Sabtu, 12 November 2011

Kasus Dr. Aafia dan Kecaman Terhadap Amerika


Oleh : Firman Arifandi

Sejumlah selebaran, poster-poster dan spanduk mewarnai pinggiran jalan di sepanjang Lahore, ibukota provinsi Punjab siang itu. Slogan di poster dan spanduk-spanduk tersebut berbunyi tuntutan untuk membebaskan Dr. Aafia. Kasus yang berlangsung sejak tahun 2003 itu ternyata tidak hanya menimbulkan kecaman dari warga Pakistan tapi juga di mata internasional atas keputusan Amerika yang dianggap unfair.  Berbagai macam versi tentang analisa terhadap kasus Dr. Aafia makin ramai belakangan ini, terutama dari sejumlah aktivis hukum di Pakistan. Rangkaian demonstrasi dan longmarch makin memanas, merata di seantero negeri paratha Ali Jinnah ini, semuanya sama dalam satu tuntutan. Meminta agar Dr. Aafia dibebaskan dan kasusnya ditutup.
Sebagai warga asing, penulis semakin penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya atas kasus ini. Siapa juga sebenarnya sosok Dr. Aafia yang belakangan ini makin  ramai dibahas oleh khalayak Pakistan? Nalar untuk melakukan “case study” pun muncul dari otak saya didorong rasa penasaran yang makin kuat. Dan dengan mencoba mencari sejumlah referensi, penulis berusaha memaparkan beberapa poin penting dalam kasus ini.

Biografi singkat Dr. Aafia Siddique dan Kronologi Kasus

Namanya Dr.Aafia Siddique, wanita kelahiran Karachi 2 Maret 1972 ini adalah anak dari Salay Siddiqui yang tak lain adalah ahli bedah saraf (neurosurgeon) Inggris, dan ibunya Ismet adalah seorang guru dan relawan, pernah juga menjadi anggota di parlemen. Dua kakanya juga adalah orang terpelajar, dimana kakaknya yang pertama adalah seorang arsitek yang tinggal di Texas dan kakak keduanya, fowzia adalah seorang nuerologist atau ahli saraf lulusan Harvard yang kini bekerja di Sinai Hospital di Baltimore, dia juga pernah mengajar di John Hopkins University sebelum akhirnya kembali ke Pakistan.[1]
Dr. Aafia sendiri pada tahun 1990 memutuskan untuk pindah ke Houston, Texas dengan visa study di University of Houston, di sana ia tinggal bersama kakaknya. Selanjutnya setelah 3 semester lamanya, Aafia mendapatkan beasiswa penuh dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) di kota yang sama dan diapun pindah ke perguruan tinggi tersebut. Aafia akhirnya mendapat gelar B.S Biologi pada tahun 1995 dari MIT.
Sebuah catatan penting yang mengawali perjalanan kasusnya adalah sejak dia kuliah di MIT, dimana dirinya juga aktif dalam sebuah organisasi pemuda muslim di sana bernamakan MSA (moslem Students Association). Dalam perjalananya, ternyata MSA “kebobolan” tokoh. Adalah Abdullah Azzam, seorang pentolan baru MSA yang ternyata adalah kerabat Osama bin Laden. Dirinya berhasil mendoktrin pemikiran para pemuda MSA termasuk Aafia saat itu. Dari sana, Azzam mendirikan Al Kifah Refugee Center di Brooklyn, Newyork, yang disinyalir berfungsi sebagai pusat rekruitmen keanggotaan dan pusat penggalangan dana untuk gerakan Al Qaeda dan ekstrimis di Afghanistan.[2] 
Pada tahun 1995 Aafia menikah dengan seorang anestesiologis dari Karachi, Amjad Mohammed Khan. Pernikahanya berlangsung via telepon, dan tak lama setelah akad tersebut, Khan berpindah ke Amerika dan bekerja sebagai anestesiologi di Bringham dan Women’s Hospital di dekat Roxbury, Boston. Pada tahun 2001 Aafia berhasil meraih gelar Ph.D dengan disertasinya “separating the component of imitation” profesor pembimbingnya sangat kagum dengan apa yang dia tulis tersebut, dan tidak satupun menyangka bahwa itu sangat berguna untuk kepentingan para militan.[3]
Pasca kejadian 9/11, komisi PBB untuk penyidikan tragedi tersebut mengumpulkan sejumlah dokumen-dokumen berharga terkait pelaku dan sejumlah link penting gerakan terorisme. Dalam sebuah proses investigasi, nama Aafia masuk sebagai tersangka perencanaan gerakan tersebut, dimana Dr. Aafia diduga telah menjadi donatur gerakan terorisme atas tuduhan telah menggunakan Feriel Shaheen, salah seorang anggota Al-Qaeda untuk membeli berlian seharga 19.000.000 dolar Amerika yang disinyalir untuk digunakan sebagai pendanaan operasi kelompok ternama itu[4].
Pada bulan Mei tahun 2002, FBI menginterogasi Aafia dan suaminya terkait pembelian mereka pada sejumlah barang-barang penting kemiliteran, manual petunjuk penggunaan senjata berat, dan cara membuat C-4[5]. pada bulan Agustus di tahun yang sama, Khan memutuskan untuk bercerai dengan Aafia. Hal ini berdasarkan ketakutanya akan kecurigaan intelijen atas keikutsertaan Aafia dalam gerakan militan. Kemudian pada tanggal 25 Desember 2002, Dr. Aafia pulang ke Pakistan meninggalkan Amerika dan kembali lagi ke Amerika pada 2 Januari 2003. kepulanganya ini kemudian dicurigai dalam rangka mengatur regulasi P.O box dimana dalam bukti yang ditemukan oleh FBI, nama Dr. Aafia diketahui sebagai pemilik kedua P.O box milik Majid Khan, tersangka pengeboman stasiun gas dan bahan bakar bawah tanah di Baltimore, Washington. Belakangan, diketahui bahwa kunci P.O box ada pada Uzair Paracha, seorang aktivis Al-Qaeda yang dikenakan hukuman 30 tahun penjara.
Tepatnya bulan Februari tahun 2003, Dr. Aafia menikah lagi dengan Ammar Al-Baluchi, seorang yang diduga sebagai angota Al-Qaeda. Dia juga adalah keponakan dari pemimpin Al-qaeda Khalid sheikh Mohammed. Informasi tentang pernikahan ini sebenarnya tidak dibenarkan oleh pihak keluarga Aafia sendiri, namun pihak intelijen Pakistan dan CIA mengkonfirmasi kebenaranya. Selama itu juga diketahui bahwa pasangan tersebut bekerja sebagai pembuka P.O box milik Majid Khan. Pada tahun yang sama, Khalid sheikh Mohammed ditangkap oleh CIA, dan saat itu juga Aafia menghilang tidak diketahui keberadaanya hingga 5 tahun. Dari proses interogasi, intelijen menggali info dari Khalid bahwa Aafia berperan sebagai kurir operasional Al-Qaeda selama ini. Dan mulai saat itu Aafia dimasukan dalam list most wanted person.
Dalam beberapa versi, ada yang mengatakan bahwa menghilangnya Aafia adalah karena dirinya diculik oleh pihak intelijen Pakistan, ada juga versi lain yang mengatakan bahwa ibu dari 3 anak ini melarikan diri bersembunyi di Islamabad.[6] Singkat kata, pada bulan Juli 2008 dikabarkan bahwa Dr. Aafia tertangkap di Afghanistan, dan bersamanya ditemukan sejumlah catatan penting terkait perakitan senjata penghancur pesawat tak berawak milik Amerika yang seringkali digunakan untuk serangan udara (drone attack). Dalam masa interogasinya, Aafia tertembak dan luka berat. Pihak keamanan Amerika menyatakan bahwa Dr. Aafia mencoba melakukan penembakan kepada staff interogator setelah berhasil merampas senjata salah seorang dari mereka, kemudian terjadilah baku tembak dengan petugas keamanan hingga dirinya terluka parah. Setelah menjalani masa pengobatan, dirinya dilarikan ke pengadilan New York untuk proses persidangan atas tuduhan percobaan pembunuhan. Aafia sendiri membantah tuduhan tersebut, namun tidak diindahkan oleh pihak pengadilan. Akhirnya atas tindakan itu Aafia Siddiqui dikenakan hukuman penjara 86 tahun, sementara pengacaranya sendiri meminta keringanan 12 tahun karena Aafia dianggap sakit jiwa namun hal itu ditolak. Dalam proses pengadilan, Dr. Aafia sama sekali tidak diproses atas dasar keterlibatanya dalam jaringan Al-Qaeda ataupun keikutsertaannya dalam perencanaan tragedi 9/11 bahkan dalam rangkaian gerakan terorisme lainya.[7]
Reaksipun bermunculan dari segala kalangan mengecam tindakan unfair ini. Di Pakistan, sejumlah aktivis HAM bergabung bersama Jamaat-e-Islam dan Shabab-e-Milli memulai protes besar-besaran di Sargoda. Kemudian pada tanggal 17 Mei 2010, Pasban, salah satu partai politik Pakistan menggelar aksi solidaritas dengan menutup jalanan serentak di 50 kota termasuk Karachi.[8] Pemimpin partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) Imran Khan, juga sempat menuntut balik pihak otoritas Amerika dengan tuduhan penyiksaan, pemerkosaan, juga pembunuhan atas 2 anak Aafia. Orang-orang Parlemenpun melakukan demo serupa di depan kantor parlemen seraya mengadakan jumpa pers mengutuk keputusan pengadilan[9]. Sejumlah aktivis hukum, dalam forum asosiasi pengacara untuk kebebasan Aafia, membuat surat pernyataan sikap dan mengajukan petisi kepada pemerintah Pakistan untuk segera bertindak menolong Dr. Aafia. Dalam pernyataanya, mereka menilai dari kacamata hukum internasional bahwa kasus ini rancu, karena banding yang diajukan atas keputusan dari tuduhan tak berbukti tersebut justru ditolak. Hal ini pun mengundang reaksi dari Asian Human Right Commission, dimana mereka mengirim surat permohonan langsung kepada Barrack Obama menuntut kebebasan untuk Aafia dalam jangka waktu cepat[10]. Demikian juga International Justice Commission yang memantau langsung jalanya persidangan. Tak kalah pentingnya, organisasi HAM di Amerika bernama International Action Centre malah membuat pernyataan resmi di media-media AS mengutuk persidangan memalukan tersebut, serta membuat surat pernyataan sikap yang dikutip di situs mereka dan di koran-koran harian Amerika[11]. Dan tak jarang pula kita temukan di sejumlah jejaring social seperti facebook dan twitter yang menuntun pembebasan Dr. Aafia Siddiqui.
Kejanggalan Kasus

            Ada sejumlah kejanggalan dalam beberapa kejadian yang membuat bingung sejumlah pihak hingga menganggap kasus ini fiktiv. Diantaranya adalah pasca penangkapan Dr. Aafia di Afghanistan pada Juli 2008, pihak Amerika membuat pernyatan kepada publik bahwa mereka tidak mengetahui keberadaan anak-anak Dr. Aafia. Namun dalam surat kabar harian Pakistan, dan dalam pernyataan pemerintah Afghanistan beberapa hari setelahnya, menyatakan bahwa seorang anak berusia 11 tahun juga ikut ditangkap bersamanya, dan akan dipulangkan ke rumah orang tua Aafia.[12]
            Pada tanggal 14 Februari 2011, International Justice Network (IJN) merilis sebuah laporan bahwa ada keterlibatan langsung antara pihak agency Pakistan atas hilangnya Dr. Aafia sejak 2003 hingga 2008. dimana dalam pernyataanya mereka menyertakan sebuah rekaman dari seorang inspektur polisi Provinsi Sindh yang menyatakan bahwa dirinya terlibat dalam penculikan Aafia dan anak-anaknya di tahun 2003. Dari pernyataan dan bukti mereka ini dapat disimpulkan sebuah kemungkinan bahwa Aafia diculik.
            Sejak tahun 2003, FBI mengumumkan bahwa Dr. Aafia Siddiqui adalah wanted yang dicari untuk proses introgasi atas keterlibatanya pada serangkaian gerakan terorisme yang dituduhkan padanya. Namun, sejak tertangkapnya dia hingga masa pengadilan berlangsung, tuduhan atas peranya dalam pergerakan Al-Qaeda dan support gerakan terorisme sama sekali tidak dibahas, bahkan hukuman 86 tahun penjara untuknya adalah atas dasar percboaan pembunuhan saja.
            Beberapa tuduhan yang diajukan oleh sejumlah organisai hak asasi manusia dan Pakistan Tehreek-e Insaf bahwa Aafia telah diculik sejak 2003, disiksa dan diperkosa oleh otoritas AS serta penahanan ilegal terhadap ketiga anaknya yang juga merupakan pengakuan Dr. Aafia sendiri, ditolak mentah-mentah oleh pengadilan New York.
            Amnesty Internasional yang memantau jalannya persidangan dalam hal ini empat anggota parlemen Inggris melihat kejanggalan yang ada pada proses pengadilan ini, hingga memandang kasus ini layak dihentikan. Yaitu, ketika tim forensik tidak berhasil menemukan bukti kongkrit atas penembakan yang dilakukan oleh Aafia kepada pihak kemanan AS.  Persidangan ini dipandang melanggar amandemen ke enam Konstitusi Amerika Serikat , serta kewajiban AS sebagai anggota PBB. Mereka meminta agar Dr. Aafia dibebaskan karena kasus terkait keterlibatanya dalam gerakan terorisme juga tidak diangkat. Namun lagi-lagi pihak AS menolak petisi ini.[13]
            Poin terakhir yang cukup mengganjal bagi kalangan komunitas lawyer di Pakistan dan mata internasional adalah, apakah mungkin sebuah hukuman bagi seorang yang melakukan percobaan pembunuhan adalah hukuman penjara selama 86 tahun? Terlebih tidak adanya bukti nyata yang mampu memperkuat, bahkan rekaman videopun tak ada, dan kembali pada pemeriksaan tim forensik yang jelas mengatakan tidak menemukan jejak apapun dalam tuduhan yang diajukan tersebut.[14]

Kongklusi
            Berdasarkan sumber yang didapat, saya mencoba memberikan satu kesimpulan bahwa kasus yang terjadi pada Dr. Aafia ini masih dalam kerancuan dan AS sendiri belum mampu memberikan bukti kongkrit. Kasus terorisme yang seharusnya diangkat dalam persidangan justru tidak dibahas. Dari sini saya ingin mengangkat sisi lain, yaitu tidaklah mungkin Amerika dapat menangkap dan menculik setiap tersangka aktivis Al-Qaeda di Pakistan tanpa kerjasama dan sepengetahuan ISI dan Intelijen Militer. Hemat saya, klaim bahwa penangkapan terhadap Dr. Aafia dilakukan yang dilakukan semata-semata oleh Amerika sebenarnya adalah promosi pihak Intelijen atau badan keamanan Pakistan sendiri untuk membentuk opini publik agar semua kesalahan tercurah pada AS saja, dan demi membersihkan kesan buruk lembaga terkait Pakistan sendiri.
            Bila mau berpikir global, hal ini tentunya bisa menjadi pertimbangan dalam kasus lain. Sebut saja drone attack, yang jelas-jelas melanggar kedaulatan Pakistan, dimana kecil sekali kemungkinan bagi NATO untuk masuk menyerang wilayah Pakistan tanpa ada “kongkalikong” dengan pihak otoritas tertentu.
            Terakhir, merujuk pada kasus dan kejanggalan-kejanggalan yang ada tadi. Penulis ingin menganalogikan kasus Dr. Aafia dengan kasus A.K Khan, pakar nuklir Pakistan yang pernah mengalami kasus mirip dengan Dr. Aafia dan sempat ditahan sebagai tahanan rumah belasan tahun lamanya. Intinya, bisa jadi kasus ini adalah kasus fiktif Amerika karena khawatir akan lahirnya A.K Khan ke dua. Terlebih Aafia pernah disebut mampu menciptakan biological weapon pemusnah masal dan merakit alat deteksi pesawat tak berawak Amerika dan menonaktifkanya.

Wallahu A’lam bisshowab



[4] Von Mittelstaedt, Juliane (November 27, 2008)."America's Most Wanted: 'The Most Dangerous Woman in the World'". p. 2. News – International. Der Spiegel. Retrieved January 1, 2011.

[7] Grace, Melissa; Stepanie Gaskell (August 14, 2008)."Lady Al Qaeda' threat real, pol says; lawyers want to see evidence". New York Daily News. Retrieved May 14, 2010.

Tidak ada komentar: