Selasa, 12 Mei 2009

Karena Aku Lelaki


-->


Siang itu di jalan raya depan asrama putra.
“piche karo!! Piche chand log reh gay hein..!!” teriak kenek bus kampus menyeru kepada para penumpang yang berdiri untuk mundur karena ada beberapa penumpang yang masih di luar bus.
Hmmh...suasana seperti ini sudah sangat familiar bagiku, berdiri di dalam bus kampus yang pengap, sesak, berdesakan. Udara di dalam bus terkontaminasi bau badan orang-orang yang setelah seharian beraktifitas , Pakistani khususnya. Bercampur aroma parfum penumpang lain yang beraneka ragam, mual. Entahlah, dari situ aku sering bertanya-tanya, masa sih ada aja orang yang gak sempat meluangkan waktu 30 detik aja untuk make deodorant. Ditemani deruan suara bus, berisiknya beberapa penumpang yang asyik ngobrol satu sama lain, akupun enjoy di dalam bus ditengah udara Islamabad yang bertemperatur 37 derajat siang itu. Cukup panas memang, tapi bukan alasan bagiku untuk berhenti berbuat, malas-malasan di dalam kamar di bawah belaian dinginnya kipas angin, tidak.
Hmmmh..Akhirnya bisa duduk juga, setelah lima belas menit berdiri, ada juga penumpang yang turun, kebetulan dia duduk disamping tempatku berdiri. Mulai agak lengang kembali kuingat kisah hari-hariku yang keras, kisah asmara yang pedas, perasaan yang was-was dan gerakku yang terbatas, semuanya ingin kuberantas lekas…agar tuntas lunas tanpa beban dan bebas.
Kisah asmara yang pedas?? Hah..persetan!! ingat lagunya jhony iskandar “aku bukan pengemis cinta…” tapi memang sakit kalau semuanya berakhir tanpa alasan yang gak tepat dan gak pasti. Ah, sudahlah.
“ ehem…!! kalo duduk sendirian di bus emang enaknya ngelamun, assalamualaikum!” sapa Muslih, sambil menepuk pundakku.
“eh, waalaikumsalam…ente Lih, dari kampus juga? Kok gak kelihatan dari tadi?” jawabku agak kaget.
“ ya iyalah gak kelihatan, dari tadi desak-desakan, dan antum kelihatan cuek aja dari tadi, atau ngelamun? Ngelamunin apa sih?”
Aku tersenyum aja.
“ente tuh anak juragan tembakau kaya kok masih naik bus kampus juga sih? Mana masih dapat jatah ngajar ngaji anak-anak kecil lagi…wuiiih bisa dibayangkan setebal apa dompet ente tiap awal bulan ya?” kata Muslih.
Aku kembali tersenyum kecil, sambil geleng-geleng kepala. Terlalu banyak teman-teman yang ngomong begitu kepadaku. Kalau saja mereka tahu masa lalu keluargaku sebelum menjadi pengusaha tembakau yang sukses, pasti mereka gak akan ngomong seperti itu. Jadi teringat waktu rumahku masih berdinding gedhek dulu, saking susahnya hidup waktu itu, aku yang saat itu masih kecil kira-kira berusia 4 tahun pernah ngebet banget pengen makan bakso. Sambil merengek di luar rumah , aku minta ibuku untuk belikan bakso. Tapi apa yang terjadi? Ibuku malah mencubitku sambil berkata “jangan sekarang le..! malu sama tetangga, Ibu belum punya uang”.
Namun seiring berjalannya waktu, bapakku masih konsisten, istiqomah dengan usaha tembakaunya. Jatuh bangun, ngutang sana-sini, rugi besar lantaran tertipu. Tapi itu tak membuat bapakku goyah, hingga akhirnya usaha tembakau bapakku punya relasi erat dengan salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Aku salut dengan bapakku, kagum atas ketabahannya, ulet, pantang putus asa, dan sifat khasnya, tidak mau menyusahkan orang lain. Aku ingin mewarisi sifat bapakku. Pernah juga suatu hari di sawah tembakau kami waktu itu bapakku berkata “ kalo kamu mau kaya ya mesti kayak gini, harus jujur, telaten, dan jangan nyerah kalau gagal, dan kalau dapat untung, ya jangan poya-poya”
Terlau polos memang nasehat bapakku, tapi memang hal itu yang membuatku semakin kagum, sekarang aku sudah bisa menghasilkan duit sendiri. Meskipun nggak seberapa, yang penting bisa bikin aku hidup untuk sebulan. Dari situ aku jarang minta kiriman kecuali kalau butuh saja. Teman-teman juga jarang ada yang percaya dengan ceritaku ini, makanya selalu saja kubalas dengan senyuman.
Sementara Muslih masih menatapku keheranan.
“nih, dengerin lagunya Bondan Prakoso!” sambil kusodorkan mp3 player dan headset ke telinganya.
Reff : Tinggalkanlah gengsi..
Hidup berawal dari mimpi
Gantungkan yang tinggi
Agar semua terjadi..
Rasakan semua.
Peduli hidup ironi tragedy
Senang bahagia..hingga kelak kau mati
Hasil kerjaku terbayar lunas tuntas
Melakoni jati diri sampai puas….
*****
Hari-hari yang padat aktifitas bukan hal yang aneh rasanya bagi kalangan mahasiswa. Sekalipun tidak ada tugas biasanya mereka mencari kesibukan sendiri. Buat aku, semua aktifitas itu harus kurencanakan semaksimal mungkin, sampai janjipun harus aku tulis, karena aku juga mudah lupa. Sepulang kuliah hari ini harus ke melodi untuk ambil photo copy buku, trus ketemu anak-anak kecil itu kembali mengajari mereka melafadzkan huruf-huruf hijaiyah itu lagi, selanjutnya ke tempat pemesanan tiket pesawat.
Pesan tiket pesawat? Pulang summer? Mungkinkah?
Ya , aku harus pulang. sekalipun orang tuaku hanya memberi ongkos separuh harga tiket , kiranya aku masih punya tabungan untuk lunasi itu. Aku harus pulang menghadiri acara walimahan pernikahan mas kandungku.
Gila ya? Memang gila, tapi ini demi sebuah jawaban dari ketidakpastian selama ini.
Aku betul-betul ingin dan harus menghadiri walimahan itu, pernikahan kakak kandungku dengan Cita Ulfia, mantan pacarku.
Vocab :
“piche karo!! Piche chand log reh gay hein..!!” : mundur!!mundur!! masih ada penumpang di luar yang mo masuk bis.
le. : panggilan untuk anak laki-laki jawa

Tidak ada komentar: