Lesehan #4
Beberapa
hari lalu gus Hikam kirim pesan melalui
WA ke handphone saya, beliau resah dengan perdebatan di kajian yang sempat diikutinya.
Yagh…seperti biasa, pembahasan fiqih Ramadhan yang setiap tahunnya tak
henti-henti dikaji, dengan tema yang sama, kontroversi yang sama, dan tak kalah
penting eyel-eyelan yang sama. Apalagi kalau tidak seputar jumlah tarawih
dengan jumlah 23 rakaat atau 11 rakaat.
Entah benar atau tidak, menurut saya perdebatan seperti ini
biasanya hanya terjadi di kalangan level warung kopi saja, dimana siangnya
mereka yang ribut soal jumlah rakaat tarawih, eh malamnya justru gak ikutan
tarawih malah berjamaah ke pasar, nongkrong ke café, atau sok sibuk alasan ada
kumpul, dan lain-lain.
“Assalamualaikum cak mau tanya, kalau terawih 20 rakaat itu
kanjeng Nabi pernah ngelakuin apa engga? Soalnya tadi ada ustadz yang mengkaji
seputar itu dan bilang kalau 20+3 itu gak ada dalilnya, dan yang paling benar
adalah 11 rakaat cak. Padahal setau ane nih cak, jumhur ulama pada sepakat 23
tuh tapi ga disebutin kelompok yang ini” ujar gus Hikam
“saya khawatir cak, akan muncul pengkaji-pengkaji ilmu fiqih
dan ilmu agama yang kurang objektiv karena baca satu referensi saja, padahal
seharusnya dikomparasi jika memang itu masuk bab ikhtilaf antar ulama”
tambahnya.
“waalaikumsalam, masyaAllah… siang bolong gini sampeyan
dibikin risau hal klasik gini gus, bener-bener calon pemimpin ummat nih. Hehe…”
jawab saya
“jawabane piye cak” tegasnya dalam WA, bikin saya otomatis berubah
mode dari santai ke serius.
Segera saya coba jawab seserius mungkin biar beliau ga
tambah galau “jadi gini gus, sebenarnya dalam perihal jumlah rakaat tarawih,
kalau kita niat banget nih bikin klasifikasi pendapat ulama dari berbagai
sumber dan madzhabnya, secara garis besar akan terbagi kepada 3 pendapat: ada
yang bilang 11, da yang berpendapat 23, dan ada yang berpendapat tidak
membatasi jumlahnya. Nanti saya jelaskan di KBRI gus ketika bukber ya. Jawab saya
singkat.
(CERITANYA SUDAH KETEMUAN DI BUKBER)
Pendapat pertama: mengatakan yang masyru’ adalah 8
rakaat tarawih + 3 witr, jadi total 11. Di antara ulama yang berpedoman kepada
hal ini adalah imam Shon’ani dalam kitabnya Subulussalam juz 1 halaman 345
mengatakan bahwa 11 rakaat adalah yang benar, dengan dalil hadist dari Aisyah
Radiyallah ‘anha yang diriwayatkan dalam Shahihaini :
عن عائشة أَنَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا غَيْرِهِ عَلَى إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Dari Ai'syah ra, "Sesungguhnya Nabi SAW
tidak menambah di dalam bulan Ramadhan dan tidak pula mengurangkannya dari 11
rakaat.
Dari situ beliau berpendapat bahwa angka ini
adalah mutlak kebenarannya. Selanjutnya adalah imam Abdur Rahim al Mubarokfuri
dalam kitabnya Tuhfatul ahwadzy juz 3 halaman 440
yang menguatkan pendapat ini, selain bersandar
kepada salah satu dari perkataan Imam Malik yang lebih menyukai 11 Rakaat.
Pendapat kedua: Mengatakan
bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 23 rakaat, atau 20 rakaat tarawih dan
3 rakaat witr.
Nah kalau
yang ini gus, emang jumhur ulama lebih banyak condongnya. Dengan berlandasan
kepada riwayat dimana Umar bin Khattab RA mengumpulkan orang-orang dan menyuruh
Ubay bin Ka’ab untuk memimpin shalat sebanyak 20 rakaat. Serta dalam riwayat
lain dimana Ali RA juga memerintahkan seseorang untuk memimpin tarawih 20
rakaat, maka hal ini dipandang sebagai Ijma oleh para ulama. Di antara mereka
yang berlandaskan kepada hal ini adalah Ibnu Qudamah dari Hanabilah dalam
kitabnya al Mughni di Juz 2 halaman 123.
Kemudian imam An-Nawawi dari kalangan Syafi’iyah, dalam Al-Majmu'
Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 4 hal. 31. Serta imam Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir
fi Fiqhi mazhabi Al-Imam Asy-Syafi'i, jilid 2 hal. 291.
Kalau
dari kalangan Hanafiyah bisa dilihat juga di al mabsuthnya imam Sarakhsi juz 2
halaman 144. Yang lain-lain dari ulama Hanafiah juga ada tapi cuma ini yang saya
tau gus, begitu juga dari Malikiyah.
Tapi
kalau mau buka kitab Bidayatul mujtahid sih, bisa ketahuan jelas bahwa jumhur
ulama dari empat madzhab ini semua berpendapat 20 rakaat belum ditambah witr
yang 3, jadi total ya 23. Dikatakan di sana:
واختلفوا في المختار من عدد الركعات
التي يقوم بها الناس في رمضان: فاختار مالك في أحد قوليه، وأبو حنيفة، والشافعي، وأحمد،
وداود: القيام بعشرين ركعة سوى الوتر
Dan para ulama berbeda
pendapat tentang jumlah rakaat saat orang-orang bangun pada malam Ramadhan
(tarawih): Malik dalam salah satu pendapatnya, dan Abu Hanifah, dan Syafi’i,
dan Ahmad, dan daud berpendapat: shalat dengan dua puluh rakaat selain witr.
(bab 1 halaman 219).
Adapun dalam kitab al muntaqo
syarhu muwatto’, maksud kalimat senikmat-nikmatnya bid’ah yang dimaksud Umar RA
saat itu adalah:
- Mengumpulkan orang dalam shalat tarawih di awal malam, karena sebelumnya Rasul melakukannya di pertengahn akhir malam.
- Mengumpulkan jamaah shalat tarawih pada satu Imam, karena sebelumnya dalam satu masjid mencar-mencar dengan berjamaah.
- Menjadikan rakaatnya jadi 20, karena sebelumnya para sahabat melakukannya dengan jumlah rakaat yang berbeda-beda, ada yang 11, 23, 39, bahkan 40.
Pendapat
ketiga: ini adalah kelompok yang
berpendapat bahwa tidak ada penekanan jumlah rakaat pada shalat tarawih dan
semuanya adalah hasil ijtihadi yang kesemuanya boleh dibenarkan.
Imam
as Suyuthi dalam kitabnya al hawi lil fatawiy menjelaskan bahwa tidak ada
penekanan jumlah dalam shalat tarawih dan tidak ada riwayat yang spesifik dari
Rasulullah yang menjelaskannya. Yang berkehendak memanjangkan maka
panjangkanlah, dan yang berkehendak memendekkan maka pendekkanlah.
Kemudian
Ibnu Abdil Barr dari Malikiyah mengatakan dalam kitab al kafi fi Fiqhi Ahlil
Madinah bahwa sedikit-dikitnya rakaat dalam tarawih adalah 12 rakaat, sedangkan
salafu shalih banyak yang menyukai 20, sebagian yang lain 36 rakaat.
Bahkan
Ibnu Taimiyah sendiri mengatakan bahwa rasulullah tidak pernah membatasi
jumlahnya. semua rakaat tersebut adalah baik, dan boleh dilakukan. Tentu dengan
tidak saling menyalahkan pendapat yang lain yang berbeda. Bisa dilihat dalam al
fatawa al kubranya.
Menyikapi
hadist ‘aisyah pada pendapat pertama, sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai
dalil yang bersifat spesifik terhadap jumlah rakaat tarawih karena
redaksionalnya adalah pada jumlah shalat malam Rasulullah yang sekalipun di
Ramadhan tidak pernah lebih dari 11 rakaat.
Sementara,
untuk riwayat shalat tarawih sendiri dikatakan bahwa Rasulullah hanya
melakukannya dalam 3 malam saja, hingga ketika orang banyak berdatangan untuk
shalat bersamanya, di malam ke empat beliau tidak keluar lagi untuk shalat
tarawih karena ditakutkan hal itu dipandang wajib oleh ummat. Dan dalam riwayat
tersebut tidak dijelaskan jumlah rakaat yang dilakukan Rasulullah SAW.
“jadi sebenarnya ini masuk kepada bab
perbedaan antar ulama saja ya cak, meski jumhur lebih condong ke angka 23 tadi
kan?” tanyanya
“iya
gus, dan sebijak-bijaknya ustadz kalau lagi bicara masalah fiqih ke orang awam
itu ya agar memaparkan semua pendapat ulama kalau ada perbedaan antar ulama,
bahkan nyebutin perbedaan dalam dalilnya” jawab saya
“nah
itu yang saya sayangkan cak, ada publik figur yang kadang mencoba menggiring
orang awam untuk ikut madzhab yang dianutnya, tanpa tau pandangan lain, ini
artinya kan menutup wawasan keagamaan kepada muslim awam dan membuka lebar
pintu kefanatikan” ungkap gus Hikam.
“sangat
disayangkan memang gus, dan ini yang bikin orang-orang awam agama itu kemudian
eyel-eyelan di bulan Ramadhan ini, memperdebatkan hal yang sudah ada jawabannya
dan ada pilihannya karena taqlid saja dan tidak faham arah perbedaan. Walhasil satu
point di puasanya jadi hilang, yaitu nahan emosi”
“yup,
buang energi, buang waktu, dan buang kesempatan nyari pahala sabar karena
kebakar amarah cuma karena ini, belum lagi soal ru’yah sama hisab, soal witir
yang apakah menutup kesempatan shalat malam lainnya apa enggak, dan perbedaan
pendapat yang lain, itu kalo dibahas habis, eyel-eyelannya bisa sampe masuk
dzul hijjah cak, hahahaha”
“yang
penting sampeyan sebagai calon sosok figur ummat nih gus yang nanti bisa
membuka lebar-lebar wawasan ummat, jangan sampe terikat sama taasubiyah. Eh sudah
adzan nih ayo gus, itu es teh kayaknya enak disruput duluan” ajakku
“es
teh? Itu sirup cak” ujarnya
“es
teh gitu kok”
“sirup”
“es
teh ah”
“Eye-eyelan
aja terus sampe sukses” teriak kang Abduh yang tiba-tiba saja nongol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar