Oleh : Firman
Arifandi
Sejumlah
selebaran, poster-poster dan spanduk mewarnai pinggiran jalan di sepanjang Lahore , ibukota provinsi Punjab
siang itu. Slogan di poster dan spanduk-spanduk tersebut berbunyi tuntutan
untuk membebaskan Dr. Aafia. Kasus yang berlangsung sejak tahun 2003 itu
ternyata tidak hanya menimbulkan kecaman dari warga Pakistan tapi juga di mata internasional
atas keputusan Amerika yang dianggap unfair.
Berbagai macam versi tentang analisa terhadap kasus Dr. Aafia makin
ramai belakangan ini, terutama dari sejumlah aktivis hukum di Pakistan . Rangkaian demonstrasi dan
longmarch makin memanas, merata di seantero negeri paratha Ali Jinnah ini,
semuanya sama dalam satu tuntutan. Meminta agar Dr. Aafia dibebaskan dan
kasusnya ditutup.
Sebagai warga
asing, penulis semakin penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya atas kasus
ini. Siapa juga sebenarnya sosok Dr. Aafia yang belakangan ini makin ramai dibahas oleh khalayak Pakistan ? Nalar untuk melakukan
“case study” pun muncul dari otak saya didorong rasa penasaran yang makin kuat.
Dan dengan mencoba mencari sejumlah referensi, penulis berusaha memaparkan
beberapa poin penting dalam kasus ini.
Biografi singkat Dr. Aafia Siddique dan Kronologi Kasus
Namanya Dr.Aafia
Siddique, wanita kelahiran Karachi 2 Maret 1972 ini adalah anak dari Salay
Siddiqui yang tak lain adalah ahli bedah saraf (neurosurgeon) Inggris, dan
ibunya Ismet adalah seorang guru dan relawan, pernah juga menjadi anggota di
parlemen. Dua kakanya juga adalah orang terpelajar, dimana kakaknya yang
pertama adalah seorang arsitek yang tinggal di Texas
dan kakak keduanya, fowzia adalah seorang nuerologist atau ahli saraf lulusan
Harvard yang kini bekerja di Sinai Hospital di Baltimore, dia juga pernah
mengajar di John Hopkins
University sebelum akhirnya kembali ke
Pakistan .[1]
Dr. Aafia
sendiri pada tahun 1990 memutuskan untuk pindah ke Houston, Texas dengan visa
study di University of Houston, di sana ia tinggal bersama kakaknya. Selanjutnya
setelah 3 semester lamanya, Aafia mendapatkan beasiswa penuh dari Massachusetts Institute of Technology
(MIT) di kota yang sama dan diapun pindah ke perguruan tinggi tersebut. Aafia
akhirnya mendapat gelar B.S Biologi pada tahun 1995 dari MIT.
Sebuah catatan penting yang mengawali perjalanan kasusnya
adalah sejak dia kuliah di MIT, dimana dirinya juga aktif dalam sebuah
organisasi pemuda muslim di sana
bernamakan MSA (moslem Students Association). Dalam perjalananya, ternyata MSA
“kebobolan” tokoh. Adalah Abdullah Azzam, seorang pentolan baru MSA yang
ternyata adalah kerabat Osama bin Laden. Dirinya berhasil mendoktrin pemikiran
para pemuda MSA termasuk Aafia saat itu. Dari sana ,
Azzam mendirikan Al Kifah Refugee Center di Brooklyn, Newyork, yang disinyalir
berfungsi sebagai pusat rekruitmen keanggotaan dan pusat penggalangan dana
untuk gerakan Al Qaeda dan ekstrimis di Afghanistan .[2]
Pada tahun 1995 Aafia menikah dengan seorang anestesiologis
dari Karachi ,
Amjad Mohammed Khan. Pernikahanya berlangsung via telepon, dan tak lama setelah
akad tersebut, Khan berpindah ke Amerika dan bekerja sebagai anestesiologi di
Bringham dan Women’s Hospital di dekat Roxbury, Boston. Pada tahun 2001 Aafia
berhasil meraih gelar Ph.D dengan disertasinya “separating the component of
imitation” profesor pembimbingnya sangat kagum dengan apa yang dia tulis
tersebut, dan tidak satupun menyangka bahwa itu sangat berguna untuk
kepentingan para militan.[3]
Pasca kejadian 9/11, komisi PBB untuk penyidikan tragedi
tersebut mengumpulkan sejumlah dokumen-dokumen berharga terkait pelaku dan
sejumlah link penting gerakan terorisme. Dalam sebuah proses investigasi, nama
Aafia masuk sebagai tersangka perencanaan gerakan tersebut, dimana Dr. Aafia
diduga telah menjadi donatur gerakan terorisme atas tuduhan telah menggunakan
Feriel Shaheen, salah seorang anggota Al-Qaeda untuk membeli berlian seharga
19.000.000 dolar Amerika yang disinyalir untuk digunakan sebagai pendanaan
operasi kelompok ternama itu[4].
Pada bulan Mei tahun 2002, FBI menginterogasi Aafia dan
suaminya terkait pembelian mereka pada sejumlah barang-barang penting
kemiliteran, manual petunjuk penggunaan senjata berat, dan cara membuat C-4[5].
pada bulan Agustus di tahun yang sama, Khan memutuskan untuk bercerai dengan
Aafia. Hal ini berdasarkan ketakutanya akan kecurigaan intelijen atas
keikutsertaan Aafia dalam gerakan militan. Kemudian pada tanggal 25 Desember
2002, Dr. Aafia pulang ke Pakistan
meninggalkan Amerika dan kembali lagi ke Amerika pada 2 Januari 2003.
kepulanganya ini kemudian dicurigai dalam rangka mengatur regulasi P.O box
dimana dalam bukti yang ditemukan oleh FBI, nama Dr. Aafia diketahui sebagai pemilik
kedua P.O box milik Majid Khan, tersangka pengeboman stasiun gas dan bahan
bakar bawah tanah di Baltimore, Washington. Belakangan, diketahui bahwa kunci
P.O box ada pada Uzair Paracha, seorang aktivis Al-Qaeda yang dikenakan hukuman
30 tahun penjara.
Tepatnya bulan Februari tahun 2003, Dr. Aafia menikah lagi
dengan Ammar Al-Baluchi, seorang yang diduga sebagai angota Al-Qaeda. Dia juga
adalah keponakan dari pemimpin Al-qaeda Khalid sheikh Mohammed. Informasi
tentang pernikahan ini sebenarnya tidak dibenarkan oleh pihak keluarga Aafia
sendiri, namun pihak intelijen Pakistan
dan CIA mengkonfirmasi kebenaranya. Selama itu juga diketahui bahwa pasangan
tersebut bekerja sebagai pembuka P.O box milik Majid Khan. Pada tahun yang
sama, Khalid sheikh Mohammed ditangkap oleh CIA, dan saat itu juga Aafia
menghilang tidak diketahui keberadaanya hingga 5 tahun. Dari proses interogasi,
intelijen menggali info dari Khalid bahwa Aafia berperan sebagai kurir
operasional Al-Qaeda selama ini. Dan mulai saat itu Aafia dimasukan dalam list
most wanted person.
Dalam beberapa versi, ada yang mengatakan bahwa
menghilangnya Aafia adalah karena dirinya diculik oleh pihak intelijen Pakistan , ada juga versi lain yang mengatakan
bahwa ibu dari 3 anak ini melarikan diri bersembunyi di Islamabad .[6]
Singkat kata, pada bulan Juli 2008 dikabarkan bahwa Dr. Aafia tertangkap di
Afghanistan, dan bersamanya ditemukan sejumlah catatan penting terkait
perakitan senjata penghancur pesawat tak berawak milik Amerika yang seringkali
digunakan untuk serangan udara (drone attack). Dalam masa interogasinya, Aafia
tertembak dan luka berat. Pihak keamanan Amerika menyatakan bahwa Dr. Aafia
mencoba melakukan penembakan kepada staff interogator setelah berhasil merampas
senjata salah seorang dari mereka, kemudian terjadilah baku tembak dengan petugas keamanan hingga
dirinya terluka parah. Setelah menjalani masa pengobatan, dirinya dilarikan ke
pengadilan New York
untuk proses persidangan atas tuduhan percobaan pembunuhan. Aafia sendiri
membantah tuduhan tersebut, namun tidak diindahkan oleh pihak pengadilan. Akhirnya
atas tindakan itu Aafia Siddiqui dikenakan hukuman penjara 86 tahun, sementara
pengacaranya sendiri meminta keringanan 12 tahun karena Aafia dianggap sakit
jiwa namun hal itu ditolak. Dalam proses pengadilan, Dr. Aafia sama sekali
tidak diproses atas dasar keterlibatanya dalam jaringan Al-Qaeda ataupun keikutsertaannya
dalam perencanaan tragedi 9/11 bahkan dalam rangkaian gerakan terorisme lainya.[7]
Reaksipun bermunculan dari segala kalangan mengecam
tindakan unfair ini. Di Pakistan, sejumlah aktivis HAM bergabung bersama
Jamaat-e-Islam dan Shabab-e-Milli memulai protes besar-besaran di Sargoda.
Kemudian pada tanggal 17 Mei 2010, Pasban, salah satu partai politik Pakistan menggelar aksi solidaritas dengan
menutup jalanan serentak di 50 kota termasuk Karachi .[8]
Pemimpin partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) Imran Khan, juga sempat menuntut
balik pihak otoritas Amerika dengan tuduhan penyiksaan, pemerkosaan, juga
pembunuhan atas 2 anak Aafia. Orang-orang Parlemenpun melakukan demo serupa di
depan kantor parlemen seraya mengadakan jumpa pers mengutuk keputusan
pengadilan[9].
Sejumlah aktivis hukum, dalam forum asosiasi pengacara untuk kebebasan Aafia,
membuat surat pernyataan sikap dan mengajukan
petisi kepada pemerintah Pakistan
untuk segera bertindak menolong Dr. Aafia. Dalam pernyataanya, mereka menilai
dari kacamata hukum internasional bahwa kasus ini rancu, karena banding yang
diajukan atas keputusan dari tuduhan tak berbukti tersebut justru ditolak. Hal
ini pun mengundang reaksi dari Asian Human Right Commission, dimana mereka
mengirim surat
permohonan langsung kepada Barrack Obama menuntut kebebasan untuk Aafia dalam
jangka waktu cepat[10].
Demikian juga International Justice Commission yang memantau langsung jalanya
persidangan. Tak kalah pentingnya, organisasi HAM di Amerika bernama International
Action Centre malah membuat pernyataan resmi di media-media AS mengutuk
persidangan memalukan tersebut, serta membuat surat pernyataan sikap yang
dikutip di situs mereka dan di koran-koran harian Amerika[11].
Dan tak jarang pula kita temukan di sejumlah jejaring social seperti facebook
dan twitter yang menuntun pembebasan Dr. Aafia Siddiqui.
Kejanggalan
Kasus
Pada tanggal 14 Februari 2011,
International Justice Network (IJN) merilis sebuah laporan bahwa ada
keterlibatan langsung antara pihak agency Pakistan atas hilangnya Dr. Aafia
sejak 2003 hingga 2008. dimana dalam pernyataanya mereka menyertakan sebuah
rekaman dari seorang inspektur polisi Provinsi Sindh yang menyatakan bahwa
dirinya terlibat dalam penculikan Aafia dan anak-anaknya di tahun 2003. Dari
pernyataan dan bukti mereka ini dapat disimpulkan sebuah kemungkinan bahwa
Aafia diculik.
Sejak tahun 2003, FBI mengumumkan
bahwa Dr. Aafia Siddiqui adalah wanted yang dicari untuk proses introgasi atas
keterlibatanya pada serangkaian gerakan terorisme yang dituduhkan padanya.
Namun, sejak tertangkapnya dia hingga masa pengadilan berlangsung, tuduhan atas
peranya dalam pergerakan Al-Qaeda dan support gerakan terorisme sama sekali
tidak dibahas, bahkan hukuman 86 tahun penjara untuknya adalah atas dasar
percboaan pembunuhan saja.
Beberapa tuduhan yang diajukan oleh
sejumlah organisai hak asasi manusia dan Pakistan Tehreek-e Insaf bahwa Aafia
telah diculik sejak 2003, disiksa dan diperkosa oleh otoritas AS serta
penahanan ilegal terhadap ketiga anaknya yang juga merupakan pengakuan Dr.
Aafia sendiri, ditolak mentah-mentah oleh pengadilan New York.
Amnesty Internasional yang memantau
jalannya persidangan dalam hal ini empat anggota parlemen Inggris melihat
kejanggalan yang ada pada proses pengadilan ini, hingga memandang kasus ini
layak dihentikan. Yaitu, ketika tim forensik tidak berhasil menemukan bukti
kongkrit atas penembakan yang dilakukan oleh Aafia kepada pihak kemanan AS. Persidangan ini dipandang melanggar amandemen
ke enam Konstitusi Amerika Serikat , serta kewajiban AS sebagai anggota PBB. Mereka
meminta agar Dr. Aafia dibebaskan karena kasus terkait keterlibatanya dalam
gerakan terorisme juga tidak diangkat. Namun lagi-lagi pihak AS menolak petisi
ini.[13]
Poin terakhir yang cukup mengganjal
bagi kalangan komunitas lawyer di Pakistan dan mata internasional adalah,
apakah mungkin sebuah hukuman bagi seorang yang melakukan percobaan pembunuhan
adalah hukuman penjara selama 86 tahun? Terlebih tidak adanya bukti nyata yang
mampu memperkuat, bahkan rekaman videopun tak ada, dan kembali pada pemeriksaan
tim forensik yang jelas mengatakan tidak menemukan jejak apapun dalam tuduhan
yang diajukan tersebut.[14]
Kongklusi
Berdasarkan sumber yang didapat,
saya mencoba memberikan satu kesimpulan bahwa kasus yang terjadi pada Dr. Aafia
ini masih dalam kerancuan dan AS sendiri belum mampu memberikan bukti kongkrit.
Kasus terorisme yang seharusnya diangkat dalam persidangan justru tidak dibahas.
Dari sini saya ingin mengangkat sisi lain, yaitu tidaklah mungkin Amerika dapat
menangkap dan menculik setiap tersangka aktivis Al-Qaeda di Pakistan tanpa
kerjasama dan sepengetahuan ISI dan Intelijen Militer. Hemat saya, klaim bahwa
penangkapan terhadap Dr. Aafia dilakukan yang dilakukan semata-semata oleh
Amerika sebenarnya adalah promosi pihak Intelijen atau badan keamanan Pakistan
sendiri untuk membentuk opini publik agar semua kesalahan tercurah pada AS saja,
dan demi membersihkan kesan buruk lembaga terkait Pakistan sendiri.
Bila mau berpikir global, hal ini
tentunya bisa menjadi pertimbangan dalam kasus lain. Sebut saja drone attack,
yang jelas-jelas melanggar kedaulatan Pakistan ,
dimana kecil sekali kemungkinan bagi NATO untuk masuk menyerang wilayah Pakistan
tanpa ada “kongkalikong” dengan pihak otoritas tertentu.
Terakhir, merujuk pada kasus dan
kejanggalan-kejanggalan yang ada tadi. Penulis ingin menganalogikan kasus Dr.
Aafia dengan kasus A.K Khan, pakar nuklir Pakistan yang pernah mengalami
kasus mirip dengan Dr. Aafia dan sempat ditahan sebagai tahanan rumah belasan
tahun lamanya. Intinya, bisa jadi kasus ini adalah kasus fiktif Amerika karena
khawatir akan lahirnya A.K Khan ke dua. Terlebih Aafia pernah disebut mampu
menciptakan biological weapon pemusnah masal dan merakit alat deteksi pesawat
tak berawak Amerika dan menonaktifkanya.
Wallahu
A’lam bisshowab
[4] Von Mittelstaedt,
Juliane (November 27, 2008)."America's Most Wanted: 'The
Most Dangerous Woman in the World'". p. 2. News – International.
Der Spiegel. Retrieved January 1, 2011.
[7] Grace,
Melissa; Stepanie Gaskell (August 14, 2008)."Lady Al Qaeda' threat real, pol
says; lawyers want to see evidence". New
York Daily News. Retrieved May 14, 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar