Selasa, 22 April 2008

GLOBALISASI UNTUK UMAT

Globalisasi Untuk Umat
Fasilitas Masa Depan Ataukah Racun Peradaban ?
oleh : Firman Arifandi

 Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.( al – anbiya’ :107 )

Cukup jelas dari ayat Al – qur’an di atas bahwasanya ajaran Islam datang dari Allah diserukan untuk sekalian umat manusia di muka bumi dengan perdamaian tentunya. Dalam artian, Islam adalah agama yang mengglobal dan universal, yang ajarannya tidak melampaui batas apapun, tidak membedakan ras, suku , etnis, negara, dan bahasa.
Dalam ensiklopedi inggris kata globalisasi berarti “the fact that different cultures and economic systems around the world are becoming connected and similar to each other because of the influence of large multinational companies and of improved communication”. Dalam hal ini, berarti bahwa revolusi teknologi transportasi dan informatika serta komunikasi dan jaringan kerja internasional sangat berperan besar dalam mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di era sekarang ini. Globalisasi adalah konsekuensi dari timbulnya kemudahan komunikasi dan jaringan kerja. Dia juga memberikan dampak pada perkembangan perekonomian, informasi, kebudayaan dan lain – lain.
Bila ditelusuri sejarahnya, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negara sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain, baik melalui jalan darat maupun jalan laut untuk berdagang. Dalam referensi lain, disebutkan beberapa fase tentang nampaknya globalisasi ini seperti terbentuknya jaringan dagang oleh muslim arab di Asia dan Afrika. Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap pertukaran kebudayaan di dunia. selanjutnya terus berjalan dan mendapat puncaknya ketika perang dingin.
Ada beberapa hal yang membuktikan bahwa fenomena globalisasi telah berkembang dengan pesat. Pertama, semakin cepatnya akses ruang dan waktu. Dengan adanya barang – barang seperti faximili, hand phone, internet, dan televisi menunjukkan komunikasi global universal berkembang begitu cepat. Kedua, dengan adanya ekspor dan impor membuat saling ketergantungan perekonomian global antar Negara begitu kuat. Ketiga, kehadiran turis dan wisatawan asing ke suatu negara membuktikan bahwa telah terjadi interaksi globalisasi kultur.
Namun, disisi lain tidak sedikit umat yang memandangnya sebagai sebuah zaman yang membawa keluar hidup manusia jauh dari konsep keislaman. Yang kemudian, dari sana pula berkembang beberapa ideologi yang malah bertentangan dengan ajaran Diinullah. Disamping itu, globalisasi adalah benih kecil dari pluralisme keagamaan, dalam hal ini adalah globalisasi kultur kebudayaan yang banyak merubah lifestyle masyarakat. Setitik realita yang ada adalah semakin mudah berkembangnya budaya kehidupan barat di tanah air yang identik dengan pergaulan bebasnya. Karena pada kenyataannya, gerakan globalisasi merupakan misi barat yang bertujuan agar semua unsur kehidupan yang berkaitan dengan agama menjadi terbuka bebas tanpa batas menerima ideologi dan nilai – nilai kebudayaan barat seperti hak asasi manusia, persamaan gender / feminisme, liberalisme, dan sekularisme. Sehingga, saat ini dunia barat dipandang sebagai pusat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, serta gaya hidupnya dipandang sebagai standar pola hidup yang relevan untuk diterapkan.
Jika kita perdalami lagi, setelah berakhirnya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, perhatian Barat terhadap Islam kelihatan semakin meningkat, baik dalam kontrol positif maupun negatif. Yang pasti, adanya kebangkitan dunia Islam dan kekhawatiran Barat terhadap dunia Islam merupakan kenyataan yang sulit di ingkari. Selanjutnya, kehadiran globalisasi yang membawa ribuan racun bagi kehidupan Islam khususnya merupakan sebuah tantangan yang membutuhkan jawaban. Maka, diperlukan pemahaman islam yang lebih mendalam guna meminimalisir kerugian yang akan dihadapi umat Islam sendiri. Jika dilihat dari segi poisitifnya, era globalisasi ini sesungguhnya merupakan peluang bagi Islam untuk kembali berperan aktif dalam persaingan dunia, terutama untuk ikut serta menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Islam memiliki doktrin, bukan sekedar gagasan, yang jelas dan secara realita siap diuji mengenai segala hal yang ada kaitannya dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip keadilan, etika politik, bisnis, dan lain sebagainya.
Ironisnya, isu terorisme yang mendunia saat ini menjadikan image islam di mata dunia semakin terkesan hina, keras, dan tanpa ampun. Di sinilah peran barat yang dengan lihainya menggunakan beragam media visual menghipnotis dunia memutar balikkan fakta dalam menilai jalan hidup Islam. Berawal dari paska insiden 11 September 2001 lalu saat WTC dan Pentagon dibom oleh para teroris yang kemudian diakui provokatornya adalah kelompok Islam garis keras “Al – qaeda”. Entah benar atau salah tuduhan itu, akhirnya islam secara keseluruhan dipandang sebagai agama yang tidak mengenal toleransi. Inilah tantangan ke dua yang dihadapi agama kita setelah hantaman dari luar berupa globalisasi dan embel – embelnya menyerang, dari perkara internalpun kita mendapat serangan dengan munculnya beberapa gerakan – gerakan garis keras. Timbulnya radikalisme dalam islam, mungkin karena misunderstanding dalam memaknai kata jihad. Berjuang di jalan Allah dalam menghentikan gerakan kafirin bukan berarti membinasakan mereka dengan teror atau pembunuhan yang tanpa alasan keterpaksaan untuk mempertahankan diri. Namun, ada step, waktu, tempat, dan aturan kapan kita harus melakukannya. Sesuai hadist nabi, berjihad dalam menghadapi kemungkaran melawan kuffar dan munafikin hendaknya melalui empat tahap : yaitu berjihad dengan qolbu atau hati, selanjutnya dengan lisan atau peringatan, kemudian dengan harta, dan terakhir dengan tangan atau kekuasaan. Bukan asal memusnahkan mereka saja, malah membinasakan kaum muslim di sekitarnya. Dalam hal ini berkaitan pula dengan etika berdakwah dalam Islam yang tidak membenarkan kekerasan dalam penerapannya, karena sebagai agama rahmatan lil alamin, Islam sebenarnya hadir dengan cara yang amat simpatik, ramah, santun serta tidak menyebarkan fitnah yang dapat mengakibatkan kerusuhan dan membakar amarah. Dalam penyebarannya, Islam tidak membenarkan adanya paksaan. Sebab, paksaan terhadap suatu agama hanya akan menimbulkan problem baru yang lebih berbahaya dengan etika dan sopan santun, setiap orang akan tersentuh hatinya begitupula sebaliknya, dalam al – qur’an dikatakan :

YANG Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya ( Ali – Imron :159 )
Indonesia yang merupakan populasi muslim terbesar di dunia ternyata mendapat sorotan khusus dari pihak barat. Menganggap komunitas yang banyak adalah tantangan yang dahsyat, akhirnya ideologi barat dipasarkannya di tanah air. Dengan munculnya gerakan feminisme yang ingin memperjuangkan persamaan gender adalah cikal bakal dari awal liberalisme yang lebih mengutamakan kebenaran rasio dan akal. Selanjutnya mengalir pula paham pluralisme agama yang jelas diadopsi oleh sekelompok oknum dari barat. Maka, terjadilah peleburan nilai-nilai dan doktrin-doktrin keagamaan Islam kedalam pemikiran modernisasi dan globalisasi.
terlepas dari itu semua , marilah kita sama – sama menengok realita yang ada di seputar tanah air mengingat moral bangsa yang kini melenceng jauh dari realita budaya asli timur. Bangsa Indonesia yang mayoritas adalah muslim kini lebih identik dengan pergaulan bebas yang pada dasarnya mereka mengkonsumsi mentah – mentah beragam sajian dari beberapa media seperti tv, internet, majalah, dan lain – lain, yang ternyata itu adalah racun bagi masa depan mereka sendiri. Saat ini seolah – olah kebebasan dipertuhankan, rasa malu dianggap sebagai symbol kemunafikan, lebih lagi saat pornoaksi dan pornografi dianggap sebagai wujud dari seni kehidupan. Mengamati semua realita yang ada, paling tidak ada beberapa faktor penyebab mengapa begitu mudah masyarakat mengkonsumsi budaya barat. Pertama, umat islam Indonesia tidak memiliki latar belakang keislaman yang kuat, sehingga dengan mudahnya mereka mengkonsumsi gaya hidup yang dianggap lebih nyaman. Tak adanya ruang pemisah antara lelaki dan perempuan contohnya, bisa menyulut terjadinya pergaulan bebas dan krisis moral. Menjaga dan memperhatikan masalah kesucian di lingkungan masyarakat, termasuk di lingkungan belajar dan kerja, merupakan langkah untuk menciptakan masyarakat yang berpikiran positif. Meskipun kenyataanya ini tidak mungkin terjadi di Indonesia. Kedua, masyarakat kurang bisa melakukan filter terhadap pengaruh – pengaruh yang datang dari berbagai media, meskipun pemerintah telah melakukan tindakan seperti mengadakan lembaga sensor perfilman, namun masih ada saja jalan pintas yang bisa dilakukan untuk mengelabui semua itu. Ketiga, target utama dari pergaulan bebas adalah remaja yang identik dengan masa puberitas. Maka peran orang tua dan lingkungan pendidikan sangat berpengaruh pada mereka. Keempat, Hukum/aturan perundang-undangan belum sepenuhnya ditegakkan. Satu contoh adalah RUU anti – pornografi dan pornoaksi yang konsepnya sudah disepakati, namun sampai saat ini masih belum juga disahkan. Akibatnya, pemerkosaan dan tidakan kekerasan terhadap perempuan makin merajalela, sex bebas dan prostitusi seolah – olah adalah kewajaran. Hal ini disebabkan karena masyarakat telah menjadi korban imajinasi dengan bebasnya tayangan – tayangan yang jelas keluar dari standar kewajaran norma susila.
Seabrek permasalahan yang ada saat ini adalah tantangan ril yang benar – benar harus dihadapi dan disiasati. Meskipun tidak bisa dihilangkan, setidaknya diminimalisir pengaruh negatifnya. Karena globalisasi adalah sebuah kenyataan yang datang dengan suguhan fasilitas modern serba praktis dan menguntungkan. kehadirannya membutuhkan kecerdasan dan kerja keras, bukan dengan sikap pasrah, dan tidak kreatif yang nantinya malah menjadi racun karena keterlenaan kita. Apalagi di zaman serba modern ini, dunia Barat dipandang sebagai kiblat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terlebih kebudayaanya. Sementara itu, ajaran Islam seolah – olah sudah tidak layak pakai lagi dan out of date. Karena itu dalam era globalisasi, umat Islam harus mampu menunjukkan bahwa Islam tidak tertinggal oleh kemodernan bahkan membawa kebaikan bagi umat lainnya. Institusi pendidikan Islam seperti pesantren sudah sewajarnya mengembangkan keilmuan yang sesuai dengan tuntutan zaman, sebagai tameng menghadapi pesatnya serangan pendangkalan moral. Karena dengan pengetahuan keislaman, masyarakat akan mampu mengikuti perkembangan zaman, namun tetap berdasarkan syariat Islam.
Di samping menghadapi globalisasi, umat Islam secara pribadi juga harus mampu menjaga diri dan memerangi hawa nafsu yang jika tidak terkendali akan merusak tatanan sosial kemasyarakatan. Di sini kita dituntut untuk Mengikuti kata hati berdasarkan rasa tanggung jawab terhadap agama serta rasa cinta pada Allah dan Rasulnya berikut memasyarakatkan kebaikan dan menepis kehinaan dan kerendahan moral . Di sinilah sebenarnya peran ilmu pengetahuan dan kesadaran beragama sangat berkesinambungan. Karena ilmu pengetahuan jika dikuasai oleh orang-orang yang amanah pastinya umatpun akan merasakan ketentraman, sebaliknya jika berada pada mereka yang tidak bertanggung jawab atas kehidupan beragama niscaya realita negativ dari dampak globalisasi kultur dan segala rentetan ideologinya akan mudah berkembang dan terus meracuni umat. Sehinga paling tidak dengan dua hal tersebut di atas, proses globalisasi dapat dimanfaatkan layaknya fasilitas yang menjanjikan keuntungan untuk semua pihak. Ibarat memegang pisau, bila kita gunakan semaximal mungkin untuk hal yang bermanfaat tentunya akan menguntungkan, namun jika sebaliknya yang dilakukan malah akan mendatangkan kerugaian dan kemadhorotan.


Referensi :

1. Jameelah, Maryam, “ Islam and Modernism ”, Yusuf Khan publisher,
Lahore, 1977
2. http://www.insistnet.com
3. http://www.republika.co.id
4. http://www.waspada.co.id

Tidak ada komentar: