Minggu, 26 Juni 2016

I’tikaf Liga Euro

Lesehan #6

Selepas acara buka bersama di KBRI Islamabad malam itu, terjadi obrolan santai antara sejumlah kawan-kawan sembari menikmati angin malam yang sedikit lebih segar dibanding siang saat summer.

“ah sudah mau masuk sepuluh akhir aja nih ya, pada mau i’tikaf gak?” Ujar kang Fikri

“insyaAllah lah, saya mau mulai besok malam atau masuk malam 21 saja” jawab mas Rahman


“lah gimana bisa dimulai malam, wong i’tikaf itu dalam keterangan dari riwayat Aisyah RA mengatakan bahwa kanjeng Nabi mulai i’tikafnya dari setelah shalat subuh kok” tegas gus Hasan.

“bahkan ya masyruiyahnya berdiam aja sepanjang sepuluh akhir di dalam masjid, nutup i’tikafnya pas turun ke lapangan hari Eid” tambahnya.

“lah kalo mau mandi, makan, belanja buka puasa, masak, wudhu, ke toilet gimana dong gus kalo diharuskan berdiam di masjid sepanjang sepuluh hari itu?” tanya Rahman

“lah ya jelas, ga i’tikaf lagi namanya, batal sudah” jawab gus Hasan.

“bener gitu cak?” tanya mas Rahman, pandangannya beralih ke arah saya yang sedari tadi menjadi pendengar setia

“lah kok nanya ke saya mas, tadi yang ngomongin dalilnya kan gus Hasan, bukan saya” jawab saya simpel.

“kayaknya asyik nih kalo dijelaskan singkat saja cak, terkait fiqih I’tikaf, terus pandangan para ulama juga gimana gitu, biar obrolannya manfaat nih” ujar kang Fikri

“ya gak singkat namanya kang kalo pake nyebutin pendapat tiap-tiap madzhab plus dalilnya, itu namanya bukan obrolan tapi pengajian, hahaha…” sanggah saya

“ya ndak apa-apa cak, kalo teman-teman yang kuliah agama, pernah nyantri, kan enak pada tau semua soal beginian, nah kami yang ndak pernah nyentuh kitab ini kan butuh sharing dari jenengan semuanya ini” ujar pak Sukur

Berbicara soal i’tikaf nih, sebenarnya ini adalah bentuk ibadah yang tidak rumit, secara definisi semua ulama sepakat bahwa ini adalah bentuk ibadah dengan cukup berdiam diri masjid. Tentang dalil masyru’iyahnya, baik dari qur’an ataupun dari Hadist semuanya ada. Saya yakin jenengan semua banyak dengar tentang itu baik di pengajian-pengajian ataupun baca artikel.

Nah yang menjadi ikhtilaf antar ulama di antaranya adalah kriteria masjidnya. Ada yang berpendapat bahwa masjid yang sah untuk menggelar I’tikaf di dalamnya hanya di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Baitul Maqdis saja, itu menurut Hudzaifah dan Said Bin Musayyab. Pendapat selanjutnya membolehkan semua jenis masjid, baik yang bentuknya kecil seperti surau atau yang lebih besar lagi, hal ini merupakan pendapat jumhur yakni dari imam Syafi’I, imam Abu Hanifah, imam Tsauri, dan yang masyhur dari pendapat imam Malik. Kemudian pendapat ketiga, adalah masjid yang dihadiri orang-orang untuk shalat jum’at, hal tersebut merupakan nukilan dari riwayat ibnu Hakam dari salah satu pendapat imam Malik. Bisa dibuka di kitab bidayatul mujtahid.

Ikhtilaf selanjutnya pada durasi I’tikaf, berapa lama nih durasi kita harusnya I’tikaf di dalam masjid. Imam Malik dalam satu dari perkataanya mengatakan sekurang-kurangnya tiga hari, dalam perkataan lain mengatakan sehari semalam. Kemudian Ibnu Qosim berpendapat paling sedikit untuk i’tikaf adalah sepuluh hari, lalu disambut oleh orang sahabat-sahabatnya di baghdad bahwa sepuluh hari itu adalah hukumnya mustahab, sementara sekurang-kurangnya adalah 3 hari. Kemudian pendapat terakhir adalah pendapat imam Syafi’I, imam Abu Hanifah dan sebagian besar fuqaha’ yang mengatakan bahwa tidak ada batas durasi i’tikaf, maka boleh sejam, boleh dua jam atau hingga sepuluh hari, yang jelas dia cukup berdiam di masjid dalam rangka niat taqarrub kepada Allah dengan membaca Qur’an, Dzikir, shalat sunnah, dan amal soleh lainnya, ditambahkan oleh imam Syafi’I dalam pendapatnya bahwa minimal durasinya adalah sedikit lebih lama dari panjang tuma’ninahnya orang shalat sehingga benar-benar dikatakan ukuf atau berdiam diri.

Kemudian kapan awal masuk i’tikaf yang sesuai ajaran syariat? Secara garis besar ada dua pendapat, pendapat pertama mengatakan awal masuk i’tikaf adalah setelah subuh, dan pendapat kedua adalah dimulai sejak sebelum masuk maghrib.

Kelompok yang mengatakan agar i’tikaf dimulai setelah subuh, dianataranya adalah Auza’i, Tsauri, dan imam Laits. Mereka berdalil dengan riwayat dari Aisyah RA :

كانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى الْفَجْرَ ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apapbila hendak i’tikaf, beliau shalat subuh kemudian masuk ke tempat khusus untuk i’tikaf beliau.” (HR. Bukhari Muslim)”.

menanggapi hadist Aisyah di atas, imam Nawawi dalam syarah muslimnya bab 8 halaman 69  mengatakan :
وَأَوَّلُوا الْحَدِيث عَلَى أَنَّهُ دَخَلَ الْمُعْتَكَف , وَانْقَطَعَ فِيهِ , وَتَخَلَّى بِنَفْسِهِ بَعْد صَلَاته الصُّبْح , لا أَنَّ ذَلِكَ وَقْت اِبْتِدَاء الاعْتِكَاف , بَلْ كَانَ مِنْ قَبْل الْمَغْرِب مُعْتَكِفًا لابِثًا فِي جُمْلَة الْمَسْجِد , فَلَمَّا صَلَّى الصُّبْح اِنْفَرَد

“Mayoritas ulama memahami hadis di atas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke bilik i’tikaf, memisahkan diri, dan menyendiri setelah beliau melakukan shalat subuh. Bukan karena itu waktu mulai i’tikaf, namun beliau sudah tinggal di masjid sebelum maghrib. Setelah shslat subuh, beliau menyendiri.”

Hal ini juga dijadikan landasan oleh kelompok kedua yang mengatakan bahwa Rasulullah memulainya sejak sebelum maghrib.

Adapun kelompok kedua yang mengatakan memulai i’tikaf pada sore sebelum maghrib adalah pendapat bahwa awal masuknya bulan adalah keika gelap, maka begitu juga dalam memaknai hari. Sekalipun ternyata dalam lisan arab kata “yaum” atau hari bisa bermakna siangnya saja atau paduan siang dan malam. dalil yang memperkuat kelompok ke dua adalah:

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يعتكف في العشر الأوسط من رمضان، فاعتكف عاماً، حتى إذا كان ليلة إحدى وعشرين، وهي الليلة التي يخرج من صبيحتها من اعتكافه، قال: من كان اعتكف معي فليعتكف العشر الأواخر

Dari Said Al khudry RA : sesungguhnya Rasulullah SAW pernah beri’tikaf di sepuluh pertengahan dari bulan Ramadhan, kemudian beri’tikaflah pula orang-orang. Hingga masuk malam ke dua puluh satu, dan itu adalah malam di mana Rasulullah keluar di pagi harinya dari i’tikafnya . maka beliau SAW berkata: barang siapa yang telah beri’tikaf denganku maka beri’tikaflah di sepuluh terakhir (dari bulan Ramadhan). (HR. Bukhori & Muslim).

Dan pendapat kedua inilah yang kemudian lebih banyak diambil oleh mayoritas fuqaha diantaranya adalah Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanafiyah.

“apa i’tikaf itu boleh dilakukan di luar bulan Ramadhan kang? Terus kalau di bulan Ramadhan biasanya kanjeng nabi itu mulai i’tikafnya dari tanggal berapa?” tanya pak Sukur.

“i’tikaf di luar bulan Ramadhan boleh karena pada asal hukumnya juga sunnah. kemudian Kalo di bulan Ramadhan, kanjeng Nabi ngerjakan i’tikaf sejak memasuki sepuluh akhir di bulan Ramadhan seperti hadist yang diriwayatkan Said al Khudry RA itu pak”

“jadi kalau lagi i’tikaf kemudian butuh belanja buat kebutuhan berbuka nih, otomatis kan kluar masjid tuh, berarti batal i’tikafnya ya?” tanya mas Rahman.

“otomatis iya, tapi kan kalau bersandar kepada pendapatnya imam Syafi’i dan imam Abu Hanifah Rahimahumallah, kita bisa niat i’tikafnya dengan durasi tertentu saja, misalkan niatin 3 jam. kemudian setelah 3 jam kita bisa keluar untuk belanja tadi, atau untuk keperluan lainnya dan itu jelas sudah selesai masa i’tikaf kita serta tidak membatalkannya ketika keluar belanja” jawab kang Abduh yang diam-diam sudah ada di situ juga.

“nah berarti bisa nih ya, niat i’tikaf masuk sejak sebelum maghrib sampe jam 12 malam, selesai durasi itu kita sudahi i’tikafnya dan kemudian nonton Euro. babak 16 besar lho cak, sayang kalau ketinggalan serunya” tambah Rahman

“ya sah saja, tapi masak ibadah diakal-akali gitu ntar nambah ke belakang jadi kebiasaan ngakali ibadah yang lain termasuk yang fardlu” jawab saya.

“kalau mau lebih liar lagi ngakalinnya sih bawa aja laptop dan modem ke masjid, nonton streaming tanpa harus keluar masjid, ga batalin I’tikaf tuh. Kan jelas dalam kitab-kitab fiqih disebutkan hal-hal yang ngebatalin I’tikaf itu adalah Jima’, kemudian keluar dari masjid tanpa udzur syar’i, murtad, mabuk, nifas atau haid. Selain itu ya tidak membatalkan kok, hanya saja esensi I’tikafnya jadi berkurang, karena tujuan utamanya adalah taqorrub ilallah dan mengarap lailatul qadar” ujar kang Abduh dengan senyum khasnya

“nah kalo wanita I’tikafnya dimana cak?” tanya Rahman

“wanita juga boleh melakukan i’tikaf, ada sebuah hadist yang menjadi penguat pendapat kebolehan ini, yaitu hadist dari Aisyah RA:

أنّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ الله تَعَالَى، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِه

Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau pun melakukan i’tikaf sepeninggal beliau (HR Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An Nasa’i, dan Ahmad)

Yang menjadi ikhtilaf adalah tempatnya, apakah boleh di masjid rumahnya atau di masjid pada umumnya? Imam Syafi’i, Malik dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa tidak sah bagi wanita melakukan I’tikaf di musholla rumahnya karena istri-istri nabi melakukannya di masjid umum bukan di rumahnya.

Berbeda dengan ketiga imam lainnya, imam Abu Hanifah dan Tsauri justru membolehkan hal tersebut dengan dasar keamanan.  Abu Hanifah dan Ats Tsauri juga menyatakan, “Seorang perempun boleh melakukan i’tikaf di rumah. Itu lebih baik bagi mereka, karena salat mereka di rumah lebih baik daripada di masjid.”

“wah kalo gitu istri saya dan anak-anak tak bawa saja I’tikaf di masjid Faishal nanti cak, ntar barengan janjian pulangnya via sms” ujar pak Sukur

“kalo perlu satu keluarga ajak semua I’tikaf pak, sambil nonton Euro jam 12 malamnya streaming pake laptop dan modem” tambah Rahman

“hadegh…Euro lagi…Euro lagi…ntar greeting di akhir Ramadhan selain Eid Mubarok sekalian aja pake Syahru Euro Mubarak mas, ingat obrolan minggu lalu kan? ada hal-hal yang jaiz hukumnya secara kacamata fiqih tapi ga etis dipandang dalam kacamata akhlaq ” timpal kang Abduh, mengakhiri obrolan malam itu.








Tidak ada komentar: