Kamis, 28 Agustus 2008

MENGHITUNG PURNAMA

MENGHITUNG PURNAMA

Baskoro diam terpaku di monument Pakistan senja itu, nyaris sama seperti patung pahlawan revolusi. Seraya menikmati matahari yang perlahan tenggelam ke ufuk barat mempersilahkan sang rembulan menempati ruang singgasana malamnya. Indahnya kemerahan mentari tampak dari monument, beriring bisingnya kendaraan yang melintasi sepanjang kota Islamabad yang indah. Seiring lalu-lalang kendaraan, desahan hati Baskoro menambah ramai keadaan, “ hmmh..” Desahnya. “ bosan aku lama – lama di sini… Itung–itung umur, dulu aku telat masuk jami’ah ini, jadi ketuwe’en aku di Pakistan…ckk... hmmh..” desahnya lagi. Sebenarnya bukan hanya faktor usia yang membuatnya bosan dan ingin cepat – cepat pulang. Ada banyak hal yang kini menyadarkannya betapa dia telah terlena dibawa waktu, sehingga dia tidak sadar kalau sudah seharusnya dia pulang mengabdikan diri di masyarakat. Belum lagi inbox yang masuk ke emailnya minggu lalu, kiriman email dari temannya, Slamet yang mengabarkan kalau dia sudah menikah 12 Januari lalu, itu artinya sudah lewat satu bulan sampai sekarang kabar pernikahannya. Slamet Budiyono, satu-satunya teman dekatnya yang hobinya nyetrum ikan tiap sore di sungai samping surau Pak Manan. Seorang Slamet yang setiap pulang sekolah suka mampir di perkebunan coklat, lalu nyolong buahnya dari balik pagar beton dan memakannya besama teman-teman lainnya, kini sudah jadi PNS di kecamatan, “ wah, kacau...telat aku” pikir Baskoro.


“Bruk..!”suara pintu mengagetkan tiga pasang mata yang ada di ruangan kamar 25 malam itu. Tampak seorang Baskoro masuk ruangan kamar, meletakkan sandal di rak rapuh yang sebenarnya sudah tak mampu lagi menggendong empat pasang sandal dan sepatu. Maklum, rak tua warisan dari bang Giring yang telah menamatkan program M.phil nya setahun lalu, dan kini beliau telah bersemedi di Depatemen Agama Pusat di Jakarta. Memed yang sibuk dengan game chiken invadernya, Roni yang lagi konsen baca buku ushul fiqh, dan Kiki yang serius motong kuku, seketika menatap ke arah pintu. Bukan kaget atau aneh melihat Baskoro yang masuk kamar dengan wajah muram, tapi memastikan apakah kali ini daun pintu masih dalam keadaan baik – baik saja atau kembali rusak seperti yang sering terjadi sebelumnya. Masalahnya, sampai saat ini sudah kali kelima mereka patungan memperbaiki daun pintu yang tak pernah pulih dari kerusakan. Entahlah, apa mereka yang kurang hati-hati saat menutup pintu, atau pintunya yang kurang beres.
“ kya masla yar…?” Tanya Roni memulai percakapan malam minggu itu sambil meletakkan buku yang tadi dibacanya.
“biasa si coro, malam minggu tanggal tua…”celetuk Kiki, meneruskan pemotongan masal kuku - kuku panjangnya, memang kebiasaannya memanggil baskoro dengan julukan coro. Katanya pas banget dengan keadaan fisik Baskoro yang hitam dan bulat.
“ walah…nyantai aja ro…dalam film “respect and love” dikatakan bahwa wanita baik itu gak mandang pria dari dompetnya” tambah Memed sok tahu, omongannya tampak serius soalnya dia juga serius pindah ke stage game selanjutnya.
“jangan ragu Ro..tembak saja..!” lanjut Memed sambil mengklik tombol tembak mousenya di gamenya.
“ck.. sok tahu kalian” Sambut Baskoro cetus.
“tempe malahan he..” lagi – lagi Kiki nyeletuk, tapi Baskoro keburu melempar bantal ke mukanya.
***
“MasyaAllah…gitu toh masalahnya..? Istaghfir bro…!” kata Roni setelah mendengarkan cerita Baskoro tadi “ lah kalau kamu pulang sekarang, mau bawa apa ke rumah? Nilai “ D ” mu? Itu kamu anggap cukup?” lanjutnya.
“setidaknya kamu mampu berbuat bijak bro… ingat kata ustadz Mistari waktu kita anak baru dulu? Dia bilang ini adalah langkah, kalau langkah awal kita sudah masuk jurang dan kaki kita patah, apakah akan lancar untuk langkah selanjutnya? Nah, selama ini bagaimana kamu telah melangkah? hanya kamu yang tahu bro, ingat, umur bukan patokan untuk memulai dan berhenti untuk bertindak” celoteh Roni, agak bijak. Memang, di antara mereka berempat hanya Roni yang bisa diandalkan untuk curhat. selain pintar, orangnya juga sedikit berpikiran dewasa, tapi kadang – kadang suka usil juga.
“sekarang mending ente pikir lagi deh, pulang tanpa gelar dan sedikit ilmu lalu menghadapi peliknya masalah masyarakat saat ini, atau tetap bertahan kemudian pulang dengan membawa senjata dan tameng, lagian masalah mu itu masalah kecil kok, usia dan kegagalanmu yang terus – menerus datang kan?” Tanya Kiki, Baskoro mengangguk.
“nah, emangnya aku enggak? Intinya kita butuh introspeksi diri bro..! lanjutnya.
“kemarin malam aku nonton film Transformer lho…” celetuk Memed
“ hubungannya apa? Tanya Baskoro ingin marah aja.
“ santai dulu bro, ada pesan tersirat dari film tersebut, bukan perang atau kisah cintanya, tapi ada satu kalimat yang membuat aku terkesan “NO SACRIFICE NO VICTORY” intinya, kalo kita gak mau berkorban pasti kemenangan tidak akan datang, dan sekarang aku lapar..” tambah Memed.
“yah… ke mess sana” timpal Roni.
“ gak enak,lauknya dal eh.. ”jawab Memed,yang kental dengan logat jawanya
“no sacrifice no victory dong…ya udah aku yang masak”” lanjut Kiki, singkat.
“acha…” serempak Koro, Memed, dan Roni menjawab seraya bangkit dari duduknya menuju kamar. Malam itu menjadi malam minggu kesekian kalinya mereka isi dengan curhat dan saling berbagi di atas asrama lantai empat, sambil menikmati indahnya bintang di langit dihiasi deruan pesawat domestik yang mondar – mandir di angkasa Islamabad.

“truut…truut”, dering handphone Baskoro pagi buta itu membuat mimpi semua penghuni kamar tertunda untuk beberapa waktu. “halo..Assalamualaikum”mulai Baskoro.
“waalaikum salam..le..kamu ndak apa – apa kan?”jawab penelepon di seberang sana yang ternyata adalah ibu Baskoro.
“saya sehat Bu, memangnya kenapa? Subuh – subuh gini sudah nelpon?”
“bener kamu baik-baik saja? lha wong tadi pagi ibu lihat di Tv katanya di Pakistan semalam ada bom?”suara ibu terdengar gelisah.
“Ini aja saya baru denger dari Ibu, tadi malam saya masak,santai bareng temen-temen kok, memangnya di mana kejadiannya bu?”
“Peshawar apa mana..gitu”jawab lagi ibunya.
“Yah..itu jauh Bu…malah nggak kerasa ke kampus, sudahlah Ibu dan keluarga doakan saja saya selamat, belajar saya juga lancar ”.
“pasti itu le..ya sudah ya..ntar kemahalan bayar telponnya, jaga diri salamualaikum..!” “waalaikum salam” jawab Baskoro mengakhiri pembicaraan via telephon dengan Ibunya. “hmmh..lagi-lagi”desahnya.

****

Suasana malam itu tampak hening, sekalipun sang Purnama sudah bertandang di singgasananya namun para bintang sebagai para menteri di kerajaan malam itu sedikit sekali yang hadir. Sehingga kecantikan cahaya sempurna sang rembulan tampak seolah-olah tak terlalu indah terbingkai dilihat dari bumi Islamabad. Gonggongan anjing saling bersautan seolah-olah mereka protes dengan keadaan malam itu. Di sela-sela itu, suara kipas angin di kamar 25 juga menderu dan saling bersautan pula dengan deruan bunyi perut, pertanda sang pemilik perut tersebut sedang dalam kelaparan. Sekali lagi penghuni kamar 25 yang sedang dilanda paceklik membuat purnama malam itu makin cemberut.
“woi sambil nunggu mie ini masak kita tebak-tebakan yuk..!”, ajak Kiki.
“gak takut..!”tantang Roni.
“yang kalah nyuci nampan”, lanjut Baskoro.
“aku mulai aja nih, kenapa ada motor yang namanya Yamaha?”mulai Memed. Suasana tampak hening sesaat, lalu Baskoro menjawab, “ya..iya lah.. kalo dibelakang ditambah huruf “L” jadi Yamahal , gak ada yang mau beli”
“salah” sahut Memed. Suasana hening lagi. “ada yang tahu..?”Tanya Memed tersenyum menantang sambil menunjuk Kiki dan Roni.
“meneketehe..”,sambung Kiki.
“mboh” jawab Roni singkat.
“he..he..ya jelas lah..kan tuh motor produk Jepang maka namanya Yamaha, coba kalo dia produk Arab pasti namanya Yamahmud” jawab Memed tersenyum penuh kemenangan.
“jangan bangga dulu coy,jawab nih ya..? tukang apa yang bisa ke planet mars?” tantang Roni.
“tukang astronot”jawab ketiganya hampir serempak.
“nehi...salah kok kompak”, lanjut Roni.
“tukang pilot nekat”, jawab Kiki menyeletuk.
“gak lucu, salah lagi!” lanjut Roni.
“trus…”, tanya Baskoro.
“yang bener tuh ada dua tukang, yang pertama tukang hayal dan yang ke dua tukang bohong” jawab Roni.
“hmmh…”, ketiganya manggut-manggut sambil manyun.
“Kalo yang ini aku yakin kalian gak bisa jawab…kenapa nyamuk menghisap darah?” tantang Kiki.
“ ya iya lah…kalo ngisap bensin bunyinya mirip motor pasti”, jawab Baskoro.
“salah ente” Kiki.
“aku nyerah deh, lapar..” sambung Memed.
“ana juga” Roni.
“simple aja bro, jelas-jelas nyamuk ngisap darah dong, soalnya kalo dia ngisap rokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, serta gangguan kehamilan dan janin” santai Kiki menjawab.
“ya juga ya…he..he..” Baskoro mangut-mangut.
“ eh ayo makan, mienya dah jadi nih” ajak Roni.
Suasana kembali hening, keempatnya tampak khusyuk menyantap Indomie rebus yang sebenarnya hanya cukup untuk jatah dua orang saja. tapi apalah arti semua itu, lapar ya lapar..teman ya teman…dalam hati mereka.
“masih lapar woy..” keluh Memed sambil menjilat jari-jarinya setelah makan Indomie tadi.
“ ya..iya lah..mie cuma dua bungkus dimakan berempat..!” gerutu Kiki tampak kurang puas.
“ gimanapun kita syukuri bro..ini kan juga hasil patungan kita..harta terakhir gitu loh..” sambung Roni. “tul gak Ro..Koro dari tadi diem aja, jangan dipikirin lagi tuh masalah bro..seolah-olah gak ada jalan keluar sama sekali..”lanjutnya
“aku diam bukan karena itu…tapi nih perut masih protes aja dari tadi pengen nambah porsi..!” jawab Baskoro menepis.
“wo…dasar coro… kapan kurusnya ente..” Memed
Baskoro beranjak dari duduknya dan melempar Memed dengan bantal sambil membalas mengejek Memed “ daripada ente, korban imajinasi..tiap hari main game..malam nonton film horror..pantesan mukamu mirip genderuwo”
“truuut…truuut” dering Hp Memed tanda sms masuk
“sms dari siapa med?” Tanya Kiki.
“Zahri…si camat Islamabad itu pengen pinjam film baruku” jawab Memed “ capek ah, kamarnya jauh” lanjutnya. Seperti halnya Baskoro, Zahri pun mendapat julukan di antara teman-teman mahasiswa sebagai camat Islamabad karena hobinya keluyuran dan jarang ada di kamar.
“loh..loh..itu rejeki kita coy…dia kan sekamar sama Chandra..ada kulkas gitu loh…kulkas gak pernah berkata bohong masalah makanan coy…, sekalian silaturahmi gitu..” celetuk Baskoro.
“tumben jernih..nih ide..”sanjung Kiki
“gue gitu loh..” jawabnya singkat sambil mengelus-elus perutnya.
“jadi nih…? Langsung yuk ke kamar Chandra, calo yar…jaldi karo!” instruksi Roni tak sabar lagi.
Keempatnyapun langsung beranjak,Memed masih mencari-cari CD film terbaru yang baru saja dibelinya di jinnah market kemarin lusa. Bergegas mengunci pintu kamar, keempatnyapun bersama-sama berangkat ke kamar Zahri dan Chandra yang tujuan utamanya adalah inspeksi isi kulkas si Chandra.
“hello Bhaijan Zahri…kyahalhe…tike?” serempak keempatnya masuk kamar 105 dan menyapa bersamaan.
“lho..tumben-tumbenan nih bertamu ke sini kompak lagi…tike dong..!jawab Zahri senang.
“weh…ada angin apa nih kroyokan kemari, kayaknya ada yang ganjil nih…jadi curiga aku..” sapa Chandra.
“ santai bro, kedatangan kami kan atas request kalian juga…” jawab Roni.
“yang mana..?” Tanya Zahri kebingungan.
“lah, tadi ente sms Memed minta film baru kan? Nah, kebetulan waktu itu aku yang nemenin dia ke Jinnah, makanya aku ikut ke sini sekalian silaturrahmi gitu..” Roni.
“nah, kalo aku yang tahu dan paham betul alur ceritanya…makanya aku juga kemari hitung-hitung silaturahmi..!” sambung Baskoro.
“kalo ente Ki…” Tanya Chandra cetus, pertanda curiga alisnyapun mengkerut.
“anu…kalo aku…kan…ehmmh.. temennya Memed jadi aku juga ke sini sekalian silaturahmi dan…” Kiki agak kebingungan.
“dan apa..?” Tanya Azki dan Chandra hampir bersamaan.
“pengen lihat isi kulkas ente…he..hee..lapar..!!” jawab Kiki tersenyum kecut.
“he…he..” keempatnya senyum-senyum sambil menatap Chandra. “tike?” Tanya Baskoro menatap Chandra.
“ya..ya…silahkan…paceklik..!” Chandra. “ kere…” gumamnya dalam hati.
“memang senior kita yang paling baik nih…”. Sanjung Memed
Serempak saja keempatnya langsung duduk di depan kulkas, menunggu Memed yang sedang otak-atik isi kulkas kemudian mengeluarkan satu kotak besar es krim walls dan empat sendok. “ckk..!” seketika Chandra bangkit dari kasurnya, menelan ludah sambil melotot. Kini mereka berempat asyik menikmati es krim tersebut, dalam hati mereka berkata “ indahnya silaturahmi..!”. Memed acung jempol ke arah Chandra yang tidak henti-hentinya melototi mereka saat menghabiskan es krim “jatah gue tuh…Allah ampuni mereka..!” gumamnya dalam hati sambil kembali menelan ludah.

***
Di luar kamar 205, Chandra, Roni, dan Baskoro berdiri di depan pagar, menikmati hijaunya taman depan asrama sambil mendengarkan Baskoro yang sedang bercakap-cakap dengan Bapaknya via telepon. Chandra sebagai senior mereka, menawarkan solusi kepadanya agar mencurahkan semua permasalahan kepada orang tuanya. “Karena bagaimanapun jalan yang dipilih akan lebih bijak dan lebih baik jika orang tuapun menyetujui..” kata Chandra ketika Baskoro curhat beberapa saat lalu. Tampak Baskoro sesaat mengangguk dan sedikit tampak kebingungan saat mendengarkan suara di balik hp-nya.
“ya pak..saya siap InsyaAllah, mohon do’anya saja…wa’alaikumsalam” sumringah Baskoro sembari menutup hand phone.
“gimana Ro..?” mulai Chandra.
“alhamdulillah aku dapat solusi dan tantangan dari Bapakku.” Jawab Koro tersenyum.
“maksudnya..?” Tanya Roni sedikit tidak paham.
Baskoro menjelaskan dari a sampai z apa saja yang telah disampaikan Bapaknya tadi. Dia sadar, betapa dia telah terlena dibawa waktu sehingga lupa akan niat utamanya akan keberadaannya di Islamabad saat ini. Dia lupa, betapa beratnya perjuangan untuk bisa study di salah satu Universitas terkemuka di dunia. Mulai dari korban perasaan saat harus mengurus berkas, bolak-balik ke Depag Kanwil dan Depag Pusat yang memakan waktu dan biaya tak sedikit, kemudian harus menunggu panggilan setahun penuh. Belum lagi saat Bapak harus rela menjual 2 ekor sapi peliharaanya untuk biaya tiket dan pendaftaran. Apakah semua itu tidak butuh pengorbanan? Pengorbanan waktu,perasaan, terlebih lagi materi yang tidak bisa dihitung kecuali dengan kalkulator. Lantas, apakah hanya karena permasalahan kecil yang tidak masuk akal itu, semua perjuangan yang telah diusahakannya dulu harus mengahasilkan nilai nihil begitu saja dengan pulang tanpa menyelesaikan studynya? “Suatu keputusan yang kurang bijak bila hanya karena faktor Usia dan kegagalanmu dalam belajar kamu harus menyerah, jiwa itu hanya ada pada seorang pengecut nak! Bapak harap kamu tidak menjadi bagian di antara para pengecut yang takut tantangan”. Kata bapaknya. Dan kini Baskoro mendapat solusi dari Bapaknya, solusi yang sekaligus adalah tantangan baginya. “ kamu boleh pulang, tapi hanya untuk liburan. Dan itu bersyarat, nilaimu semester ini harus tinggi dan memuaskan, Bapak siap belikan kamu tiket pulang”. Tegas Bapaknya.
“oke Ro, dah tenang kan?” Tanya Chandra.
“prishan nehi hona..!! khush Raho..yar!” lanjut Roni, sok fasih Urdunya.
“pasti.! Aku harus mencoba, paling tidak ini wujud kecil hutang budiku”. Baskoro.
“ya, ujian datang bulan Mei, itu artinya 4 purnama lagi dia akan datang..dan sekarang adalah purnama pertama dimana aku harus memperbarui niat, mulai melangkah dan Bismillah..!” lanjutnya.
“gitu dong..tegar men..!” kata Chandra sambil menepuk pundak Baskoro.
Merekapun masuk kembali ke kamar dan nimbrung di permainan tebak-tebakan Memed yang makin lama makin membosankan.
“Bisnis apa yang paling sexy?”tanyanya . semuanya menggeleng.
“itu loh…Bisnispear…wakakkakkakk…”lanjutnya sambil ngakak.
“terakhir nih…Putih kecil, tapi kalo dipukul ngebangunin orang sekampung..!”
Dan semua kembali geleng-geleng kewalahan.
“payah kalian, nasi putih nempel di bedug”. Jawabnya cuek.
“wuahahhhhaaahh…” satu kamar ngakak karena jawaban Memed.
Ditengah suasana kegembiraan mereka, sang Purnama malam itu tampak mulai sumringah seperti halnya semangat hati Baskoro yang mulai bangkit dari tidur panjangnya, dan seolah-olah purnamapun ingin mengacungkan jempol kepadanya, tapi apa daya tangan saja tak ada.

***
Ini adalah Purnama ketiga di mana Baskoro sudah betul-betul memantapkan niatnya, bukan hanya sekedar ‘hangat-hangat tai ayam’ kata orang. Betapa saat ini Baskoro betul-betul mengalami perubahan luar biasa dalam dirinya. Baskoro yang biasanya malas-malasan ketika malam, kini mulai membiasakan dirinya menyempatkan waktu 2 jam membaca buku, rajin ke perpust bukan hanya sekedar internetan tapi






Mencoba mencari referensi, rajin sholat Dhuha pula. Secara tidak langsung teman-teman sekamarnyapun tertular oleh perubahan aktivitasnya, kecuali sifat usil dan hobi masing-masing yang masih melekat.
“Ron, satu purnama lagi…” Baskoro mengingatkan Roni sambil mentup jendela kamar.
“belum,dua lagi kok, satu purnama pertanda perang, dan satu purnama terakhir tanda kemenanganmu atau kegagalanmu lagi!” sahut Roni.
Keempatnyapun kembali belajar malam itu, dan lagi-lagi sang purnama tersenyum kepada keempatnya seolah-olah memberi semangat.
Sejenak Baskoro teringat kejadian tadi siang di Perpustakaan saat berpapasan dengan senior asli Pakistan, Zaheen Takur, seorang mahasiswa teladan yang mempunyai fisik cacat, sehingga untuk berjalan dia harus menggunakan dua tongkat. “orang seperti dia tentunya butuh ketabahan mendalam, keuletan, dan kerja keras prima untuk bisa mencapai hasil maksimal dan bisa menjadi mahasiswa pandai dan teladan. Sedangkan aku yang jelas-jelas sehat lahir batin begini kenapa tidak bisa seperti dia bahkan melebihinya?” Pikirnya. “ aku bisa InsyaAllah”.
***
Final Exam tiba, saatnya Baskoro membuktikan kepada dunia bahwa tidak selamanya dia akan gagal. Malam itu di bawah naungan Purnama di tengah taman, Baskoro bermunajat kepada Allah memohon inayah-Nya. Semua nasehat teman dekat dan Bapaknya terngiang kembali di benaknya. “aku gak boleh mengecewakan mereka” janjinya dalam hati “Bismillah..!” lanjutnya sambil membuka buku dan mulai sahirul-lail. Purnama keempat menjadi saksi bisu atas usaha dan do’anya malam itu. Baskoro beranjak masuk ke kamar sambil membaca bukunya. “Bruk..!”suara pintu mengagetkan tiga makhluk tuhan yang sedang menikmati indahnya mimpi, seketika mimpi indah mereka menjadi kenyataan yang buruk saat ternyata ketika mereka bangun daun pintu sudah tak lagi di tempatnya. Pandangan mereka berpindah ke sosok badan yang berdiri pas di samping pintu, Baskoro.
“ he..he..sory friend, tahajud ya..?” sapa Baskoro sambil garuk-garuk kepala, tangan kanannya memegang daun pintu yang copot.
***
Purnama kelima akan menjelang satu minggu lagi, tapi sore itu ada selimut kegembiraan yang terpancar dari ruang kamar 25. Belasan mahasiswa Indonesia berkumpul di dalamnya, rame tertawa dengan tebak-tebakan Memed.
“siapa presiden yang paling sexy?”Tanya memed kepada teman-temannya.
Sepi…semua berpikir.. “ngawur ente, gak ada lah..!”Yunus kebingungan.
“kalo menurut ana sih…presiden yang cewek-cewek” Mulyono menebak.
“salah..”. tepis memed. “trus ..siapa dong..?” Yandi balik bertanya.
“ mantan presiden kita…Pa Ha Bi Bi..! he…!” jawab Memed.
Serentak seisi kamar ngakak.
“pocong apa yang bikin miskin?” lanjut Memed. Semua menggeleng.
“pocongan gaji…” jawabnya. “trus nih, pocongan apa yang bikin hemat?”
“pocongan tabungan” Jawab Rahman Ngawur.
“salah, yang betul pocongan Harga belanjaan di mall..we…” Memed.s
“terakhir nih, Ban apa yang paling berat di dunia?” lanjut Memed.
Semua kembali memutar otak, agak kewalahan dengan pertanyaan Memed.
“ ban truk gandeng..” Fandi.
“salah…lima orang masih kuat tuh ngangkat bareng..!” Memed
“nyerah deh..” Ma’mun pasrah aja.
“payah kalian…gitu aja kok bingung..!” Memed
“langsung aja deh..jangan bikin penasaran apa jawabnya?” Kiki
“jawabannya , ban yang paling berat di dunia adalah bantuin Baskoro ngangkat Faisal Masjid buat oleh-oleh ke rumahnya”. Jelas Memed.
“wuakkakakkakakk…!!!” semua kembali tertawa terbahak-bahak bahkan sampai batuk berdahak-dahak.
Di tengah kegembiraan itu, Baskoro dibantu beberapa temannya mengemasi barang-barangnya, pulang liburan. Ya, empat purnama telah membuktikan sebuah usaha yang tidak sia-sia dari seorang Baskoro yang selama ini tidur dibelai waktu yang diam-diam menjerumuskannya pada lembah keputusasaan mendalam. Kini Baskoro bukan lagi Baskoro yang lunglai setelah ujian dengan nilai “D” tapi Baskoro sekarang adalah Baskoro yang mampu lolos dari kelamnya kegagalan dengan GPA 3,2. Sebuah nilai yang tidak bisa diraih cuma-cuma, melainkan membutuhkan kerja keras maksimal dengan sebuah hasil maksimal pula.
Menatap langit luas Islamabad yang dihiasi jutaan bintang, pandangan Baskoro beralih ke sosok rembulan, bulan sabit. Malam terakhir baginya untuk semester ini,tidak sabar lagi Baskoro menunggu esok hari cepat-cepat ke Bandara, tak terbayangkan di benaknya seperti apa kampungnya kini. dalam hatinya berkata “sampaikan salamku pada purnama kelima yang tak bisa menyaksikan luapan kebahagiaanku malam ini, malam dimana aku akan menumpahkan ribuan kesyukuranku pada Sang Kholik atas kesuksesanku, malam dimana aku akan beranjak pergi meninggalkan bumi Islamabad untuk sementara waktu guna pulang memperbaharui niat, katakana pula padanya empat purnama menjadi saksi atas semua ini.” “ Alhamdulillah….!!” Serunya, seraya menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya pertanda hatinya yang lega.
Di balik awan sang sabitpun menatapnya dengan penuh bangga dan keseriusan “ selamat nak, sampai jumpa di purnama berikutnya yang penuh tantangan!”


Kosakata:
1. Ketuwe’en (bhs.jawa) : terlalu tua, menjadi semakin tua
2. Kya masla yar? (urdu) : what’s problem ?
3. Coro (bhs. Jawa) : kecoak
4. Dal : lauk khas Pakistan terbuat dari kacang-kacangan
5. Acha (urdu) : good, okay
6. Le, tole (bhs. Jawa) : panggilan “nak” untuk anak laki-laki jawa
7. Mboh (bhs. Jawa) : tidak tahu
8. Calo yar…jaldi karo! (urdu) : come on brother…be hurry please!
9. Kyahalhe?tike? (urdu) : how are you? Fine?
10. Prishan nehi hona..khush raho! (urdu) : don’t worry be happy!
11. Syahirul-lail (bhs.arab) : begadang












Tidak ada komentar: