Bondowoso…I’m Comiiiing (versi madura :
bendebesah…sengko’ deteeeng). Siapa yang gak seneng kalau lima tahun berada di
Pakistan yang sarat konflik, trus pulang kampung liburan, Ramadhan pula. Semua
pasti seneng, aku aja seneng, bapakku seneng, ibuku, masku, mbak iparku,
tetangga, anak tetangga, keponakan tetangga, pak Haji Burhan (yang mana ya?),
sampe temenku juga seneng. Kalo temen-temen itu senengnya karena mereka girang
bakal dapet oleh-oleh gantungan kunci dari luar negeri, bisa diprediksi
demikian.
Mudik kali ini, rute penerbanganku gak
langsung makjlep Islamabad-Surabaya. Tapi dari Islamabad ke Cairo dulu sepuluh
hari ikutan Simposium Internasional PPI Kawasan Tim Teng dan Afrika, yang ini
ntar aja ceritanya. Nah, dari cairo ke jakarta seminggu ngatur ketemuan sama
salah satu orang yg kerja di penerbit, namanya Mas Dude, tapi bukan Dude
Herlino, sumpah ga sama mukanya. Nah… yang di jakarta ini juga ntar aja
ceritanya.
Trus…sampeyan mau cerita apa cak?
Sekarang ini, sampeyan mau tak ceritain
perjalananku dari Surabaya ke Bondowoso, kota kelahiranku. Karena perjalanan kali ini bukan naik bus,
tapi dijemput spesial oleh pick up cabe yang biasa nganter cabe-cabe bapakku ke
Cargo pesawat. Yagh begitulah kira-kira. Tepat pukul 22.15 saya mendarat dalam
keadaan tampan dan baik hati di Juanda International Airport Surabaya setelah
sebelumnya penerbangan delay 2 jam dari Soetta. Yak..kemudian saya nunggu
jemputan spesial itu, karena diperkirakan jam 1.00 mobil pick up Grand max biru
gelap itu akan tiba di cargo Juanda.
Singkat kata, aku sudah di dalam mobil
perjalanan ke Bondowoso. Ngobrol ngalor ngidul sama Kang Sul, supir pick up
cabe yang sudah lama aku kenal. Mulai dari nanya kabar, keadaan di Islamabad,
cerita kuliah, cerita perjalanan kongres di cairo kemarin, cerita pertemuan
pertama sama keponakanku di jakarta yang sejak lahir sampai usianya 16 bulan
aku belum pernah ketemu sama dia, Cuma sering dikirim-kirim fotonya sama masku
via chat. Banyak deh yang jadi bahan obrolan kami sepanjang perjalanan, sampai
mentok kepada curcolnya kang Sul yang mengeluh bahwa ibadahnya sampai usia
setua itu belum sepenuhnya dilakukan komplit. Alasannya, tuntutan pekerjaan
yang memakan waktu shalat. Pekerjaannya sebagai supir kurir yang menuntutnya
untuk selalu tepat waktu mengejar waktu penerbangan masukin barang ke cargo.
“kalau saya ini dek, nyupir malam harus cepat,
ngejar waktu supaya cabe nyampenya gak telat. Sampe rumah pagi sebelum subuh
saya harus istirahat, trus bangun pagi harus ke pasar kerja nyupiri barang-barang pasar. Kerja saya ini
memberatkan saya untuk melakukan shalat, tapi kan saya bekerja untuk menghidupi
keluarga, toh Allah paham keadaan saya” ujarnya kepadaku.
Hmm…miris sekali, tapi ya aku belum
berani langsung komentar. Kita coba melalui pendekatan lain, kebetulan
perjalanan ini mendesak kami untuk sahur di jalan. Seusai sahur, kami lanjutkan
perjalanan, dan ketika masuk waktu subuh, sang supir tidak mencoba berhenti di
masjid karena dia harus bergegas ke pasar untuk angkut barang-barang di pasar
dengan mobil angkutan yang dia punya. Kesiangan sedikit dia akan ketinggalan
pelanggannya. Aku kira, ini saat yang tepat untuk memahamkannya sisi-sisi
keringanan dalam Islam dengan memberikannya contoh langsung.
Yasudah, akhirnya saya sholat di mobil
saja dengan isyarat-isyarat gerakan shalat seraya mobil melaju. Bagi sejumlah
orang mungkin hal ini biasa dilakukan, terlebih ketika di pesawat yang memakan
waktu lebih dari dua waktu shalat. Namun, bagi orang-orang awam tentu
pemandangan ini sangat aneh sekali, terlebih mereka yang gak pernah mendapat
pengetahuan tentang fikih keringanan dalam shalat seperti jama’, qashar, dan
shalat dalam kendaraan.
“maaf dek, saya mungkin ndak tau ilmunya. Cuma saya
mau tanya, sampeyan shalatnya kok aneh, kenapa di dalam mobil? Apa boleh shalat
seperti ini?” tanya Kang Sul.
“Begini kang, Islam itu memerintahkan kita untuk
melakukan shalat sebagai wujud kepatuhan, loyalitas kita sebagai muslim kepada
Allah. Kecintaan kepada Islam gak cukup hanya dengan hati, tapi perlu
dibuktikan dengan hadir kepada perintah-perintahNya. Tadi sampeyan bilang
dengan keadaan sampeyan yang super sibuk menafkahi keluarga, Allah bakal paham
keadaan sampeyan dan memaklumi keadaan ibadah yang bolong-bolong. Saya benarkan
itu, Allah Maha Tau akan segala keadaan hambaNya, tapi Ibadah harus tetap jalan, maka dengan memaklumi
keadaan yang super sibuk hingga harus melewati sejumlah waktu shalat di
perjalanan itu, Allah memberikan keringanan kepada orang Islam untuk tetap
shalat dengan tata cara yang lain, yang lebih mudah, ringan, dan tidak
memberatkan aktivitas orang tersebut. Islam itu indah dengan
keringanan-keringanan bentuk ibadah yang disediakan. Seperti tadi, karena kita
ini harus bergegas dalam perjalanan, maka saya melakukan shalat di dalam mobil,
dan ini sering juga dilakukan di dalam pesawat, karena tidak mungkin untuk
melakukan jama’ mengingat kita sudah melewati dua waktu shalat yang sudah
dijama’ sebelumnya. Bahkan kalau sampeyan sakit, Islam membolehkan sampeyan
shalat sambil duduk kalo ga kuat berdiri. Bahkan kalo ga bisa dudukpun,
shalatnya sambil tiduran. Itulah dispensasi yang diberikan Islam terkait
shalat, ringan bukan? Tapi jangan ditinggalkan”
“ooo…gitu ya? Lah kalo saya kan nyetir?” tanyanya
“masak toh sampeyan ndak bisa nyisihkan 15 menit
saja utk turun sebentar ke masjid yang dilewati? Kalau sempat ya turunlah,
kalau memang tergesa-gesa mengejar waktu, ya shalatlah sambil nyetir” ujarku
“apa boleh?” tanyanya lagi
“boleh kalo memang mendesak sekali” jawabku
“wah mudah ya”
“iya, tapi jangan dibiasakan, jangan juga
ditinggalkan, sudah dikasih keringanan menjama’ shalat, mengqashar, shalat di
kendaraan, malah masih mau ninggalin shalat. Harus diingat kang, hal pertama
yang ditanya di akherat nanti bukan seberapa besar nafkah anda kepada keluarga,
tapi shalat anda selama hidup, rasulullah bersabda : “Yang
pertama kali ditanyakan kepada seorang hamba pada hari kiamat adalah perhatian
kepada shalatnya. Jika shalatnya baik, dia akan beruntung (dalam sebuah riwayat
disebutkan: dia akan berhasil). Dan jika shalatnya rusak, dia akan gagal dan
merugi.” (HR Ath Thabrani, shahih)
Di qur’an juga banyak kan disebut-sebut
perintah tentang mendirikan shalat. Saya yakin kang Sul sering dengar lah dari
ceramah-ceramah isro’ mi’roj.” Tambahku
Termasuk ancaman bagi yang meninggalkan
shalat, seperti dalam Qur’an surat al mudatssir ayat 42 & 43 :
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ. قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ
“Apakah yang memasukkan kalian ke
dalam neraka Saqar?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang
yang mengerjakan shalat….”
Juga di surat al-maun ayat 4 dan 5:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ
سَاهُوْنَ
“Maka celakalah orang-orang yang
shalat, yaitu mereka yang lalai dari mengerjakan shalatnya….”
Nah, orang yang lalai sholat aja
diancam lho sama Allah, apalagi yang meninggalkan. Lagian ya kang, sehari ini
kita itu Cuma diminta 5 kali lho ngadep gusti Allah, durasi untuk ngadep urusan
dunia justru lebih banyak, masak ya segitu teganya kita mentingkan urusan dunia
dan ngeduain Allah. Bahkan sudah dikasih keringanan lho, sampe kalo ndak bisa
wudhupun silahkan tayamun pake debu.
“wah astaghfirullah… seringan itu ya
agama ini soal ibadah, saya ndak tau”
“iya kang…ringan kok, tapi sudah
ringan begini, jangan ditinggal lho ya” tegasku sambil senyum.
“trus saya gimana?”
“ya sholat”
“sambil nyetir?”
“kalo bisa turun di masjid ya turun”
“ndak sempat lagi”
“ya udah sholat sambil nyetir aja, mau
syuruq ini”
“iya” ujarnya sambil diam kemudian
sesekali terdengar melafadzkan bacaan shalat.
Seusai shalat, aku nyoba ingetin dia
lagi. Yang begini jangan keseringan, nanti jadi kebiasaan. Tetap usahakan untuk
datang shalat dalam keadaan sempurna kang, sempatkan singgah ke masjid meski
tidak berjama’ah. InsyaAllah akan dibukakan oleh Allah kemudahan-kemudahan yang
lain. bahkan dijauhkan dari bahaya, serta menghindarkan dari perbuatan keji dan
mungkar.
“kalo sudah gak berbuat keji dan
mungkar berarti sudah ga usah shalat lagi ya…hahahaha…” jawabnya sambil tertawa
“lah justru ketika sampeyan ninggalin
shalat itu suah berbuat mungkar, karena sudah gak patuh sama perintah Allah,
yaitu shalat”
Dia manggut-manggut tanda mengerti
(atau jangan-jangan ngantuk), aku tersenyum ringan sambil buka bungkus permen
yang nganggur di dekat deretan depan setir. Itu lho…yang kalo di iklan tivi
permennya itu permen yang bisa ngomong. Sejuknya ke kerongkongan.
“mas…!!” gertak kang Sul mengagetkanku
“hah..apa?” jawabku kaget
“puasaaaaaaa….” Sambil nunjuk ke
mulutku yang lagi nguyah permen. Langsung tak kluarin itu permen dari mulut
trus kuminum air supaya rasa permennya hilang.
“mas..!!” gertaknya lagi
“apa lagi..??” aku jawab
“puasa… kok minum” ujarnya…
“loh iya ya,
astaghfirullah…subhaanalladzi la yashuu wa laa yanam” jawabku miris.
“he he he… pancen ringan mas, tapi
jangan ditinggalkan” pungkasnya sambil ketawa.
24/7/2013
3 komentar:
caritanya keren, balik ke Islamabad jagan lupa bawa ole2 y..!!!:)
mau oleh2 apa? ini siapa?
Sholat itu emang penenang hati yang paling tokcer...sayang, manusia bnyak yg suka ngeles sholat gara2 sibuk. Nice post masnyaaaa...
Posting Komentar