Lesehan #2
Sore tadi sengaja ngabuburit sama
kang Abduh dengan menelusuri salah satu sektor kecil di bagian kota Islamabad. Ada
pemandangan khas sepanjang Ramadhan di negara ini yang mungkin akan sangat
jarang sekali kita temukan di tanah air, yakni banyak tersedianya lapak iftar
dan berbuka untuk umum tak terkecuali
bagi musafir dan orang-orang miskin di area publik seperti di pasar, masjid, dan
bahkan di trotoar-trotoar. Semua itu sengaja disediakan oleh para dermawan. Bukan
sekedar membagi-bagi bungkusan takjil
kemudian berlalu, tapi ini benar-benar menggelar tikar atau karpet
sehingga siapa saja yang lewat boleh ambil bagian di situ. Untuk mengundang
kehadiran banyak orang, karpet dan tikar ini sudah digelar terlebih dahulu
sejak Ashar.
“nampaknya ini yang spesial dari penduduk negara Ali Jinnah
dalam menjadikan Ramadhan benar-benar bulan yang berkah, mereka rela berbagi
kegembiraan karena sama-sama merasakan lapar dan seolah menjadi konsekuensi
untuk sama-sama merasakan kenyang dengan makanan yang sama pula ya cak” kata kang Abduh
“bisa jadi kang, spirit ikhlas dalam puasa benar-benar
mereka aplikasikan dengan berbagi, tak pandang bulu kepada siapapun itu, mau
kenal atau enggak, mau miskin atau kaya, pokoknya berbagi saja, karena pada
prinsipnya Ramadhan ini adalah bulan berjamaah. Berjamaah puasa, berjamaah
diuji kesabaran, dan berjamaah menahan nafsu, maka gak salah kalo berjamaah
pula berbagi kesenangan” jawab saya.
Kang Abduh terdiam sejenak, kemudian berkata “kalo ngobrolin
soal kegembiraan nih cak, saya jadi teringat salah satu sabda kanjeng Nabi yang
bunyinya begini:
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ
فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
Bagi orang yang berpuasa itu dua kegembiraan: yakni
kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan saat berjumpa Tuhannya (HR Muslim :
1151)
“Kegembiraan pertama saat
berbuka, itu bukan sekedar karena boleh makannya lho cak, saya pernah dengar
guru ngaji saya saat membacakan keterangan dari hadist ini bahwa kegembiraan
itu karena dalam sehari penuh diuji kesabaran, kita mampu menjadi hamba yang
benar-benar membuktikan ketaatan atas perintah Allah. Bukan hanya berpuasa
karena takut kena fidyah atau qadha’ shaum, bukan pula sekedar berpuasa menahan
nafsu sexual karena takut kena kafarah, atau juga bukan sekedar berpuasa karena
formalitas saja lantaran yang lain pada puasa. Tapi justru kebahagiaan saat iftar yang dimaksud itu adalah kebahagiaan atas proses pembuktian ketaatan kita
atas implementasi perintah dan menjauhi laranganNya. Karena sejatinya, iman
itu bukan sekedar simbol dan penilaian orang saja, tapi pembuktian dengan
hal-hal tadi” tegas kang Abduh
“Iya
kang betul itu, itulah kenapa banyak orang yang bilang bahwa Ramadhan itu bulan
pelatihan, bulan pembiasaan, agar ummat Islam mampu membiasakan diri menjadi
hamba yang benar-benar taat dan bisa membuktikan imannya dengan istiqomah
melakukan seperti apa yang telah dilakukannya sepanjang Ramadhan ini."
"bahkan ada perkataan ulama nih kang yang bilang bahwa Ramadhan itu bukan siangnya saja yang dianggap sebagai ibadah, tapi juga sepanjang hari 24 jam. Kenapa demikian? Karena pada siangnya muslimin diuji kesabarannya dengan puasa, kemudian pada malam harinya diuji pula dirinya untuk bersyukur. Maka itu kenapa doa di Ramadhan dianggap mustajab, mustajabnya itu buat mereka yang sukses menjadi orang yang sabar dan pandai bersyukur kang, seperti yang kita lihat di depan kita ini deh kang kurang lebih”
"bahkan ada perkataan ulama nih kang yang bilang bahwa Ramadhan itu bukan siangnya saja yang dianggap sebagai ibadah, tapi juga sepanjang hari 24 jam. Kenapa demikian? Karena pada siangnya muslimin diuji kesabarannya dengan puasa, kemudian pada malam harinya diuji pula dirinya untuk bersyukur. Maka itu kenapa doa di Ramadhan dianggap mustajab, mustajabnya itu buat mereka yang sukses menjadi orang yang sabar dan pandai bersyukur kang, seperti yang kita lihat di depan kita ini deh kang kurang lebih”
“trus tentang
kegembiraan ke dua, kegembiraan saat berjumpa tuhannya itu gimana penjelasannya
kang?” lanjutku bertanya penasaran
“nah kalo yang ke dua itu, yaitu kegembiraan saat bertemu
tuhannya adalah karena kelak ketika yaumul hisab di akherat, Allah
nyerahin tabungan pahala puasanya ke dia
sebagai tambahan timbangan kebaikan nanti. Seperti hadist yang sempat sampeyan
sebutin kemarin cak, bahwa puasa itu pahalanya benar-benar dispesialkan
kelipatannya sama gusti Allah, nah pembuktiannya itu ya ntar cak, pas hari
ditimbangnya kebaikan, tau-tau itu timbangan sama Allah ditambahin sama pahala
puasa yang mana Allah sendiri yang nabungin pahalanya itu, gimana gak seneng
banget itu ummat cak, bisa sampeyan baca itu di kitab lathoiful maarif juga cak
keterangan itu”
“masyaAllah kang…jadi makin seneng menjadi ummatnya nabi
Muhammad dan jadi hamba Allah ya kalo gini”
“iya cak, ndak perlu khawatir…Gusti Allah gak pernah PHP kok
sudah dijanjikan pokoknya lipat ganda pahala itu, gusti Allah kan sudah mutlak
bilang:
وَمَا تُقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ
تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٢٠)
“dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al Muzammil: 20)”
Tinggal kita saja sebagai muslim mau menjadi hambaNYa yang benar-benar
taat apa enggak, karena menurut Ibnu Rojab, ulama tahun 700an hijriah, ada dua
jenis orang yang berpuasa cak, yaitu :
Pertama: orang puasa yang ketika puasa meninggalkan makan, minum,
syahwat benar-benar karena ketakwaan kepada Allah, bukan sekedar formalitas,
lulus ujian kesabrannya dan kesyukurannya, maksimal ibadah ekstranya dan
lagi-lagi hanya berharap ridho Allah, itulah orang berpuasa yang menang.
Kedua : orang puasa yang tidak sepenuhnya karena Allah, dia menahan
lapar secara jasmani tapi masih saja menggerutu di hatinya, malah mengeluh
dengan keadaannya yang sedang puasa. Dia menahan hawa nafsu secara lahiriyah,
tapi tidak menahan nafsu secara batin. Dia berharap kemenangan di akherat
dengan puasanya itu, tapi banyak kewajiban-kewajiban lain di dunia yang
ditinggalkannya. Orang puasa seperti ini tidak punya apa-apa dari Allah kecuali
lapar dan dahaganya saja.
Jadi cak, semua janji pahala dan surga yang Allah iming-imingin kepada
hambaNYa itu ga lepas gitu aja, janji Allah itu selalu ada nilai tawarnya,
selalu bersyarat cak. Kalo emang mau dapet kebahagiaan saat bertemu Allah, ya
sudah barang tentu, kita musti jadi orang yang berpuasa dengan tipikal pertama
tadi cak. Wallahu a’lam bisshowab”
tegasnya lagi
“eh sudah adzan kang, ayo minum dulu biar seger” ajakku
“itu adzan ashar cak, ayo ikutan jamaah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar