Selasa, 14 Juni 2016

Ramadhan, Bulan Eyel-eyelan


Lesehan #4

                Beberapa hari lalu  gus Hikam kirim pesan melalui WA ke handphone saya, beliau resah dengan perdebatan di kajian yang sempat diikutinya. Yagh…seperti biasa, pembahasan fiqih Ramadhan yang setiap tahunnya tak henti-henti dikaji, dengan tema yang sama, kontroversi yang sama, dan tak kalah penting eyel-eyelan yang sama. Apalagi kalau tidak seputar jumlah tarawih dengan jumlah 23 rakaat atau 11 rakaat.

Entah benar atau tidak, menurut saya perdebatan seperti ini biasanya hanya terjadi di kalangan level warung kopi saja, dimana siangnya mereka yang ribut soal jumlah rakaat tarawih, eh malamnya justru gak ikutan tarawih malah berjamaah ke pasar, nongkrong ke café, atau sok sibuk alasan ada kumpul, dan lain-lain.

“Assalamualaikum cak mau tanya, kalau terawih 20 rakaat itu kanjeng Nabi pernah ngelakuin apa engga? Soalnya tadi ada ustadz yang mengkaji seputar itu dan bilang kalau 20+3 itu gak ada dalilnya, dan yang paling benar adalah 11 rakaat cak. Padahal setau ane nih cak, jumhur ulama pada sepakat 23 tuh tapi ga disebutin kelompok yang ini” ujar gus Hikam

“saya khawatir cak, akan muncul pengkaji-pengkaji ilmu fiqih dan ilmu agama yang kurang objektiv karena baca satu referensi saja, padahal seharusnya dikomparasi jika memang itu masuk bab ikhtilaf antar ulama” tambahnya.

“waalaikumsalam, masyaAllah… siang bolong gini sampeyan dibikin risau hal klasik gini gus, bener-bener calon pemimpin ummat nih. Hehe…” jawab saya

“jawabane piye cak” tegasnya dalam WA, bikin saya otomatis berubah mode dari santai ke serius.

Segera saya coba jawab seserius mungkin biar beliau ga tambah galau “jadi gini gus, sebenarnya dalam perihal jumlah rakaat tarawih, kalau kita niat banget nih bikin klasifikasi pendapat ulama dari berbagai sumber dan madzhabnya, secara garis besar akan terbagi kepada 3 pendapat: ada yang bilang 11, da yang berpendapat 23, dan ada yang berpendapat tidak membatasi jumlahnya. Nanti saya jelaskan di KBRI gus ketika bukber ya. Jawab saya singkat.

(CERITANYA SUDAH KETEMUAN DI BUKBER)

Pendapat pertama: mengatakan yang masyru’ adalah 8 rakaat tarawih + 3 witr, jadi total 11. Di antara ulama yang berpedoman kepada hal ini adalah imam Shon’ani dalam kitabnya Subulussalam juz 1 halaman 345 mengatakan bahwa 11 rakaat adalah yang benar, dengan dalil hadist dari Aisyah Radiyallah ‘anha yang diriwayatkan dalam Shahihaini :

 عن عائشة أَنَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا غَيْرِهِ عَلَى إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

Dari Ai'syah ra, "Sesungguhnya Nabi SAW tidak menambah di dalam bulan Ramadhan dan tidak pula mengurangkannya dari 11 rakaat.

Dari situ beliau berpendapat bahwa angka ini adalah mutlak kebenarannya. Selanjutnya adalah imam Abdur Rahim al Mubarokfuri dalam kitabnya Tuhfatul ahwadzy juz 3 halaman 440  yang menguatkan pendapat ini, selain bersandar kepada salah satu dari perkataan Imam Malik yang lebih menyukai 11 Rakaat.

Pendapat kedua: Mengatakan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 23 rakaat, atau 20 rakaat tarawih dan 3 rakaat witr.

 Nah kalau yang ini gus, emang jumhur ulama lebih banyak condongnya. Dengan berlandasan kepada riwayat dimana Umar bin Khattab RA mengumpulkan orang-orang dan menyuruh Ubay bin Ka’ab untuk memimpin shalat sebanyak 20 rakaat. Serta dalam riwayat lain dimana Ali RA juga memerintahkan seseorang untuk memimpin tarawih 20 rakaat, maka hal ini dipandang sebagai Ijma oleh para ulama. Di antara mereka yang berlandaskan kepada hal ini adalah Ibnu Qudamah dari Hanabilah dalam kitabnya al Mughni di Juz 2 halaman 123.

Kemudian imam An-Nawawi dari kalangan Syafi’iyah, dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 4 hal. 31. Serta imam Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir fi Fiqhi mazhabi Al-Imam Asy-Syafi'i, jilid 2 hal. 291.

Kalau dari kalangan Hanafiyah bisa dilihat juga di al mabsuthnya imam Sarakhsi juz 2 halaman 144. Yang lain-lain dari ulama Hanafiah juga ada tapi cuma ini yang saya tau gus, begitu juga dari Malikiyah.  

Tapi kalau mau buka kitab Bidayatul mujtahid sih, bisa ketahuan jelas bahwa jumhur ulama dari empat madzhab ini semua berpendapat 20 rakaat belum ditambah witr yang 3, jadi total ya 23. Dikatakan di sana:

واختلفوا في المختار من عدد الركعات التي يقوم بها الناس في رمضان: فاختار مالك في أحد قوليه، وأبو حنيفة، والشافعي، وأحمد، وداود: القيام بعشرين ركعة سوى الوتر

Dan para ulama berbeda pendapat tentang jumlah rakaat saat orang-orang bangun pada malam Ramadhan (tarawih): Malik dalam salah satu pendapatnya, dan Abu Hanifah, dan Syafi’i, dan Ahmad, dan daud berpendapat: shalat dengan dua puluh rakaat selain witr. (bab 1 halaman 219).

Adapun dalam kitab al muntaqo syarhu muwatto’, maksud kalimat senikmat-nikmatnya bid’ah yang dimaksud Umar RA saat itu adalah:
  •  Mengumpulkan orang dalam shalat tarawih di awal malam, karena sebelumnya Rasul melakukannya di pertengahn akhir malam.
  • Mengumpulkan jamaah shalat tarawih pada satu Imam, karena sebelumnya dalam satu masjid mencar-mencar dengan berjamaah.
  • Menjadikan rakaatnya jadi 20, karena sebelumnya para sahabat melakukannya dengan jumlah rakaat yang berbeda-beda, ada yang 11, 23, 39, bahkan 40.

Pendapat ketiga: ini adalah kelompok yang berpendapat bahwa tidak ada penekanan jumlah rakaat pada shalat tarawih dan semuanya adalah hasil ijtihadi yang kesemuanya boleh dibenarkan.

Imam as Suyuthi dalam kitabnya al hawi lil fatawiy menjelaskan bahwa tidak ada penekanan jumlah dalam shalat tarawih dan tidak ada riwayat yang spesifik dari Rasulullah yang menjelaskannya. Yang berkehendak memanjangkan maka panjangkanlah, dan yang berkehendak memendekkan maka pendekkanlah.

Kemudian Ibnu Abdil Barr dari Malikiyah mengatakan dalam kitab al kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah bahwa sedikit-dikitnya rakaat dalam tarawih adalah 12 rakaat, sedangkan salafu shalih banyak yang menyukai 20, sebagian yang lain 36 rakaat.

Bahkan Ibnu Taimiyah sendiri mengatakan bahwa rasulullah tidak pernah membatasi jumlahnya. semua rakaat tersebut adalah baik, dan boleh dilakukan. Tentu dengan tidak saling menyalahkan pendapat yang lain yang berbeda. Bisa dilihat dalam al fatawa al kubranya.

Menyikapi hadist ‘aisyah pada pendapat pertama, sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai dalil yang bersifat spesifik terhadap jumlah rakaat tarawih karena redaksionalnya adalah pada jumlah shalat malam Rasulullah yang sekalipun di Ramadhan tidak pernah lebih dari 11 rakaat.  
Sementara, untuk riwayat shalat tarawih sendiri dikatakan bahwa Rasulullah hanya melakukannya dalam 3 malam saja, hingga ketika orang banyak berdatangan untuk shalat bersamanya, di malam ke empat beliau tidak keluar lagi untuk shalat tarawih karena ditakutkan hal itu dipandang wajib oleh ummat. Dan dalam riwayat tersebut tidak dijelaskan jumlah rakaat yang dilakukan Rasulullah SAW.

        “jadi sebenarnya ini masuk kepada bab perbedaan antar ulama saja ya cak, meski jumhur lebih condong ke angka 23 tadi kan?” tanyanya

“iya gus, dan sebijak-bijaknya ustadz kalau lagi bicara masalah fiqih ke orang awam itu ya agar memaparkan semua pendapat ulama kalau ada perbedaan antar ulama, bahkan nyebutin perbedaan dalam dalilnya” jawab saya

“nah itu yang saya sayangkan cak, ada publik figur yang kadang mencoba menggiring orang awam untuk ikut madzhab yang dianutnya, tanpa tau pandangan lain, ini artinya kan menutup wawasan keagamaan kepada muslim awam dan membuka lebar pintu kefanatikan” ungkap gus Hikam.

“sangat disayangkan memang gus, dan ini yang bikin orang-orang awam agama itu kemudian eyel-eyelan di bulan Ramadhan ini, memperdebatkan hal yang sudah ada jawabannya dan ada pilihannya karena taqlid saja dan tidak faham arah perbedaan. Walhasil satu point di puasanya jadi hilang, yaitu nahan emosi”

“yup, buang energi, buang waktu, dan buang kesempatan nyari pahala sabar karena kebakar amarah cuma karena ini, belum lagi soal ru’yah sama hisab, soal witir yang apakah menutup kesempatan shalat malam lainnya apa enggak, dan perbedaan pendapat yang lain, itu kalo dibahas habis, eyel-eyelannya bisa sampe masuk dzul hijjah cak, hahahaha”

“yang penting sampeyan sebagai calon sosok figur ummat nih gus yang nanti bisa membuka lebar-lebar wawasan ummat, jangan sampe terikat sama taasubiyah. Eh sudah adzan nih ayo gus, itu es teh kayaknya enak disruput duluan” ajakku

“es teh? Itu sirup cak” ujarnya

“es teh gitu kok”

“sirup”

“es teh ah”

“Eye-eyelan aja terus sampe sukses” teriak kang Abduh yang tiba-tiba saja nongol









Tidak ada komentar: