globalisasi.
terlepas dari itu semua , marilah kita sama – sama menengok realita yang ada di seputar tanah air mengingat moral bangsa yang kini melenceng jauh dari realita budaya asli timur. Bangsa Indonesia yang mayoritas adalah muslim kini lebih identik dengan pergaulan bebas yang pada dasarnya mereka mengkonsumsi mentah – mentah beragam sajian dari beberapa media seperti tv, internet, majalah, dan lain – lain, yang ternyata itu adalah racun bagi masa depan mereka sendiri. Saat ini seolah – olah kebebasan dipertuhankan, rasa malu dianggap sebagai symbol kemunafikan, lebih lagi saat pornoaksi dan pornografi dianggap sebagai wujud dari seni kehidupan. Mengamati semua realita yang ada, paling tidak ada beberapa faktor penyebab mengapa begitu mudah masyarakat mengkonsumsi budaya barat. Pertama, umat islam Indonesia tidak memiliki latar belakang keislaman yang kuat, sehingga dengan mudahnya mereka mengkonsumsi gaya hidup yang dianggap lebih nyaman. Tak adanya ruang pemisah antara lelaki dan perempuan contohnya, bisa menyulut terjadinya pergaulan bebas dan krisis moral. Menjaga dan memperhatikan masalah kesucian di lingkungan masyarakat, termasuk di lingkungan belajar dan kerja, merupakan langkah untuk menciptakan masyarakat yang berpikiran positif. Meskipun kenyataanya ini tidak mungkin terjadi di Indonesia. Kedua, masyarakat kurang bisa melakukan filter terhadap pengaruh – pengaruh yang datang dari berbagai media, meskipun pemerintah telah melakukan tindakan seperti mengadakan lembaga sensor perfilman, namun masih ada saja jalan pintas yang bisa dilakukan untuk mengelabui semua itu. Ketiga, target utama dari pergaulan bebas adalah remaja yang identik dengan masa puberitas. Maka peran orang tua dan lingkungan pendidikan sangat berpengaruh pada mereka. Keempat, Hukum/aturan perundang-undangan belum sepenuhnya ditegakkan. Satu contoh adalah RUU anti – pornografi dan pornoaksi yang konsepnya sudah disepakati, namun sampai saat ini masih belum juga disahkan. Akibatnya, pemerkosaan dan tidakan kekerasan terhadap perempuan makin merajalela, sex bebas dan prostitusi seolah – olah adalah kewajaran. Hal ini disebabkan karena masyarakat telah menjadi korban imajinasi dengan bebasnya tayangan – tayangan yang jelas keluar dari standar kewajaran norma susila.
Seabrek permasalahan yang ada saat ini adalah tantangan ril yang benar – benar harus dihadapi dan disiasati. Meskipun tidak bisa dihilangkan, setidaknya diminimalisir pengaruh negatifnya. Karena globalisasi adalah sebuah kenyataan yang datang dengan suguhan fasilitas modern serba praktis dan menguntungkan. kehadirannya membutuhkan kecerdasan dan kerja keras, bukan dengan sikap pasrah, dan tidak kreatif yang nantinya malah menjadi racun karena keterlenaan kita. Apalagi di zaman serba modern ini, dunia Barat dipandang sebagai kiblat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terlebih kebudayaanya. Sementara itu, ajaran Islam seolah – olah sudah tidak layak pakai lagi dan out of date. Karena itu dalam era globalisasi, umat Islam harus mampu menunjukkan bahwa Islam tidak tertinggal oleh kemodernan bahkan membawa kebaikan bagi umat lainnya. Institusi pendidikan Islam seperti pesantren sudah sewajarnya mengembangkan keilmuan yang sesuai dengan tuntutan zaman, sebagai tameng menghadapi pesatnya serangan pendangkalan moral. Karena dengan pengetahuan keislaman, masyarakat akan mampu mengikuti perkembangan zaman, namun tetap berdasarkan syariat Islam.
Di samping menghadapi globalisasi, umat Islam secara pribadi juga harus mampu menjaga diri dan memerangi hawa nafsu yang jika tidak terkendali akan merusak tatanan sosial kemasyarakatan. Di sini kita dituntut untuk Mengikuti kata hati berdasarkan rasa tanggung jawab terhadap agama serta rasa cinta pada Allah dan Rasulnya berikut memasyarakatkan kebaikan dan menepis kehinaan dan kerendahan moral . Di sinilah sebenarnya peran ilmu pengetahuan dan kesadaran beragama sangat berkesinambungan. Karena ilmu pengetahuan jika dikuasai oleh orang-orang yang amanah pastinya umatpun akan merasakan ketentraman, sebaliknya jika berada pada mereka yang tidak bertanggung jawab atas kehidupan beragama niscaya realita negativ dari dampak globalisasi kultur dan segala rentetan ideologinya akan mudah berkembang dan terus meracuni umat. Sehinga paling tidak dengan dua hal tersebut di atas, proses globalisasi dapat dimanfaatkan layaknya fasilitas yang menjanjikan keuntungan untuk semua pihak. Ibarat memegang pisau, bila kita gunakan semaximal mungkin untuk hal yang bermanfaat tentunya akan menguntungkan, namun jika sebaliknya yang dilakukan malah akan mendatangkan kerugaian dan kemadhorotan.


Referensi :

1. Jameelah, Maryam, “ Islam and Modernism ”, Yusuf Khan publisher,
Lahore, 1977
2. http://www.insistnet.com
3. http://www.republika.co.id
4. http://www.waspada.co.id

SAAT TELEVISI MENJADI KIBLAT BARU


Oleh : Firman Arifandi

"Dan di sini, bukan untuk berdamai dengan hukummu. Kami ( yahudi ) di sini untuk mengubahmu, dari luar dan dari dalam jiwamu. Ini bukan sebuah protes, tapi inilah kebangkitan untuk mengubah dan kemudian memerangimu" ( Robert Arthur Lewis ). Kalimat di atas merupakan kutipan dari pidato salah seorang tokoh yahudi yang bertekad memerangi islam dengan pendangkalan moral melalui media kehidupan modern seiring pesatnya tekhnologi.

S
atu dari ribuan bumbu – bumbu racun peradaban yang sangat berpengaruh dan berperan penting dalam pendangkalan aqidah dan moral bangsa saat ini adalah televisi. Gayanya dalam menghipnotis otak dan kepribadian kita khususnya umat islam Indonesia begitu rapi terbungkus. Sehingga tak dapat dipungkiri lagi, saat ini budaya dan moral bangsa kita sudah bisa dikatakan punah, laksana sampah yang terhempas dari tengah lautan. Dan inilah salah satu senjata yang digunakan kaum Lan - Tardho untuk memerangi kita saat ini.
Budaya kehidupan barat yang identik dengan pergaulan bebasnya, kini bukan hal yang aneh lagi di kalangan anak – anak remaja Indonesia. Kata " nge – date " atau kencan sudah merupakan perkara yang tidak asing lagi bagi mereka. Lifestyle atau gaya hidup merekapun tak jauh beda layaknya orang barat yang terkesan hura – hura, berpakaian serba minim sehingga auratnya tanpa malu dipertontonkan di hadapan orang banyak. Dari sanalah muncul dan berkembang lagi gaya hidup yang lebih hina yaitu "sex bebas". Sehingga bisa diprediksikan sejak awal tahun 2000, 80 % gadis - gadis dari kalangan pelajar dan mahasisiwi di Jogja sudah tidak perawan lagi. Sehingga berapa banyak sampai detik ini kejadian anak hamil di luar nikah ? apa lagi penyebabnya kalau bukan karena pacaran yang identik dengan "ZINA".
Ÿwur (#qç/tø)s? #’oTÌh“9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$y™ur Wx‹Î6y™ ÇÌËÈ
Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. ( al – isra' : 32 )
Demikian televisi mengajari anak-anak remaja agar berani melanggar batas-batas agama, mengajari mereka agar melakukan hubungan cinta yang diharamkan, bagaimana seorang pemuda menggaet seorang gadis dan bagaimana seorang gadis menjaring para pemuda, bagaimana caranya mengirim surat cinta, bagaimana mengatur janjian dengan ‘aman’, yang ini semua diajarkan oleh sinetron-sinetron remaja yang menjamur di setiap stasiun televisi. Saat itulah berbagai sajian di tv yang berbau pergaulan bebas diam – diam menghipnotis jiwa mereka. Bahkan,saat ini ada stasiun televisi yang hampir dalam setiap schedul acaranya berisi film – film cinta remaja, pencomblangan, dan lain – lain. Tersaji pula film cinta yang menceritakan percintaan anak SMP dan SD yang masih bau kencur , yang belum saatnya bagi mereka mengkonsumsi acara tersebut. Terlebih lagi dengan bebas beredarnya kaset cd porno yang kini tersedia sampai kalangan pedagang kaki lima.
Tindakan – tindakan kekerasan yang selama ini kerap terjadi di Indonesia mulai dari kalangan anak muda sampai orang tua, kasus – kasus pemerkosaan,pembunuhan, mutilasi, perampokan, pencurian, korupsi, penipuan, minuman keras, narkoba dan lain – lain, tidak diragukan lagi kalau salah satu faktor pendukung terjadinya hal tersebut di atas adalah karena warga Indonesia terlalu sering mengkonsumsi sajian – sajian televisi yang bernuansa serupa. Sesaat kita terlena serta terhanyut olehnya, kemudian tanpa disadari kita sendiri telah menjadi "korban imajinasi" dalam adegan televisi. Saat ini kita tidak sadar kalau dampak dari film – film super hero yang lebih mengandalkan kekerasan akan memberikan nilai negative bagi jiwa dan kepribadian anak – anak kita kelak. Begitu banyak macam ragam prilaku sosial yang disebabkan atau dipengaruhi oleh tontonan dan bacaan, sebut saja misalnya menjamurnya perbuatan asusila, pelacuran, lesbian, homoseks, pelecehan seksual, kemudian tindak kriminal seperti disebutkan di atas,. Semua itu menjadi fakta bagaimana TV sangat dominan mempengaruhi prilaku masyarakat dalam kehidupan sosial. Bahkan fenomena itu dipertontonkan oleh hampir semua media visual (TV), seperti acara “derap hukum” dan “patroli” yang tersaji dalam salah satu stasiun televise Indonesia. Tayangan tersebut di atas terkait dengan aspek moral, sehingga kualitas dan kuantitas kriminalitas meningkat karena para pelaku kriminal mendapatkan ‘kursus gratis’ tentang trik-trik kejahatan dari tayangan-tayangan televisi tersebut. Dan kini sedang trend pula dengan aspek budaya dan ideology, sebut saja misalnya tayangan-tayangan reality show, serta ada pula yang mengajarkan kita untuk berbuat ghibah seperti acara talk show di berbagai stasiun TV pula tentunya.
Apakah kita yang pada hakekatnya adalah khalifah di bumi akan menghilangkan jiwa sosial dan membawa diri kita sendiri pada kedzholiman hanya karena kita diperbudak oleh satu benda mati bernama televisi ?

Artinya : Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. ( al – baqoroh : 195 )
Kata jilbab tempo dulu identik dengan kerapihan, kesopanan, keanggunan, dan keramahan, saat ini semua itu berbalik. Akibat "fashion sok islami " yang ditampilkan para artis kita, dalam segmen yang begitu ganas menyelewengkan para wanita dari jalur yang lurus, membuat mereka jauh terhadap hijab syar’i, menyemangati mereka agar tabarruj (berhias yang tidak syar’i) dan buka-bukaan, berusaha menggeser kesucian dan kehormatan para wanita dengan acara-acara wawancara, seminar, dan pertemuan-pertemuan yang membahas tentang emansipasi dan kebebasan wanita.
Bagaimana bisa seseorang dikatakan berjilbab saat hanya mengenakan kerudung ketat yang hanya melingkar sampai di leher saja , busana baju atau kaos yang dipakaipun juga ketat sehingga nampaklah bentuk lekuk tubuh nan seksi serta bentuk buah dada. Belum lagi rok dan celana yang hanya terkesan menempel dan membungkus saja , sedangkan kainnya ketat dan bentuk pahapun terlihat jelas. Belum lagi model celana jeans cewek zaman sekarang yang batas lingkar pinggangnya hanya sampai di bawah pinggang, sampai – sampai apabila sang pemakai celana dalam keadaan duduk agak risih baginya untuk duduk tenang, karena takut bagian belakangnya terlihat. Saudari – saudariku kalau hal demikian sudah membuatmu tak nyaman, lantas kenapa kau masih memakainya ? janganlah hanya karena kau takut ketinggalan zaman, takut dibilang " gak gaul" lantas kau tinggalkan syariat islam.
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, ( an – nur : 31 )
Maka, jelaslah sudah kutipan ayat di atas bagi para muslimah, bahwa pemakaian jilbab yang sebenarnya adalah bukan hanya menutup aurat belaka, tapi juga agar bentuk lekuk tubuh dan perhiasan badan tidak telihat. Sehingga tidak menimbulkan fitnah serta membangkitkan hawa nafsu bagi orang lain. Karena kejahatan bukan timbul hanya karena adanya niat pelaku, tapi juga karena adanya kesempatan, waspadalah !
Sajian lain dari televisi yang mendangkalkan moral bangsa adalah kisah mitos dan mistik berbungkus tema islami seperti tayangan film yang ada di Indosiar. Dimana di situ ditayangkan misteri seekor siluman yang kerap dekat dengan perdukunan kemudian semuanya dilenyapkan oleh seorang ustadz sakti yang punya segala macam ilmu ajaib, itulah kebohongan nyata yang mengajak kita menjadi syirik.
Televisi memiliki andil yang besar dalam kasus-kasus perceraian dan keretakan rumah tangga dengan banyaknya tayangan-tayangan sinetron ‘keluarga’ yang mengajari seorang istri membangkang kepada suaminya, meminta kepada suaminya hal-hal yang di luar kesanggupan suaminya, membantah suaminya dengan ‘gaya-gaya artis sinetron’, mengajari suami dan istri selingkuh, mengajari anak-anak berani kepada orang tua, mengajari ‘anak tiri’ agar membenci kepada ‘ibu tirinya’, yang semuanya itu membuat keluarga-keluarga porak poranda dan menelantarkan anak-anak mereka.
Begitu mempesonanya ragam acara yang tersaji dalam televisi sehingga membuat kita lalai untuk melaksanakan sholat 5 waktu tepat pada waktunya, bahkan sampai rela meninggalkannya. Padahal Allah SWT sangat membenci mereka yang lalai akan sholatnya. Kita lalai karena sering mengakhirkan shalat demi mengikuti acara tv dan kita lalai pula karena melakukan shalat tergesa – gesa agar tidak ketinggalan acara tv yang diidolakan.
×@÷ƒuqsù šú,Íj#ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx¹ tbqèd$y™ ÇÎÈ
Artinya : Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
(al – maun 4-5 )
Lengkap sudah hipnotis monster yang satu ini, dengan acara – acara yang ternyata di balik itu semua bertujuan mendangkalakan moral bangsa ini. Sementara dapat disimpulkan pula menonton tv secara pribadi ada tiga hal :
Menyaksikan tontonan yang berguna tentang informasi terkini demi kepentingan agama dan dunianya, hal ini tidak masalah kecuali dapat menyeretnya dalam hal yang haram.
Menonton tayangan yang berbahaya bagi kepribadian , agama , dan dunianya, ini haram karena pada intinya setiap muslim bertanggung jawab memelihara dirinya dunia dan akhirat apalagi sampai melalaikan diri dengan memuaskan pribadi dan waktu untuk berlama – lama di depan layar tv sehingga lupa akan kewajiban kepada Allah, ini haram karena semuanya akan memberi dampak yang negative kepada pikiran dan perilaku kita untuk menirukan tayangan tv.
Menonton acara yang tidak bermanfaat juga tida berbahaya, ini laghwun ( sia – sia ) dan tidak selayaknya seorang muslim menyia – nyiakan waktu
Demikian pula untuk orang yang membelinya untuk dirinya dan keluarganya yang tidak bisa menghindari dari perkara haram, sekalipun ia tidak ikut menyaksikannya, maka ia tetap berdosa karena telah memfasilitasi orang lain untuk berniat haram.
Karena realita yang ada menunjukkan bahwa mayoritas tayangan-tayangan televisi saat ini adalah acara-acara yang di haramkan oleh syari’at islam, walaupun diselingi dengan program-program yang bermanfaa’at dalam bidang agama, pendidikan, dan pengetahuan, hanya saja program-program hiburannya lebih banyak berlawanan dengan norma-norma agama.
Maka televisi sebagai salah satu produk kemajuan peradaban adalah ibarat sebuah pisau yang bisa digunakan untuk hal yang bermanfaat dan bisa digunakan untuk hal yang membuat madhorot atau kerugian bagimanusia


REFERENSI :
Al – qur'anul karim
Kitab Fathurrahman
Fatawa Ath-thiflul Muslim










BANGSAKU BERSELIMUT LARA

Sendiri…
Kukemas rasa gundah di hati
Kala sang surya tak lagi berseri
Di seluruh pelosok negeri ini

Ada lara yang membengkak
Perlahan menggunung dan kini kian membengkak
Saat negeri ini kehilangan jejak
Manjauh dari nilai – nilai dan corak
Oleh tangan orang – orang yang congkak

Entah kemana larinya etika..
Saat tangan - tangan yang penuh dengan nista
Diam - diam meremas, merusak, memporak - porandakan budaya
Oleh jiwa busuk tikus - tikus Negara

Ke mana larinya tanggung jawab
Saat Negara ini diselimuti jiwa – jiwa biadab
Perlahan memanas, mengepul
Lalu hancur seolah – olah tanpa sebab
Meninggalkan kebinasaan yang nyaris merambat

Ketika kebebasan dituhankan
Keagamaan dan nilai moral dilecehkan
Rasa malu dianggap kemunafikan
Yang telanjang dijadikan seni kehidupan

Awalnya pornografi
Alasannya jiwa seni
Dampaknya pergaulan bebas sana sini
Akibatnya dihalalkan aborsi

Kudengar..
Rintihan burung cenderawasih
Menggelepak kesakitan di pelosok Irian jaya sana..
Hatinya pilu bercampur sedih
Bertanya – Tanya kepada alam yang kini sudah tak punya belas kasih
Kenapa jiwa manusia kini tak lagi bersih..
Kenapa mereka yang menjadi khalifah di bumi
Jiwanya lebih rakus daripada bangsa kami…

Aku malu...aku malu… aku malu…
Aku bertanya kepada pohon - pohon yang tak lagi menyapa tersipu
Ada apa… dengan bangsaku…

Seakan dunia ini semakin kejam
Hidup ini semakin remuk redam
Ya gusti…ya gusti…
Rasanya ingin aku berlari
Lepas dari semua kenyataan yang kau murkai ini..

Bangun pemuda…
Saatnya kita bangkit dari tidur panjang
Di dirimu ada harapan
Di tanganmu ada masa depan
Dan pastinya tuhan tidak akan tinggal diam
Dia yang Maha segalanya
Masih limpahkan kaum – kaum bijaksana
Demi kokohnya kedaulatan bangsa kita

Patutnya kau jadi orang yang bersyukur
Dianugrahi kesempatan berbaur
Bersama orang – orang berpekerti luhur
Di negeri yang kini sudah tak lagi makmur
Bila susah ada yang menghibur
Bila sedih ada yang mengatur
Bila salah masih ada yang menegur

Kami tahu ada perasaanmu yang mengganjal
Mengapa dulu kami tidak maximal
Mengapa dulu kami tidak optimal
Mengapa dulu kami tidak membangun negeri ini secara total

Kini tanggung jawab ada di tanganmu
Bukan saatnya lagi kau menyalahkan orang – orang terdahulu..
Yang hanya diam membisu
Saat ketidakadilan terus memburu

Pemuda..
Jadilah orang yang menyatakan kebenaran
Bukan membenarkan kenyataan
Jadilah orang yang bermanfaat bagi umat
jadilah kau orang besar dan bertanggung jawab
jangan lari dari kenyataan…
tapi hadapilah dan tuntaskan…

HILANGNYA JIWA PATRIOTISME

Mencetak Jiwa Nasionalisme Dan Patriotisme

Lucu, romantis, dan kocak, itulah kesan yang terdetik saat kita mengamati film “Naga Bonar Jadi 2”. Namun, sejak awal hingga akhir film ini terkemas satu pesan penting yang menjadi daya tarik bahkan perlu dijadikan contoh bagi para masyarakat Indonesia pada umumnya, dan pada para pemuda khususnya. Yaitu kepedulian sang sutradara, yang dengan lihainya menampakkan jiwa patriotisme atau hubbul wathan-nya yang betul – betul jarang bisa kita temukan pada kepribadian orang – orang Indonesia saat ini. Dalam film ini diceritakan seorang Naga Bonar yang mempunyai anak bernama Bonaga, seorang pengusaha yang ingin menjual tanah leluhurnya kepada investor jepang untuk dijadikan resort dan tempat wisata. Dengan tegas sang ayah, Naga Bonar menolak menjual meski hanya sejengkal tanah kepada bekas penjajah Indonesia itu " apa kata dunia " katanya.
Bila kita kembali pada fenomena yang ada di tanah air kita saat ini, fakta yang nyata bukannya jiwa mempertahankan kehormatan bangsa, malah menjual murah budayanya. Adalah suatu kehormatan dalam kehidupan bernegara yaitu jiwa mempertahankan kedaulatan dengan harga mati. Serta mendahulukan kepentingan berbangsa dibandingkan kepentingan individu yang tidak dapat ditawar lagi. Satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep kebersamaan. Dan menurut ensiklopedia Inggris, Patriotisme adalah Semangat cinta tanah air dan sikap bersedia mengorbankan apa saja untuk kejayaan dan kemakmuran negara. Namun, semuanya itu saat ini hanya terkesan bagai sebuah slogan saja yang dalam penerapannya adalah nihil. Padahal, hampir di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan di fakultas atau jurusan apapun itu terdapat satu mata kuliah yaitu “kewarnegaraan” atau apapun itu namanya saat ini , yang tujuannya agar para mahasiswa sebagai penerus bangsa terpatri dirinya untuk memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme tersebut. Tapi kenyataannya para pejabat negara yang notabene adalah sebagian contoh 'orang terpelajar', malah bisa dikatakan sebagai orang yg paling jauh dari arti nasionalisme dan patriotisme itu sendiri. Ironisnya, di saat bangsa ini diterpa dengan kemiskinan dan keterbelakangan, dana otonomi malah diselewengkan untuk kepentingan individu, Wallahu a’lam.
62 tahun yang lalu bangsa kita sudah terbebas dari pemerintahan kolonial serta penjajahan. Mungkinkah perjuangan para pahlawan yang melelahkan, yang saat itu benar - benar berprinsip bahwa NKRI adalah harga mati bisa ditebus dengan memelihara negeri ini dengan baik? Sungguh menyedihkan nasib bangsa saat ini. Sekian tahun lamanya kita terlepas dari penjajahan eksternal, kini serangan internal lebih dahsyat. Dalam artian, kita sekarang dihadapkan pada kondisi global yang dikelilingi serentet problem baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, pendidikan, dan kesehatan. Bahkan kondisi murkanya alam yang terus mengiringi bangsa kita akibat dari kerakusan manusia. Contoh hal kecil dalam permasalahan ekonomi yang paling terlihat sekarang adalah langkanya bahan bakar minyak, sulitnya mencari kerja dan mahalnya harga bahan pokok. Dampaknya, tidak tercukupinya sandang, pangan dan papan bagi rakyat. Dalam hal ini, dapat dikatakan mungkin pemerintah kurang bisa memberi solusi positif untuk kemakmuran rakyatnya. Berdasar fenomena itu, muncul dalam pikiran sebuah pertanyaan sederhana. Untuk apa kegiatan lomba, atau dipasangnya lampu hias di kampung yang sebenarnya pemborosan listrik yang ujung-ujungnya membebani rakyat. Mampukah dari situ menciptakan rasa patriotisme pada generasi muda kita, atau sekadar hura-hura? Belum lagi saat salah satu lagu daerah kita “rasa sayange” dan kerajinan “batik” diklaim milik penuh oleh Negara tetangga Malaysia. Semua orang rame mempermasalahkannya, sebenarnya ini salah siapa? Memang di satu sisi Negara itu bisa dikatakan salah dia mengklaim apa yang buakan miliknya adalah miliknya. Tapi lebih salah lagi saat kita yang memiliki berjuta kebudayaan malah tidak menjaganya bahkan terkesan meninggalkannya. Beramai – ramai masyarakat Indonesia mempermasalahkan hal ini, padahal jauh hari sebelumnya kita tidak tahu menahu bahkan terkesan tidak perduli dengan satu kepemilikan kita yang sangat berharga itu.
Adalah hal yang sangat hina di saat Negara kita tertimpa konflik di Ambon, Poso, dan Maluku, seorang anak bangsa meminta campur tangan dari pasukan Negara lain untuk menyelesaikannya. Setidaknya itu memberi kesan kepada dunia bahwa betapa rendahnya jiwa nasionalisme dan patriotisme warga Negara Indonesia, sampai - sampai tidak mampu menyelesaikan permasalahan dalam negerinya sendiri. Lebih buruk lagi bila ada pernyataan kalau bangsa Indonesia hanya bisa lari dari permasalahan dan tidak mau perduli dengan kepentingan negaranya.
Lantas, bagaimanakah seharusnya para generasi muda dalam memahami dan merealasikan makna dari kata patriotisme itu sendiri? Apakah sekedar mengingat kehebatan dan keberanian pejuang masa lalu dalam merebut kemerdekaan, menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya , atau mengadakan lomba serta pertunjukan karaoke dan begadang main kartu semalaman? Makna sebenarnya, membuktikan kepada dunia atas apa yang kita kuasai demi cinta negeri ini.
Maka perlu ada upaya nyata dalam penanaman jiwa ini, sesuai realita yang ada
Negeri ini kehilangan uswatun hasanah yang memiliki jiwa tanggung jawab penuh dengan jiwa totalitas yang prima. Intinya, krisis moral yang melanda kita saat ini punya andil besar dalam mempengaruhi hilangnya semangat cinta bela Negara. Semuanya kini kembali pada individual kita masing – masing untuk bisa belajar bertanggung jawab. Bukan hanya untuk maslahat bangsa semata namun juga untuk masa depan para pemuda.